Diduga Kuat Ilegal, Aktivis Surati Bupati Luwu untuk Hentikan Kegiatan Konstruksi PLTMH di Bastem

News830 views

Tabloid SAR – Diduga kuat ilegal kegiatan konstruksi Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Desa Bolu, Kecamatan Basse Santempe (Bastem), Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Sehingga membuat Aktivis Pembela Arus Bawah, Rahmat K Foxchy menyurati Bupati Luwu.

Aktivis LSM ini melalui suratnya, Nomor 001-DE/Arus Bawah/Adv.Dampingan/LW-2025 tanggal 24 Februari 2025 tersebut. Ia mengadukan Proyek PLTMH di Bastem ini kepada Bupati Luwu agar kegiatan konstruksinya dihentikan sebab diduga kuat ilegal.

Alasanya Proyek PLTMH Salu Noling itu diduga kuat ilegal, selain disinyalir belum memiliki Kajian Lingkungan Hidup (KLH) dalam bentuk dokumen Amdal, tapi juga ditengarai belum memiliki izin konstruksi dan perizinan-perizinan lainnya yang dipersyaratkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan dan atau regulasi pemerintah.

Adapun izin konstruksi dimaksud oleh aktivis LSM yang kerap disapa Bang Foxchy tersebut, antara lain berupa Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) atau istilah lainnya menurut ketentuan regulasi, seperti Surat Izin Pendirian Bangunan (SIPB) atau Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Dia juga menyampaikan, jika Proyek PLTMH yang disebut-sebut bernilai investasi Rp 1,2 triliun milik PT Tiara Tirta Energi (TTE) ini, disinyalir pula tidak memiliki Izin Pemanfaatan Sempadan Sungai dan Surat Izin Pemanfaatan Air Permukaan (SIPPA)/Izin Pemanfaatan Energi Air dari pejabat otoritas kementerian berwenang.

Menurutnya, bahwa dirinya sebelumnya sudah mendapat konfirmasi dari sejumlah pejabat berkewenangan untuk memproses perizinan-perizinan dimaksud, sehingga ia mengadukan kepada Bupati Luwu terkait kegiatan konstruksi PLTMH yang diduga kuat ilegal tersebut.

“Kita juga sebelumnya, sudah mendapat info dari sejumlah pejabat berkewenangan untuk memproses perizinan, jika Proyek PLTMH ini sangat diduga kuat belum memiliki izin-izin dimaksud seperti itu,” tuturnya pada hari ini, Selasa (25/02-2025).

Bang Foxchy pun juga mengaku, jika dirinya telah pula mengkonfirmasi langsung kantor pusat Kementerian Lingkungan Hidup di Jakarta, bahwa Proyek PLTMH syarat mutlaknya harus memiliki dokumen Amdal, bukan menggunakan dokumen UKL/UPL.

“Jadi dokumen UKL/UPL yang disinyalir kuat dijadikan sebagai dasar Proyek PLTMH ini, sangat tidak relevan lagi dengan nilai investasi sebasar Rp 1,2 triliun tersebut. Maka syarat mutlaknya harus dokumen Amdal,” tandasnya.

Hal itulah, sehingga pegiat anti korupsi yang satu ini, dalam surat pengaduannya kepada Bupati Luwu, meminta untuk menghentikan kegiatan konstruksi Proyek PLTMH ini. Terlebih lagi agar tidak diterbitkan rekomendasi perizinannya sebelum memiliki dokumen Amdal yang telah teruji akuntabilitasnya sebagaimana prinsip-prinsip tranasparansi informasi publik.

Berita terkait sebaiknya juga baca link berita dimaksud di bawah ini :

Maksudnya, kata dia, maka dokumen Amdalnya itu sangat wajib terlebih dahulu diekspose secara transparan. Tentunya pula harus menghadirkan pihak LSM pemerhati lingkungan dan sosial, pakar lingkungan hidup dan kelistrikan dari kalangan akademisi yang dianggap independen, pihak-pihak pemangku kebijakan atau stakeholder terkait dan perwakilan masyarakat yang dianggap berotensi sebagai terdampak.

“Apabila perizinannya lebih duluan terbit sebelum ada dokumen Amdalnya yang telah memperoleh persetujuan dari pejabat yang berkewenangan, maka sangat jelas itu sudah namanya kontroversial. Hal itu, maka dapat disebut sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang,” tandas Bang Foxchy.

