Aktivis Pembela Arus Bawah Siap Berikan Advokasi Pendampingan Pihak Korban
Tabloid SAR – Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap dua pelajar yang lagi magang pada Kompleks Industri Smelter Nikel PT Bumi Mineral Sulawesi (BMS), nampaknya menuai polemik melalui pemberitaan sejumlah link media online.
Pasalnya, pihak terduga pelaku itu disebut-sebut merupakan karyawan atau staf HRD pada perusahaan yang berlokasi di Desa Karang-Karangan, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan tersebut.
Namun kedua pelajar magang diduga korban pelecehan itu, mengaku justru sangat merasa heran, sebab kenapa kasusnya ini sampai bisa bocor menjadi topik-topik pemberitaan sejumlah link media online. Padahal keduanya sama sekali tidak pernah merasa diwawancarai oleh pihak wartawan dari pers manapun.
Hal ini, sehingga disikapi oleh Site Manager PT BMS, Zulkarnain kepada media ini menyampaikan, pada hari ini, Sabtu (01/03-2025), jika pihak perusahaannya telah memecat karyawannya yang diduga kuat sebagai pelaku pelecehan seksual terhadap kedua pelajar yang sedang magang di perusahaannya ini.
“Karyawan itu kita sudah pecat, sebagai bentuk sanksi etik berat yang sangat tidak dapat ditoleransi pada perusahaan kami ini,” tuturnya.
Menurutnya, perusahaan kami menempuh langkah PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) atau pemecatan terhadap karyawan tersebut, mendasari pada ketentuan peraturan Kepmenaker No 88 tahun 2023.
“Kepmenaker ini adalah turunan dari UU No 12 tahun 2022. Yang mana, ketika Kepmenaker telah dilaksanakan, bukan berarti membatalkan sanksi secara hukum tentang Pidana Kekerasan Seksual,” tandas Zul, begitu salah satu jajaran management PT BMS ini akrab disapa.
Kalau soal penanganan hukum kasus ini, kata dia, maka itu merupakan urusan pihak kepolisian. Itu sama sekali bukan ranah perusahaan kami. Jadi sangat tidak fair mengenai adanya pemberitaan mendia online yang justru seolah sangat mendiskreditkan perusahaan kami, terkait kasus ini.
Lanjut Zul, kami bisa saja memfasilitasi pihak korban untuk mengadu ke pihak kepolisian. Namun kami sangat menghargai permintaan pihak korban dan keluarganya sendiri agar kasus ini ditutup, dengan alasan malu.
Dia lanjut mengemukakan, bahwa perusahaan kami sama sekali tidak pernah intervensi atas ditutupnya kasus ini. “Jadi dengan alasan malu itulah, sehingga pihak korban dan keluarganya sendiri yang meminta langsung, supaya kasus ini ditutup saja,” tandasnya.
Zul menilai bahwa sangat liar pemberitaan sejumlah link berita online terkait kasus ini. Soalnya tanpa terlebih dahulu menkonfirmasi pada pihak korban atau pihak keluarganya, tapi justru langsung di blow up menjadi komsumsi publik.
Sedangkan Aktivis Pembela Arus Bawah, Rahmat K Foxchy mengaku siap memberikan advokasi pendampingan pada pihak korban apabila diminta. “Ya, kita siap memberikan advokasi pendampingan proses penanganan hukumnya pada pihak kepolisian, apabila diminta oleh pihak korban dan keluarganya,” ujarnya saat dihubungi melalui handpone-nya ke Jakarta.
Aktivis LSM yang juga kerap disapa Bang Foxchy ini sangat mengapresiasi pihak management PT BMS telah mengambil langkah sanksi etis untuk memecat karyawannya yang diduga kuat sebagai pelaku pelecehan seksual tersebut.
Bang Foxchy mengemukakan, bahwa posisi korban pelecehan seksual sebagai pelajar magang sangat tidak ada korelasinya dengan kewajiban management PT BMS.
Hal itu sangat terpisah, kata dia, sebab tidak ada sama sekali kewajiban pihak perusahaan, untuk memperkarakan kasus ini secara hukum, walau korban lagi magang pada perusahaan itu.
“Jadi yang berhak mengadukan kasus ini ke pihak kepolisian itu adalah pihak korban sendiri atau pihak keluarganya,” terangnya.
Karyawan organik PT BMS saja, lanjutnya, jika menjadi korban dalam bentuk tidak pidana apapun, selama tidak ada hubungannya dengan kasus yang sifatnya merugikan perusahaan. Hal itupun juga tidak ada kewajiban pihak perusahaan untuk memperkarakannya secara hukum.
Lebih lanjut ia menjelaskan, kalaupun pihak perusahaan ingin memfasilitasi korban, untuk membantu memperkarakannya secara hukum. Hal itu hanya karena faktor empati terhadap kepedulian moral saja.
Menurut pegiat civil society (masyarakat sipil) yang juga akrab disapa Bang Ories ini, apabila korban ingin mempergunakan haknya untuk mencari rasa keadilan, korbannya itulah yang berhak mengadukan kasusnya secara hukum. “Kalau korbannya sendiri tidak ingin mempergunakan haknya itu, kan tidak juga harus dipaksakan,” ucapnya.
Karena korban kasus dugaan pelecehan seksual tersebut, sambungnya, sepertinya tidak ingin mempergunakan haknya secara hukum, dengan alasan malu. “Buat apa lagi iyah dipermasahlahkan, kalau korbannya sendiri yang tidak ingin keberatan secara hukum,” ungkapnya.
“Jadi tentunya sangat tidak obyektif kasus dugaan pelecehan seksual terhadap pelajar magang tersebut, sampai ditimpahkan pula permasalahannya kepada pihak PT BMS. Apalagi karyawannya yang diduga kuat sebagai pelaku itu juga sudah dipecat,” pungkasnya. (Herman)