Oleh : Rahmat K Foxchy, Aktivis Pembela Arus Bawah/Pegiat Anti Korupsi
STATUS tersangka dugaan penyalahgunaan wewenang Kades (Kades) Ranteballa nonaktif, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, namun rupanya telah dibatalkan melalui putusan praperadilan Pengadilan Negeri Makassar Nomor : 10/Pid.pra/2024/Pn.Mks.
Tentunya banyak pihak sangat terhentak dan kecewa dengan hasil putusan praperadilan tersebut. Apalagi kasus itu, begitu santer memperoleh perhatian publik. Jadi itulah putusan hukum yang harus tetap dihormati, walau sangat terkesan bersifat kontroversial di mata publik tersebut.
Banyak pula kalangan mengemukakan, bahwa begitu malunya pihak penyidik Polres Luwu dan pihak Kejari Luwu atas dibatalkannya status tersangka Kades Ranteballa nonaktif tersebut. Alasannya, karena kasus dugaan penyalahgunaan wewenang yang menjerat Kades Ranteballa nonaktif ini, telah pula berstatus P21. Artinya sudah memenuhi syarat untuk disidangkan di pengadilan Tipidkor.
Kendati demikian, bahwa memenangkan suatu perkara melalui persidangan praperadilan, bukan berarti matinya penegakan supremasi hukum. Sebab tidak sedikit juga pihak yang telah berstatus tersangka dan berhasil memenangkan perkaranya melalui persidangan praperadilan. Setelah kasusnya kembali dibuka dan didalami lebih lanjut oleh pihak penyidik, pada gilirannya pula divonis bersalah oleh majelis hakim.
Seperti salah satu contohnya, kasus korupsi E-KTP yang menjerat terpidana mantan Ketua DPR-RI Setya Novanto. Mantan Ketua DPR-RI ini sempat memenangkan praperadilan melawan KPK. Namun kembali ditetapkan sebagai tersangka, kemudian politisi elit Partai Golkar ini justru divonis bersalah oleh pengadilan dengan hukuman penjara selama 15 tahun.
Jadi kita tidak perlu apreori atas batalnya status tersangka Kades Ranteballa nonaktif itu. Sebab, jika membaca materi pemberitaan media online terkait putusan praperadilan perkara ini, bahwa terdapat kesalahan prosedur hukum yang dilakukan penyidik, terkait dengan penetapan bersangkutan sebagai tersangka.
Berarti pihak penyidik masih sangat bisa menerbitkan Sprindik baru untuk membuka lagi langkah penyelidikan pada kasus ini, dengan cara memperbaiki kembali kesalahan prosedur hukum penetapan tersangka, untuk membawanya lebih lanjut kasus bersangkutan ke meja hijau.
Namun terlepas dari materi pemberitaan sejumlah media online atas dibatalkannya status tersangka Kades Ranteballa nonaktif itu. Akan tetapi pihak penyidik sangat dapat membuka kembali penanganan proses hukum kasus bersangkutan, dengan tidak harus terfokus hanya pada sebatas penanganan dugaan tindak pidana Punglinya saja tersebut.
Penerbitan SPPT dan atau SPOP Sebagai Sumber Akar Permasalahannya
Jika mencermati kasus dugaan tindak pidana Pungli Kades Ranteballa nonaktif ini, hanyalah salah satu modus operandi terkait dengan delik penyalahgunaan wewenang yang diduga kuat dilakukan bersangkutan tersebut.
Untuk mengungkap dugaan penyalahgunaan wewenang bersangkutan, pihak penyidik mestinya masuk untuk mendalami lebih lanjut kasus penerbitan alas hak atau semacam Surat Pernyataan Penguasaan Tanah (SPPT) dan atau Surat Penerbitan Obyek Pajak (SPOP) serta dokumen terkait lainnya yang telah digunakan sebagai syarat administrasi, untuk menerima harga pembayaran kompensasi lahan dari pihak PT. Masmindo Dwi Area.
Soalnya, itulah sebagai sumber akar permasalahannya, sebab surat-surat dokumen kepemilikan tanah dimaksud diterbitkan di dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT. Masmindo Dwi Area yang lahannya bersatus kawasan lahan Areal Penggunaan Lain (APL).
Pasalnya, menurut pihak instansi kehutanan bahwa wilayah kontrak karya atau WIUP PT. Masmindo Dwi Area adalah berstatus kawasan APL. Kemudian dipinjampakaikan kepada perusahaan pertambangan emas ini, untuk dijadikan sebagai wilayah kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan masa kontrak yang telah ditentukan sampai pada tahun 2050.