Ia lanjut menyebutkan, sepertinya Proyek PLTMH ini baru memiliki Surat Izin Lingkungan (SIL) yang dikeluarkan Kepala Dinas PM-PTSP Kabupaten Luwu, dengan Nomor : 010/SIL/ DPMPTSP/X/2017 per-tanggal 10 Oktober 2017. Tapi kita menilai bahwa SIL-nya ini sudah tidak relevan lagi terhadap perkembangan ketentuan peraturan regulasi lingkungan hidup sekarang ini.

“Ada juga sih Izin Lokasinya yang diterbitkan Bupati Luwu pertanggal 11 Mei 2021, dengan berlaku selama jangka waktu tiga tahun, berarti Izin Lokasi itu sudah tidak lagi berlaku,” bebernya.

Pegiat civil society (masyarakat sipil) yang juga akrab disapa Bang Ories ini, bahkan mensinyalir terdapat kekuatan besar di balik kegiatan konstruksi PLTMH yang diduga kuat ilegal itu. “Karena tidak mungkinlah begitu jumawa melakukan kegiatan konstruksi dengan cara melecehkan ketentuan perizinan, kalau tidak ada kekuatan besar yang membeckenginya,” ucapnya.

Ia pun mengatakan akan terlebih dahulu menelusuri mengenai rumor kekuatan besar adanya dugaan oknum petinggi aparat yang ditengarai membeckingi proyek PLTMH yang diduga kuat ilegal kegiatan kontruksinya tersebut.

Ya, walau kita sudah mendapat bocoran halus, sambungnya, akan tetapi kita masih perkuat dulu infonya agar valid. “Kalau infonya sudah valid, tentunya pula kita akan ambil langkah pengaduan lebih lanjut, menurut peran-peran kita sebagai aktivis pemerhati kebijakan publik ,” tukasnya.

Bang Ories lanjut menyampaikan, bahwa pada prinsipnya, kita sangat mendukung investasi di Luwu selama itu patuh kepada ketentuan perizinan yang telah dipersyaratkan perundang-undangan atau regulasi pemerintah, bukan investasi yang diduga kuat justru disinyalir kuat dibeckingi oleh oknum-oknum pembesar aparat tertentu.

Menurut putra asal Bastem ini, bahwa negara itu tidak boleh kalah terhadap kegiatan investasi tanpa didasari perizinan yang legal. Makanya kasus Proyek PLTMH Salu Noling ini kita adukan ke Bupati Luwu, dengan tembusan kepada Presiden Prabowo.

“Ya, surat pengaduan kita ini, ditembuskan juga kepada pihak-pihak pejabat negara lainnya, termasuk ke pihak pejabat APH (Aparat Penegak Hukum) dan pihak-pihak terkait,” ungkapnya.

Hal itulah, harapan pegiat anti korupsi yang satu ini agar pihak Pemkab Luwu tidak melakukan pembiaran atau berkompromi terhadap kegiatan konstruksi Proyek PLTMH yang diduga kuat ilegal itu. “Terlebih lagi Pemkab Luwu juga sangat berpotensi kehilangan PAD, akibat kegiatan konstruksi Proyek PLTMH ini disinyalir kuat tanpa izin yang legal,” imbuhnya.

“Jadi sangat tidak ada alasan untuk tidak menghentikan kegiatan konstruksinya, selama Proyek PLTMH ini tidak memiliki dokumen Amdal dan juga tidak memenuhi semua perizinan yang telah dipersyaratkan perundang-undangan atau regulasi pemerintah,” terangnya.

Perosalannya, lebih lanjut ia mengemukakan, bukan hanya pada sebatas diduga tidak memiliki dokumen Amdal dan perizinan. Namun dapat pula dipersoalkan dugaan tindak pidana lingkungan hidupnya. Itu karena Proyek PLTMH ini dalam melakukan kegiatan konstruksi disinyalir tanpa Amdal. Selain kasus dugaan tindak pidana lainnya yang dianggap relevan.

Bang Oies pun, menambahkan, jika dirinya pernah ketemu Direktur Utama PT TTE beberapa bulan lalu di Pondok Indah Mall, Jakarta Selatan. Sepertinya Beliau itu sangat enggan transparan mengenai legalitas perizinan Proyek PLTMH-nya itu. Selain juga sangat cenderung tidak berkomitmen. Padahal kita sudah memberikan langkah-langkah penanganan solusi.

“Akibat bermula dari situlah, maka kita pun kemudian mengkonfirmasi sejumlah pejabat berkewenangan untuk memproses perizinan-perizinan. Sehingga kita berkesimpulan kegiatan konstruksi PLTMH ini sangat diduga kuat ilegal,” pungkas Aktivis Pembela Arus Bawah tersebut. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *