Tabloid SAR – Para Perwakilan Rumpun Keluarga Besar Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa melayangkan surat terbuka kepada Direktur Utama (Dirut) PT Indika Energy Tbk atau Group Indika (Indy). Hal tersebut terkait dengan penolakan terhadap rencana pihak PT Masmindo Dwi Area (Masmindo) untuk memindahkan kuburan leluhur mereka ke lokasi lainnya.
Hal tersebut dibenarkan Hadiasri Lolongan, salah satu Perwakilan Rumpun Keluarga Besar Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa. Kepada media ini, ia menyampaikan bahwa pihaknya sudah melayangkan surat terbuka pertanggal 15 Januari 2024.
“Yah benar, kami selaku Perwakilan Rumpun Keluarga Besar Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa sudah melayangkan surat terbuka kepada Dirut PT Indika Energy Tbk, Dirut PT Petrosea Tbk dan Dirut PT Masmindo beserta semua tembusannya. Kita sudah kirim surat itu via kantor pos beberapa waktu lalu,” ucapnya pada media ini, Jumat (19/01-2024).
Hadiasri pun sangat berharap agar surat terbuka penolakan dari kami selaku Rumpun Keluarga Besar Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa itu segara dapat direspons dengan baik oleh pihak perusahaan. “Namun yang paling kita harapkan adalah respons baik dari Bapak Presiden Jokowi dan pimpinan lembaga negara yang juga kita tembusakan surat terbuka ini,” tuturnya.
Kata dia, bahwa kami selaku Rumpun Keluarga Besar Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa sudah sangat dirampas tanah hak-hak ulayat warisan adat kami, lalu kuburan leluhur kami pun masih juga mau dibongkar untuk dipindahkan ke tempat lain.
Pokoknya, lanjut ia mengatakan, kami sangat menolak kuburan leluhur kami dipindahkan ke tempat lain. Sebab hanya itulah satu-satunya aset peninggalan nenek moyang kami yang harus tetap kami pertahankan, sebagai situs warisan sejarah peradaban adat kami yang sangat bernilai tinggi. Untuk selanjutnya kami wariskan sebagai perekat nilai-nilai kearifan lokal bagi ganerasi kami ke depan.
Menurut Hadiasri, apalagi dalam tradisi adat istiadat kami, bahwa kuburan leluhur itu sangat terlalu sakral untuk dipindahkan. Karena harus pula terlebih dahulu diupacarakan menurut ketentuan riual-ritual adat istiadat yang sudah menjadi tradisi kepercayaan dari nenek moyang kami secara turun-temurun. “Jika hal itu dilanggar, maka itu akan menimbulkan kutukan dalam bentuk bencana yang disebut dengan istilah pengutukan dewata,” tukasnya.
Terlebih lagi, kuburan tersebut selain menjadi bukti peninggalan sejarah yang sangat tak ternilai dari leluhur kami secara turun-temurun, maka (kuburan) itupun juga merupakan suatu petunjuk alat bukti fisik sebagai bentuk fakta hukum keperdataan yang tak terbantahkan.
“Jadi memindahkan kuburan leluhur kami tanpa persetujuan dari kami selaku segenap Rumpun Keluarga Besar Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa, berarti sama saja itu sebagai bentuk penghinaan terhadap simbol-simbol kebesaran adat istiadat warisan peradaban sejarah nenek moyang kami. Hal ini merupakan suatu bentuk tindakan kesewenang-wenangan terhadap penghilangan barang bukti fisik (kuburan) sebagai bentuk fakta hukum yang harus tetap dipertahankan,” terang Hadiasri.
Hanya saja Hadiasri tidak ingin menjelaskan secara detail mengenai isi dan materi surat terbuka Rumpun Keluarga Besar Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa tersebut. “Mengenai hal ini, kami serumpun sudah pula menguasakan pananganan sepenuhnya kepada kemanakan kami bernama Ananda Risal Palesang di bawah advokasi pedampingan pihak LSM Aktivis Pembela Arus Bawah. Jadi silahkan berkomunikasi dengan Ananda kami bernama Risal Palesang tersebut,” sarannya.
