Roy Suryo, Dirimu Bukan Scanner, Itu Pasti!

Syafruddin Jalal.

Oleh : Syafruddin Djalal

Alasannya, karena Mabes Polri tidak menunjukkan ijazah asli Jokowi ke publik. Menurut Roy, hal itu justru menjatuhkan citra Polri. Ia menyatakan: “Mostly pendapat publik malah jadi meragukan hasil tersebut dan menjatuhkan citra Mabes Polri, apalagi ijazah aslinya juga tidak ditunjukkan,” (Kompas.com, Jumat, 23 Mei 2025).

Pernyataan Roy Suryo sangat disayangkan. Sebagai publik figur, ia seharusnya paham bahwa ijazah adalah dokumen pribadi. Untuk ditunjukkan ke publik, harus seizin pemiliknya. Dalam hal ini, Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, telah menyatakan bahwa ijazahnya hanya akan diperlihatkan di pengadilan. Maka jelas, permintaan Roy mustahil dipenuhi. Bahkan seandainya Jokowi bukan mantan presiden sekalipun, itu tetap melanggar hak pribadi jika dipaksakan.

Lalu untuk apa diperlihatkan? Apakah Roy menyimpan scanner di matanya? Hasil pemindaian matanya tidak akan bisa menggugurkan hasil uji forensik laboratorium. Terlebih lagi, ia adalah salah satu pelapor. Maka, subjektivitas tentu tak terelakkan.

Sebaliknya, uji laboratorium terhadap ijazah Jokowi dilakukan menurut standar keaslian dokumen.

“Uji banding ini dilakukan terhadap ijazah asli milik Bapak Jokowi, dan tiga ijazah pembanding dari rekan seangkatannya di UGM dengan tahun kelulusan yang sama,” kata Brigjen Pol. Djuhandhani, dalam konferensi pers di Bareskrim, Kamis, 22 Mei 2025.

Lantas, pembanding apa yang dimiliki Roy Suryo dan kawan-kawan? Katanya mereka meneliti skripsi yang disebut milik Jokowi. Tapi apakah skripsi itu diakui keabsahannya oleh UGM? Dan apakah Jokowi sendiri pernah menyatakan itu miliknya? Tak pernah terdengar kabar ada pengakuan dimaksud.

Setiap metode bisa disebut ilmiah, tapi jika diterapkan pada objek yang tak terverifikasi keasliannya, maka hasilnya tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Yang menarik, riset Dr. Tifauzia Tyassuma alias dr. Tifa, menyimpulkan bahwa foto dalam ijazah tersebut tidak cocok secara morfologis dengan wajah Jokowi. Terlihat ilmiah, tetapi justru tidak valid secara hukum. Karena ijazah yang diteliti itu tidak pernah diakui sebagai milik Jokowi.

Artinya, kesimpulan logisnya bukan bahwa ijazah Jokowi palsu, tetapi bahwa ijazah yang diteliti bukan milik Jokowi. Inilah plot twist-nya: riset yang ditujukan untuk menyerang, justru menguatkan hasil Mabes Polri.

Jika dr. Tifa ingin meneliti secara valid, ia bisa saja meminta salinan resmi dari UGM atau langsung dari pemiliknya—dengan mematuhi syarat yang disepakati.

Itulah yang dilakukan Mabes Polri. Mereka membandingkan dengan tiga ijazah asli dari Fakultas Kehutanan UGM, dan juga memeriksa ijazah SMA Jokowi.

Meski begitu, Roy Suryo tetap berkata: “Silakan simak berbagai pernyataan saya di ruang publik sebelumnya bahwa hasil Puslabfor Mabes Polri ini belum final. Hanya merupakan satu bagian proses pembuktian dan tidak merupakan hasil otentik, hanya identik, di mana sampel identifikasinya juga tidak transparan,” (Kompas.com, 23 Mei 2025).

Belum final? Kalau bicara soal penelitian terhadap fisik ijazah, memang iya. Tapi keabsahan dokumen tak ditentukan hanya oleh laboratorium, melainkan oleh otoritas administratif—dalam hal ini, UGM.

UGM sudah menyatakan ijazah Jokowi sah. Jika pernyataan kampus itu dikaitkan dengan hasil uji forensik Polri, maka terpenuhi unsur otentik—baik dari segi produk maupun proses administratifnya. Dengan demikian, kesimpulan Mabes Polri bahwa ijazah Jokowi adalah asli, secara hukum sah dan dapat dipertanggungjawabkan.

Ironisnya, Roy Suryo menolak hasil uji ilmiah yang sahih, namun mengandalkan riset atas objek yang tak jelas keasliannya. Ia lalu meminta agar ijazah ditunjukkan—seolah-olah ia punya kemampuan memverifikasi dokumen hanya dengan melihat. Itu sangat subjektif.

Akhirnya semangat membela kehormatan almamater malah tampak sebagai politisasi. Apalagi diketahui bahwa para pelapor seperti Egi Sujana, dr. Tifa, dan Roy Suryo sendiri, sudah sejak lama menjadi pengkritik keras Presiden Jokowi.

Kini mereka harus menghadapi risiko hukum. Laporan Jokowi atas dugaan fitnah dan pencemaran nama baik sedang diproses di Polda Metro Jaya.

Mungkinkah Roy akan memanfaatkan proses itu untuk membantah hasil Puslabfor? Katanya belum final. Tapi bukti apa yang hendak diajukan untuk membantah keterangan resmi UGM?

Jika hanya beralasan “ijazah tidak ditunjukkan,” maka itu tidak akan cukup. Karena, seperti judul opini ini: Roy Suryo, Dirimu Bukan Scanner, Itu Pasti.
Salam.

**) Penulis adalah Pemerhati Demokrasi dan Praktisi Hukum

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *