Dissenting Opinion, Kuasa Hukum Terpidana Korupsi di Palopo Ajukan PK

Palopo, Tabloid SAR — Upaya hukum dalam mencari keadilan bagi seseorang yang telah mendapatkan kekuatan hukum tetap oleh pengadilan, salah satunya mengajukan peninjauan kembali (PK), itu kemudian dapat dilakukan seratus delapan puluh hari sejak putusan dibacakan majelis hakim.

Kepada sejumlah wartawan, Saenal Rasyid, melalui Kuasa Hukumnya Choerul Moeslim, J. SH, didampingi rekannya Ichsanullah, SH, mengatakan, jika upaya hukum PK tersebut untuk membuktikan bahwa kliennya tidak bersalah.

” Upaya PK ini kami lakukan selaku kuasa hukum dari bapak Saenal Rasyid, semata-mata untuk mencari keadilan, sekaligus membuktikan, jika klien kami tidak bersalah. Kami yakin upaya PK ini bisa mewujudkan keadilan untuk klien kami, mengingat didalam putusan kasasi yang menjadi dasar kami mengajukan PK,” kata Choerul Moeslim, usai mengikuti sidang di Pengadilan Negeri (PN) Palopo Sulawesi Selatan (Sulsel) sekira pukul 17.00 Wita, Kamis 13 Juli 2023.

“Pada putusannya terdapat Dissenting Opinion (perbedaan pendapat), dimana salah satu hakimnya membenarkan bahwa apa yang dilakukan oleh klien kami sudah tepat dan benar, berdasarkan bukti yang dilampirkan kasubag anggaran dan kasubag pembendaharaan yang sudah menyiapkan surat perintah membayar dengan lampiran lengkap berupa, perjanjian borongan atau kontrak, SPMK, berita acara pembayaran, kwitansi pembayaran dan berita acara kemajuan fisik,” tambahnya

Tidak hanya itu, Choerul Moeslim, juga menegaskan, dalam kasus proyek pekerjaan rehabilitasi tanggul Sungai Amassangang, Kota Palopo, Sulsel, beberapa tahun lalu itu, kliennya hanya seorang bendahara, tidak memiiliki kewenangan menolak dokumen pembayaran yang diajukan oleh pihak rekanan apabila telah lengkap, karena masih ada pejabat, yang lebih berhak melakukan verifikasi dokumen, layak tidaknya untuk dilakukan pembayaran, sehingga apabila telah ada perintah membayar, maka klien kami melaksanakan perintah tersebut.

” Hal yang dipersoalkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus ini, terkait dengan paraf, dimana JPU menganggap bahwa surat dokumen berita acara kegiatan pelaksanaan kemajuan fisik proyek pekerjaan rehabilitasi tanggul Sungai Amassangang seratus persen tidak ditandatangani oleh penanggung jawab kegiatan proyek, yakni, Kadis Kimpraswil Ir. Ibrahim Chaeruddin,” tegasnya.

“Kami tegaskan sekali lagi, bahwa pada dokumen tersebut terdapat sebuah paraf, namun dianggap oleh JPU, bahwa paraf tidak bisa dijadikan sebagai dasar pengesahan dokumen, padahal kita ketahui, paraf merupakan kependekan dari tanda tangan, yang merupakan bentuk kontrol terhadap materi, atau subtansi isi redaksi ataupun pengetikan naskah, yang pada prinsipnya dianggap sah,” sambungnya.

” Kemudian, pada dasarnya pekerjaan dianggap sudah selesai, di mana hal tersebut di buktikan dengan adanya berita acara penyerahan pertama (PHO) dan penyerahan kedua (FHO) yang juga di tanda tangani oleh kedua belah pihak,” jelasnya.

Kemudian, dijelaskan juga oleh Kuasa Hukum Sainal Rasyid, bahwa, dugaan adanya kerugian negara bukan disebabkan oleh kliennya, akan tetapi, dari pihak CV. Mutiara, yang merupakan pelaksana kegiatan proyek tanggul Ammasangang, dipimpin oleh Haeriah yang diduga tidak terlaksana dan mangkrak, sehingga, yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp. 38.479.500, dikarenakan 67 meter bronjong tidak terpasang.

” Pertanggungjawaban kerugian negara harusnya dilimpahkan kepada pihak CV. Mutiara, yang merupakan pelaksana kegiatan pekerjaan proyek tanggul Ammsangang, dipimpin oleh Haeriah, selaku pelaksana kegiatan, begitupun dengan dendanya, dan kami tegaskan dalam hal ini klien kami tidak menerima sepersen pun uang dari proyek tersebut,” jelas Kuasa Hukum Saenal Rasyid.

“Karenanya, timbul pertanyaan, mengapa justru beban dari mangkraknya proyek tersebut, yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp.38.479.500 malah dibebankan kepada klien kami, yang hanya bertugas sebagai bendahara yang menjalankan perintah,” tambahnya.

“Anehnya lagi, pihak direktur CV. Mutiara dan pengawas pelaksana kegiatan pekerjaan proyek, maupun teknis pelaksana kegiatan, sampai hari ini tidak pernah diperiksa. Padahal klien kami pak Saenal Rasyid dalam dakwaan jaksa penuntut umum, klien kami didakwa melakukan tindak pidana korupsi FC. Untuk itu kami harapkan pada sidang yang akan datang, majelis hakim memanggil para pihak terkait untuk bersaksi, dimintai keterangannya,” ungkapnya.

Sementara itu, diakhir sesi wawancara, sebagai terpidana Saenal Rasyid, mengatakan jika pada saat itu dirinya hanya bendahara dan tidak memiliki kewenangan menolak pangajuan dokumen pembayaran, sepanjang telah lengkap sesuai syarat administrasi, untuk kemudian di ajukan kepada pejabat terkait lainnya untuk diverifikasi.

” Jabatan saya pada saat itu sebagai bendahara, yang menerima dokumen dari pejabat otorisator, kemudian saya tidak membayar karena ada pejabat ordonatur melakukan verifikasi, layak tidaknya dilakukan pembayaran. Nah, Kalau saya tidak ajukan dokumen kepada pejabat terkait, maka saya pasti kena sanksi,” tutup Zainal Rasyid sembari berjalan menuju mobil tahanan.

Editor : Dedy Awi 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *