Apabila Kasus Ini Kembali Diadukan ke Pihak APH Berwenang, Sangat Banyak yang Bisa Tersangkut Kasus Hukum
Tabloid SAR – Aktivis Pembela Arus Bawah, Rahmat K Foxchy rupanya tidak pernah kendor untuk memberikan advokasi pendampingan LSM kepada sejumlah rumpun keluarga masyarakat adat Ranteballa-Boneposi korban dugaan mafia tanah pembebasan lahan PT Masmindo Dwi Area.
Pegiat aktivis civil society (masyarakat sipil) yang satu ini, memang sangat dikenal gigih dan sama sekali tidak mengenal kata menyerah dalam menangani setiap kasus, walau itu sifatnya beresiko tinggi. Hal itulah, sehingga salah satu aktivis LSM asal Luwu tersebut, selama ini diketahui telah banyak mempidanakan para koruptor.
Pada gilirannya muncul istilah di lingkup Birokrasi Pemerintahan dan Institusi Aparat Penegak Hukum (APH), bahwa tinggal Tuhan yang tidak pernah dikirimi surat pengaduan oleh Bang Foxchy, begitu sapaan akrab Aktivis Pembela Arus Bawah tersebut.
Sehingga tidak sedikit pula pejabat yang mengemukakan, bahwa hati-hati jika menerima kiriman surat LSMnya Bang Foxchy. Jadi sebaiknya segera cari solusinya, supaya tidak meluncur lebih lanjut kepada pihak Institusi APH.
Karena sudah terbukti banyak kasus bersifat luar biasa (extra ordinary crime) telah berhasil dipidanakan para pelakuknya, seperti kasus korupsi termasuk kasus yang sifatnya berdimensi extra ordinary crime lainnya, antara lain di Luwu Raya dan Toraja serta daerah lainnya.
Fitri Nasir, salah satu mitra dampingan LSM Aktivis Pembela Arus Bawah, terkait kasus pembebasan lahan PT Masmindo, juga membenarkan bahwa Bang Foxchy sangat ditakuti Jenderal di Kantor Kemenko Polhukam.
“Bahkan salah seorang Jenderal di Kemenko Polhukam, mengaku sangat takut kepada Bang Foxchy, dengan alasan takut dimediakan, karena dirinya itu sebagai aktivis LSM dan suratnya juga ke mana-mana,” kata Fitri menirukan ungkapan Sang Jenderal tersebut.
Begitu pun pengakuan Hubay Sadimun, bahwa dirinya pernah diajak Bang Foxchy ke Mabes Polri, terkait dengan penanganan kasus pembebasan lahan PT Masmindo. “Saat di Mabes Polri, saya menyaksikan langsung Bang Foxchy berdebat tajam dengan salah satu perwira Polri berpangkat dua bunga. Saya sangat mengakui keberanian Bang Foxchy tersebut,” ungkap salah satu aktivis LSM yang juga sudah malang melintang berkiprah di Jakarta tersebut.
Padahal Aktivis Pembela Arus Bawah ini berperilaku sangat humble dan justru sama sekali tidak menunjukkan sosok aktivis LSM yang bersifat kontroversial. Akan tetapi, jika sudah menangani kasus sekalipun sifatnya beresiko tinggi, sepertinya tidak pernah mengenal rasa gentar dan tidak akan berhenti apabila targetnya belum tuntas penangannnya.
Tentunya berbagai pihak, khususnya di Luwu utamanya pihak rumpun keluarga masyarkat adat Ranteballa-Boneposi, sangat ingin mengetahui bahwa sudah seperti apa langkah-langkah penanganan advokasi pendampingan LSM yang telah dilakukan Aktivis Pembela Arus Bawah ini, terkait masifnya kasus dugaan mafia tanah pada pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo tersebut?
Kepada media ini Bang Foxchy menjelaskan, Alhamdulillah kita sudah menerima surat dari Bareskrim Polri, terkait masifnya kasus dugaan mafia tanah akibat dari pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo tersebut.
Adapun surat dari Bareskrim tersebut, kata dia, dikeluarkan oleh Kasubdit II Dittipidum Bareskrim Polri Nomor : B/113/XII/2023/Dittipidum tanggal 18 Desember 2023, perihal perkembangan pengaduan masyarakat.
“Jadi surat Kasubdit II Dittipidum Bareskrim Polri itu, sudah sangat dapat jadikan sebagai legal standing untuk mempidanakan lebih lanjut kasus dugaan mafia tanah akibat dari pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo tersebut,” tuturnya melalui wawancara eksklusif by telpon pada hari ini, Minggu (15/04-2024).
Mengenai adanya surat dari Bareskrim ini, kata Bang Foxchy lagi, hal tersebut merupakan hasil dari rangkaian penyelidikan pihak Penyidik Satgas Anti Mafia Tanah Bareskrim.
Lanjut ia menjelaskan, jadi adanya surat dari Bareskrim dimaksud, sebagai bentuk respon terhadap surat pengaduan LSM kita sebelumnya kepada Kapolri, Nomor : 040-DE/NGO-Arus Bawah/Agenda Berantas Mafia Tanah/2023 tanggal 15 September 2023, perihal melaporkan ulang atas masifnya kasus dugaan mafia tanah melalui pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo Dwi Area.
Sedangkan inti yang menjadi materi dalam surat Kasubdit II Dittipidum Bareskrim tersebut, bahwa berdasarkan hasil penyelidikan Satgas Anti Mafia Tanah. Sehingga pengaduan terhadap kasus pembebasan lahan PT Masmindo, terkait dengan dugaan peristiwa penyalahgunaan wewenang. Karena bukan merupakan kewenangan Satgas Anti Mafia Tanah, maka kasus ini dihentikan proses penyelidikannya.
Namun kita juga diberi petunjuk oleh pihak Penyidik Satgas Anti Mafia Tanah di Bareskrim, agar kasus ini diadukan kembali kepada Kapolri, supaya kasus ini dapat ditangani melalui Dittipidkor Bareskir, sebab sudah merupakan Tupoksi Dittipidkor untuk menangani proses hukum kasus penyalahgunaan wewenang tersebut.
Bang Foxchy mengaku sebenarnya surat Kasubdit II Dittipidum Bareskrim itu, kita sudah terima pada tanggal 18 Desember 2023. Akan tetapi dirinya belum menindaklajuti petunjuk dari Penyidik Satgas Anti Mafia Tanah di Bareskrim agar kasus ini diadukan kembali kepada Kapolri, supaya ditangani proses hukumnya melalui Dittipidkor.
Lanjut ia mengemukakan, jadi sampai saat ini, kita masih memilih untuk menunda sementra waktu mengadukan kembali kasus ini kepada Kapolri dan atau pihak Pimpinan APH lainnya yang berwenang.
“Ya, kita masih mengedepankan penanganan solusi melalui jalur nonlitigasi, dengan harapan kasus ini bisa ditempuh melalui pendekatan penanganan secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila pihak perusahaan dapat meresponsnya,” tutur pegiat aktivis anti korupsi tersebut.
Dirinya juga tidak menampik, jika kasus ini sudah pula ia adukan secara langsung kepada Presiden RI. Dia pun juga kembali mengadukan kasus ini kepada Menko Polhukam dan Menteri ATR/BPN. “Baru setelah pasca pencoblosan Pemilu Pilpres dan Pileg 2024, kita baru mengadukan langsung kasus ini kepada Presiden RI. Termasuk diadukan kembali kepada Menko Polhukam dan Menteri ATR/BPN,” tutur Bang Foxchy.
Alasannya, sebab dirinya masih terlebih dahulu menunggu situasi dan kondisi peta politik nasional di tengah masih berlangsungnya tahapan penyelenggaraan Pilpers dan Pileg, terlebih lagi menunggu siapa Paslon Capres terpilih. “Soalnya yang kita hadapi ini adalah salah satu group perusahaan raksasa,” tukasnya.