Adapun kawasan APL ini adalah juga bersatus tanah negara di luar kawasan hutan tapi tetap dalam pengawasan pihak instansi kehutanan. Walaupun telah dipinjampakaikan oleh negara untuk lokasi WIUP, tapi sama sekali tidak mengubah status lokasi lahan ini sebagai kawasan APL.
Jadi untuk memastikan lebih lanjut, bahwa lokasi WIUP PT. Masmindo Dwi Area itu adalah sifatnya bersatus kawasan APL. Sehingga pihak penyidik dapat meminta keterangan pada pihak instansi kehutanan berkompeten sebagai saksi ahli.
Bahwa menurut perspektif hukum, sudah sangat tidak lagi dibenarkan untuk menerbitkan alas hak dan atau surat-surat keterangan kepemilikan/pengusanaan tanah dalam bentuk jenis apapun, seperti contohnya SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait lainnya pada lokasi tanah yang sudah dibebani izin peruntukan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Salah satu contohnya, seperti pada lahan yang sudah ditetapkan perundang-undangan untuk menjadi lokasi WIUP. Terlebih lagi lokasi WIUP itu berada di dalam kawasan APL. Apalagi sudah pula ditetapkan menjadi wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (UIPK) Eksplotasi atau wilayah Izin Operasi Produksi (IOP).
Hal ini, sehingga merupakan suatu bentuk perbuatan melawan hukum dan atau dapat dipidana pemalsuan surat, apabila masih saja terdapat pihak-pihak yang menerbitkan alas hak dan atau surat-surat kepemilikan/pengusanaan tanah dalam bentuk jenis apapun pada lokasi tanah yang sudah menjadi wilayah IUPK atau wilayah IOP tersebut.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam Pasal 135 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), berbunyi : bahwa : Pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah.
Jika menyimak bunyi Pasal 135 UU Minerba dimaksud, maka sudah tidak lagi dibenarkan untuk menerbitkan alas hak dalam bentuk jenis apapun atau semacam SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait lainnya dari semenjak PT. Masmindo Dwi Area memperoleh IUPK Eksplorasi. Sedangkan perusahaan pertambangan emas ini telah memiliki IUPK Eksplotasi atau wilayah IOP sejak tahun 2018.
Untuk diketahui pula, bahwa PT. Masmindo Dwi Area merupakan perusahaan pertambangan emas yang sifatnya berstatus kontrak karya sejak tahun 1998. Namun akibat tuntutan pergerakan reformasi, menyebabkan ketentuan kontrak karya dikonversi ke dalam bentuk IUPK sebagaimana dimaksud dalam UU Minerba tersebut.
Apalagi SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait lainnya tersebut baru diterbitkan pada tahun 2022/2023. Diduga kuat diterbitkan dengan cara merekayasa data nama-nama kepemilikan lahan. Sekaligus terjadi pula indikasi pemanipulasian data terhadap bidang-bidang tanah yang telah dibayarkan kompensasi lahannya oleh pihak PT. Masmindo Dwi Area.
Seyogyanya pula diinformasikan, bahwa sudah terdapat yurisprudensi putusan pengadilan, terkait dengan kasus jual beli lahan dalam kawasan APL yang telah menjerat beberapa Kades di sejumlah daerah. Akibat menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri dan orang lain, lantaran memperjual belikan bidang-bidang tanah pada lahan yang sifatnya berstatus APL.
Hal ini, sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman bagi pihak penyidik untuk kembali membuka kasus dugaan penyalahgunaan wewenang Kades Ranteballa nonaktif. Karena kasus jual beli lahan APL yang telah menjerat beberapa Kades di sejumlah daerah lainnya itu, sebab modus operadinya juga sangat berkesesuaian dengan kasus jual beli lahan pada lahan di dalam kawasan APL yang sudah menjadi wilayah IUPK atau wilayah IOP PT. Masmindo Dwi Area ini.
Jadi sangat tidak ada alasan bagi pihak penyidik untuk tidak membuka kembali perkara dugaan penyalahgunaan wewenang Kades Ranteballa nonaktif. Untuk lebih lanjut melakukan pendalaman penyelidikan terhadap kasus penerbitan SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait lainnya di dalam wilayah IUPK atau wilayah IOP yang sifatnya berstatus kasawan APL tersebut.
Karena memperjualbelikan kawasan APL, sudah sangat jelas merupakan bentuk perbuatan merugikan negara dan sangat dapat dijerat dengan tidak pidana penyalahgunaan wewenang. Sebab kawasan APL itu juga merupakan tanah negara, selama belum dikonversi untuk menjadi kawasan pemukiman dan atau dikonversi menjadi lahan pertanian masyarakat menurut ketentuan peraturan regulasi yang berlaku.