Hal senada juga dikemukakan oleh sejumlah Tetua Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa lainnya. Bahkan para tetua adat tersebut justru mengaku sudah sangat tidak percaya kepada Edi Lembangan selaku Pamangku Adat Parengnge Kandeapi di Ranteballa.
Hal itulah, maka penanganan terhadap permasalahan warisan tradisional adat Rumpun Keluarga Besar Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa tersebut, sehingga penanganannya dikuasakan sepenuhnya kepada Ananda Risal Palesang yang didampingi oleh pihak Aktivis Pembela Arus Bawah.
Risal Palesang pun membenarkan, bahwa dirinya sudah diberikan kuasa penuh oleh Rumpun Keluarga Besarnya dari Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa, untuk menangani kasus dugaan mafia tanah dan kuburan leluhur di Desa Ranteballa. Apalagi kasus ini juga sedang diadvokasi oleh Bang Foxchy selaku Aktivis Pembela Arus Bawah, untuk mendampingi penanganannya di Kantor Kemenko Polhukam.
Intinya disini, kata Risal, sebelum dilakukan penyelasaian terlebih dahulun terhadap lokasi tanah warisan rumpun keluarga besar masyarakat adat kami yang sudah diperjual-belikan oleh para mafia tanah pada pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo, kami tentunya sangat menolak keras kuburan leluhur kami di Desa Ranteballa itu untuk dipindahkan ke tempat lain.
Mengenai lokasi tanah dimaksud Risal tersebut luasnya adalah kurang lebih sekitar 300-an hektare, yang berada pada dua wilayah dusun di Desa Ranteballa. Untuk di Dusun Padang kurang lebih seluas 250 hektare yang berlokasi di Posi’, Panyura’, Kaburu Tangnga, Buntu Kunyi’, Karondang dan sekitarnya. Sedangkan seluas kurang lebih 50 hektare adalah berlokasi di Lengke’ pada wilayah Dusun Nase.
Ia lalu menegaskan kepada pihak PT Masmindo agar tidak melakukan kegiatan dalam bentuk apapun di dalam lokasi tanah dimaksud. Apalagi ingin melakukan pemindahan kuburan leluhur kami pada lokasi-lokasi dimaksud di Desa Ranteballa tersebut.
Soalnya, lanjut Risal, karena kuburan leluhur rumpun kami yang berlokasi di Posi’, Panyura’, Kaburu Tangnga, Buntu Kunyi’, Karondang dan Lengke’ sekitarnya itu, menandakan bahwa lokasi-lokasi tersebut merupakan warisan tanah adat rumpun keluarga besar kami yang harus tetap dipertahankan.
Jadi hal (lokasi-lokasi tanah) itu, lebih lanjut ia menyampaikan, tentunya pula untuk diwariskan lebih lanjut kepada generasi kami. Sekaligus untuk dijadikan sebagai simbol kearifan lokal dalam merekatkan semangat kekeluargaan yang senantiasa menjunjung tinggi tatanan adat istiadat warisan leluhurnya tersebut.
Kendati demikian, tambahnya, namun kami juga tetap akan membuka ruang dialog dengan pihak PT Masmindo, selama itu bisa mengembalikan hak-hak agraris waisan adat leluhur kami yang diduga kuat telah dirampas para mafia tanah , untuk dicarikan solusinya lebih lanjut menurut tradisi adat istiadat kami.
“Jadi sangat perlu pula kami ingatkan lagi agar lokasi tanah rumpun keluarga kami yang belum dilakukan pengukuran, supaya tidak diukur dan dibuatkan lagi SPPT di atasnya tanpa terlebih dahulu mendapat persetujan dari pihak kami selaku Rumpun Keluarga Besar Masyarakat Kandeapi-Ranteballa,” pungkas Risal Palesang. (Redaksi)