Bang Foxchy mengemukakan, tujuannya kasus pembebasan lahan PT Masmindo sampai diadukan langsung kepada Presiden RI. Dan juga kembali mengadukannya kepada Menko Polhukam dan Menteri ATR/BPN, supaya dapat menjadi perhatian secara serius, atas kemungkinannya bisa mendapat penanganan melalui jalur nonlitigasi.
Menurutnya, sebab kita sangat berharap Kepala Negara dan kedua Pimpinan Pemerintah Pusat itu, untuk sedapat mungkin mengambil langkah kebijakan terhadap masifnya kasus dugaan mafia tanah ini. Maksudnya, agar dapat ditangani melalui jalur nonlitigasi, dengan pendekatan musyawarah untuk mencapai mufakat. Hal itulah sehingga kita masih menunda untuk mengadukan kasus ini kembali kepada pihak APH Berwenang.
Tentunya kita sangat patut bersyukur, tutur Bang Foxchy, karena kasus ini sudah kembali menjadi perhatian penanganan di Kantor Kemenko Polhukam. “Sudah seperti apa progres penanganannya, kita tunggu saja perkembangannya lebih lanjut,” imbuhnya.
Lalu seperti apa pula timbulnya dugaan peristiwa penyalahgunaan wewenang pada kasus pembebasan lahan PT Masmindo tersebut?
Aktivis Pembela Arus Bawah ini lanjut menjelaskan secara gamlang mengenai surat Kasubdit II Dittipidum Bareskrim Polri tersebut, sangat dapat dijadikan sebagai kartu truf, untuk mempidanakan para pelaku mafia tanah terkait dengan pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo itu,
Sebab menurut prespektif hukum, lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa sangat tidak dibenarkan lagi untuk menerbitkan alas hak dalam bentuk jenis apapun di atas lahan yang sudah dibebani perizinan peruntukan kegiatan usaha menurut ketentuan perundang-undangan. Seperti salah satu contohnya lahan yang sudah ada izin peruntukan untuk kegiatan usaha pertambangan.
Karena menurut ketentuan perundang-undangan, kata Bang Ories, untuk kegiatan usaha pertambangan itukan terdiri dari beberapa tahapan perizinan. Untuk perizinan tahap pertama disebut IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi.
“Jadi sangat tidak dibenarkan lagi untuk menerbitkan alas hak dalam bentuk jenis apapun di atas lahan dari semenjak terbitnya IUPK Ekplorasi atau IUPK Ekplorasi, sebab tindakan seperti itu sudah merupakan suatu bentuk perbuatan melawan hukum,” tukasnya.
Kan sudah sangat jelas ditegaskan dalam Pasal 135 UU Minerba ini, yang berbunyi bahwa : Pemegang IUP Ekpolrasi atau IUPK Eksplorasi hanya dapat melakukan kegiatan setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah.
Bang Foxchy lalu mengatakan, berarti sebelum PT Masmindo melakukan tahapan kegiatan ekspolrasi, sudah ada dokumen persetujuan dari pemegang hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 UU Minerba itu. Jadi semestinya alas hak atau data dan dokumen administrasi kepemilikan lahan warga sebelum dilakukan kegiatan eksplorasi itulah yang seharusnya dijadikan sebagai acuan pendataan pembebasan lahan.
Namun sepertinya, sambungnya, pihak PT Masmindo dalam melakukan kegiatan pembebasan lahan, hanya berstandar pada ketentuan ayat 1 Pasal 136 UU Minerba dan Pasal 175 PP No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba. Padahal penerapan terhadap Pasal 136 UU Minerba dan Pasal 175 PP dimaksud, maka menurut ketentuan perundang-undangan ini sangat wajib untuk mengacu pada ketentuan Pasal 135 tersebut.
Lanjut Bang Foxchy mengemukakan, apalagi wilayah kontrak karya PT Masmindo itu status lahannya adalah Areal Penggunaan Lain atau APL atau bersifat tanah negara yang telah dibebani izin usahan pertambangan dalam bentuk IUPK, walau berada di dalam wilayah masyarakat adat.
