Aktivis Pembela Arus Bawah : Para Pemangku Adat Agar Juga Diperiksa untuk Didalami Keterlibatannya
Tabloid SAR – Setelah memeriksa para pihak korban dan melakukan peninjauan di Tempat Kejadian Perkara (TKP) pada area kontrak karya PT Masmindo Dwi Are atau Masmindo, tepatnya di Desa Ranteballa dan Desa Boneposi, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Nampaknya Tim Penyidik Bareskrim Polri, terhitung dari tanggal 30 November 2022 telah mulai memeriksa sejumlah pihak yang diduga kuat terlibat mafia tanah pada pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo.
Terdapat pula sejumlah pejabat di Luwu juga telah periksa, yakni pejabat di Bapenda Luwu, Camat Latimojong Supriadi, Kepala Desa Boneposi Muhammad Hamka dan Kepala Desa Ranteballa Etik Polobuntu.
Adapun pemeriksaan tersebut dilakukan di Mako Polres Luwu di Belopa. Sampai hari ini Jumat (2/12/2022) Tim Penyidik Bareskrim Polri masih melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait dengan kasus dugaan mafia tanah dalam area kontrak karya PT Masmindo yang sangat merugikan masyarakat adat selaku pemilik hak ulayat.
Direktur Eksekutif Aktivis Pembela Arus Bawah, Rahmat K Foxchy mennggapi atas adanya pemeriksaan yang dilakukan terhadap sejumlah pejabat di Luwu tersebut. “Para pejabat tersebut diperiksa karena diduga sebagai eksekutor terhadap kasus mafia tanah dalam memanipulasi terbitnya dokumen tanah palsu di atas area kontrak karya,” tuturnya.
Lanjut ia menuturkan, bahwa mengenai adanya pejabat Bapenda Luwu, sehingga juga diperiksa Tim Penyidik Bareskrim Polri. “Yah, boleh jadi karena mendasari hasil pemeriksaan Camat Latimojong, Kepala Desa Boneposi dan Kepala Desa Ranteballa sebelumnya,” imbuhnya.
Alasannya, sebab baik pihak LSM-nya maupun Dr Basir SE MM tidak pernah melaporkan keterlibatan pihak Bapenda Kabupaten Luwu di Mabes Polri. “Jadi yang kami laporkan di Mabes Polri itu adalah hanya kasus dugaan mafia tanah, terkait dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan penggelapan hak atas benda tidak bergerak,” kata aktivis LSM yang akrab disapa Bang Ories ini.
Dikemukakannya, sedangkan mengenai Camat Latimojong, Kepala Desa Boneposi dan Kepala Desa Ranteballa, sehingga diperiksa Tim Penyidik Bareskrim Polri, terkait dugaan pemalsuan alas hak baik berupa SPPT (Surat Pernyataan Penggarapan Tanah) di atas lahan warga yang sudah memiliki SKT (Surat Keterangan Tanah) dan Sertifikat Hak Milik (SHM), sebelum terbitnya kontrak karya PT Masmindo pertanggal 19 Januari 1998.
Kan menurut perspektif hukum, kata Bang Ories lagi, bahwa merupakan perbuatan melawan hukum apabila ada pihak yang menggandakan dengan cara menerbitkan alas hak baru di atas area kontrak karya. “Jadi disitulah subtansi masalahnya, semestinya lahan yang dibebaskan pihak perusahaan adalah dokumen alas hak sebelum terbitnya kontrak karya,” terangnya.
Kita pun juga sangat berharap, tuturnya lebih lanjut, agar Tim Penyidik Bareskrim Polri memeriksa para pemangku adat baik Maddika maupun Parengnge dan didalami keterelibatannya dalam kasus dugaan mafia tanah tersebut.
“Soalnya, para pemangku adat tersebut disinyalir menjadi dalang atas terjadinya dugaan praktik-praktik mafia tanah pada pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo,” ucap aktvis LSM tersebut.
Selain itu, lanjut ia menambahkan, apabila memperhatikan pengumuman daftar bidang-bidang tanah yang akan dibebaskan PT Masmindo pertanggal 1 April 2022 tersebut, terdapat banyak nama yang sangat memiliki luasan lahan yang sangat tidak masuk akal.
“Kita pun sangat berharap pada Tim Penyidik Bareskrim Polri agar juga mendalami kasus ini, untuk ditindak tegas menurut ketentuan hukum yang berlaku,” pungkas Direktur Eksekutif Aktivis Pembela Arus Bawah tersebut. (*)