“Jadi di sinilah letak titik krusialnya, terkait atas terjadinya dugaan peristiwa penyalahgunaan wewenang. Apalagi ada inidikasi kuat terjadi perekayasaan penerbitan SPPT pada lokasi yang sudah memiliki Izin Operasi Produksi, dengan cara memanipulasi data bidang-bidang tanah untuk dibayarkan melalui pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo tersebut,” bebernya.
APL itukan juga sifatnya adalah berstaus tanah negara, sambungnya, hanya saja dipinjam pakaikan kepada PT Masmindo untuk kegiatan usaha pertambangan. “Maka dari sisi ini pulalah, sehingga menjadi pintu masuknya peristiwa dugaan penyalahgunaan wewenang, terkait dengan pelaksanaan pembebasan lahan pada perusahaan pertambangan emas itu,” ungkap pegiat aktivis civil society yang juga kerab disapa Bang Ories ini.
Bang Ories lebih jaga menjelaskan, bahwa sangat perlu pula harus dipahami mengenai kedudukan tanah adat atau warisan hak-hak ulayat masyarakat adat atau dalam bentuk jenis istilah lainnya pada komunitas adat setempat. Hal mengenai lokasi tanah adat tersebut tetap dilindungi keberadaannya oleh negara, sekalipun itu berada di dalam kawasan hutan.
“Hal itu lho, sangat tegas dinyatakan oleh sejumlah Pasal dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Kemudian UU Kehutanan ini direview melalui Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 , menegaskan mengenai status hutan adat yang berada di wilayah adat adalah bukan lagi hutan negara,” terangnya.
Mungkin terdapat sejumlah kalangan mempertanyakan, bahwa dari segi mana letak potensi tindak pidana, terkait dengan pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo tersebut?
Jawab Bang Ories, jika menganalisa ketentuan perundang-undangan, terdapat sejumlah dugaan delik pidana yang sangat berpotensi untuk mengkumulasi kasus ini. Jadi dugaan peristiwa penyalahgunaan wewenang itu hanyalah bagian dari delik tindak pidana pada kasus ini, tapi sangat dapat dijadikan sebagai pintu masuk untuk mendalami lebih lanjut sejumlah indikasi tindak pidana lainnya, terkait kasus pelaksanaan pembebasan lahan tersebut.
Hal tersebut, lanjut ia mengemukakan, jadi sangat banyak yang bisa tersangkut kasus hukum apabila diadukan kembali kepada pihak APH berwenang. “Seperti salah satunya, semua pihak yang telah memperoleh harga pembayaran pembebasan lahan, dengan cara mempergunakan dokumen SPPT ilegal dan fiktif atau alas hak yang baru terbit pada lahan yang telah dibebani peruntukan IUPK,” paparnya.
Hanya saja LSM Pendamping masyarakat adat Ranteballa-Boneposi ini masih enggan menjelaskan lebih jauh, mengenai delik tidak pidana apa saja yang sifatnya berpotensi mengakumulasi kasus pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo ini. “Yah, surat Kasubdit II Dittipidum Bareskrim itu dululah, untuk sementara kita jadikan sebagai rujukan pembahasan melalui wawancara kita sekarang ini,” tandasnya.
Namun Bang Ories mengaku, masih menunda sementara waktu untuk mengadukan kembali kepada pihak APH berwenang, terkait kasus pembebasan lahan PT Masmindo yang diduga kuat sangat merugikan pihak rumpun keluarga masyarakat adat Ranteballa-Boneposi tersebut.
Saat ini kita masih menunggu perkembangan terlebih dahulu, tambahnya, seperti apa kebijakan penanganan atas surat pengaduan LSM kita yang baru-baru ini kita ajukan kepada Presiden RI beserta Menko Polhukam dan Menteri ATR/BPN itu.
“Jadi sampai saat ini, kita masih sangat mengedepankan penanganan solusi melalui jalur nonlitigasi, dengan harapan ada pencapaian mufakat secara musyawarah bersama pihak PT Masmindo,” kunci Aktivis Pembela Arus Bawah tersebut. (Tim Redaksi-Sottok/Made)