Hal itu, maka pihak penyidik sangat diharapkan untuk membuka kembali proses hukum kasus Kades Ranteballa nonaktif. Karena akar permasalahannya yang sebenarnya, berawal pada praktik-praktik penerbitan SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait lainnya yang sangat disinyalir kuat palsu atau bersifat ilegal dan fiktif. Akibat diterbitkan di dalam wilayah IUPK atau IOP yang lahannya adalah sifatnya berstatus kawasan APL tersebut.
Perlunya Pihak Penyidik Mengusut Kasus Dugaan Gratifikasi Tanah dalam Wilayah IUPK atau Wilayah IOP
Apabila mengacu pada ketentuan perundang-undangan, bahwa menerbitkan alas hak atau semacam SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait lainnya di dalam wilayah IUPK atau wilayah IOP yang belum berakhir masa berlakunya.
Hal tersebut, tentunya sudah merupakan suatu bentuk penyalahgunaan wewenang yang diduga kuat dilakukan oleh Kades Ranteballa nonaktif. Apalagi kententuan kontrak wilayah IUPK atau wilayah IOP PT. Masmindo Dwi Area ini berlaku sampai pada tahun 2050 mendatang.
Jika pihak PT. Masmindo Dwi Area sendiri sama sekali tidak keberatan atas terbitnya surat-surat dokumen yang dingerai palsu dimaksud di dalam wilayah IUPK atau wilayah IOP-nya tersebut. Boleh jadi terdapat persekongkolan dengan petinggi tertentu yang memiliki otoritas kuat dalam jajaran management PT. Masmindo Dwi Area tersebut. Bahkan sangat mungkin pula diduga turut bermain sebagai mafia tanah untuk ikut menggerogoti keuangan perusahaannya sendiri demi memperoleh keuntungan secara pribadi.
Karena sudah menjadi dalil hukum, bahwa merupakan suatu bentuk perbuatan tindak pidana bagi pihak-pihak yang masih saja menerbitkan alas hak dalam bentuk jenis apapun di dalam lokasi tanah yang sudah diperuntukkan sebagai wilayah IUP atau wilayah IUPK. Apalagi PT. Masmindo Dwi Area ini telah memiliki IOP, bahkan disebut-sebut sudah pula mengantongi Izin Konstruksi.
Sekaligus merupakan suatu bentuk pelanggaran serius terhadap ketentuan perundang-undangan yang dilakukan pihak PT. Masmindo Dwi Area yang telah melakukan pembayaran kompensasi lahan yang surat-surat dokumen administrasi kepemilikannya yang baru diterbitkan di dalam wilayah IUPK atau wilayah IOP tersebut. Sebab surat-surat dokumen semacam ini, sudah sangat jelas terindikasi kuat palsu atau bersifat ilegal dan fiktif.
Padahal lahan yang semestinya dibayarkan kompensasinya oleh pihak PT. Masmindo Dwi Area adalah bidang-bidang tanah yang sudah beralas hak, sebelum pelaksanaan kegiatan eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 UU Minerba tersebut.
Jadi terdapat indikasi kuat bahwa pembagian bidang-bidang tanah di dalam wilayah IUPK atau wilayah IOP, dengan cara menerbitkan SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait lainnya yang sangat disinyalir kuat palsu atau bersifat ilegal dan fiktif.
Sehingga sangat mungkin hal itu merupakan semacam hadiah dalam bentuk gratifikasi, untuk diberikan kepada beberapa Kades lainnya, ASN/PNS atau aparat lainnya sampai pada tingkat pejabat dan anggota DPRD di tingkat Kabupaten Luwu.
Adapun modus operandi gratifikasi dalam bentuk perolehan bidang-bidang tanah tersebut, yakni menerbitkan SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait lainnya dengan cara melawan hukum di dalam wilayah IUPK atau wilayah IOP. Kemudian kembali dinilai dengan uang oleh pihak PT. Masmindo Dwi Area dalam bentuk kompensasi harga pembayaran lahan.
Sementara daftar nama-nama warga yang memperoleh bidang-bidang tanah di dalam wilayah IUPK dimaksud, diduga kuat hanya dijadikan sebagai formalitas untuk menutupi terjadinya dugaan peristiwa tindak pidana yang sebenarnya, atas penerbitan SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait lainnya yang sangat disinyalir kuat palsu atau bersifat ilegal dan fiktif tersebut.
Untuk itu, maka perlunya pula pihak penyidik mengusut kasus dugaan gratifikasi tanah dalam wilayah IUPK atau wilayah IOP PT. Masmindo Dwi Area, terkait dengan harga pembayaran kompensasi lahan yang diterima oleh Kades Ranteballa nonaktif. Jika yang dipergunakan itu adalah alas hak atau SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait lainnya yang baru diterbitkan tahun 2022/2023. Boleh jadi hal itu sangat terkait dengan kasus dugaan pemberian gratifikasi tanah.
Namun jika alas hak atau surat-surat dokumen administrasi kepemilikan tanah yang telah terbit sebelumnya, tapi lahan tersebut sudah menjadi wilayah IUPK. Bersangkutan sangat patut diduga kuat telah mempergunakan surat palsu dan tentu pula sangat dapat dipidanakan menurut ketentuan hukum yang berlaku.
Akan tetapi bila alas hak dimaksud sama sekali tidak terkait dengan kasus dugaan gratifikasi, sehingga bersangkutan tentunya sangat dapat diproses secara hukum menurut ketentuan tindak pidana penyalahgunaan wewenang, karena jabatannya sebagai Kades.
Bahwa dalam mengungkap dugaan keterlibatan Kades Ranteballa nonaktif terkait kasus penerbitan SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait lainnya yang sangat disinyalir kuat palsu atau bersifat ilegal dan fiktif tersebut. Tentunya pihak penyidik akan semakin memperkuat posisi hukumnya untuk kembali mentersangkakan bersangkutan tersebut.
Sejumlah Pihak Bisa Turut Dijadikan Sebagai Tersangka
Untuk informasi, bahwa masifnya kasus dugaan mafia tanah pada pelaksanaan pembebasan lahan PT. Masmindo Dwi Area ini, telah pula dipresentasikan oleh penulis baik di Kantor Menko Polhukam maupun pada Satgas Anti Mafia Tanah Bareskrim Polri dan Kantor Kemenkumham. Sebagai bentuk tindak lanjut dari pengaduan Aktivis Pembela Arus Bawah sebelumnya.
Saat penulis pempersentasikan kasus ini di hadapan Pokja Intel Satgas Saber Pungli Pusat di Kantor Kemenko Polhukam. Maka ditarik benang merah, bahwa kasus penerbitan SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait lainnnya di dalam wilayah IUPK atau wilayah IOP adalah suatu bentuk perbuatan penyalahgunaan wewenang yang telah diduga kuat dilakukan oleh Kades dan Camat. Terlebih lagi wilayah IUPK atau wilayah IOP PT. Masmindo Dwi Area merupakan kawasan APL.
Bahkan sudah terdapat pula saksi yang telah dimintai keterangannya oleh pihak Kemenko Polhukam, tapi justru tidak mengetahui di mana lokasi tanah dan berbatasan dengan apa dan siapa saja lokasi tanah yang telah dibuatkan SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait lainnya.
Namun ironisnya, saksi tersebut justru mengaku hanya diberikan surat-surat dokumen tanah tersebut oleh Kades, dengan sama sekali tidak mengetahui di nama letak lokasi tanah dan batas-batasnya yang telah ia diterima harga pembayaran kompensasi lahannnya dari pihak PT. Masmindo Dwi Area.
Demikian halnya, ketika penulis mempresentasikan kasus ini pada Satgas Anti Mafia Tanah Bareskrim Polri. Bahwa kasus jual beli tanah di dalam kawasan APL apalagi sudah menjadi wilayah IUPK atau wilayah IOP, sudah merupakan suatu bentuk peristiwa dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat yang menerbitkan SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait lainnya tersebut.
Namun karena pihak Satgas Anti Mafia Tanah Bareskrim Polri tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, terkait dengan kasus terjadinya peristiwa penyalahgunaan wewenang. Kemudian pihak Satgas Anti Mafia Tanah Bareskrim Polri, lalu menyarankan agar kasus ini diadukan ulang pada pihak APH yang berkewenangan menangani kasus dugaan peristiwa penyalahgunaan wewenang, terkait dengan kasus pembayaran kompensasi lahan dari pihak PT. Masmindo Dwi Area.
Jadi terkait dengan hasil presentasi kasus ini pada Satgas Anti Mafia Tanah Bareskrim Polri tersebut, sehingga Kasubdit II Dittipidum Bareskrim Polri mengeluarkan Surat Nomor : B/113/XII/2023/Dittipidum tanggal 18 Desember 2023, perihal perkembangan penanganan pengaduan masyarakat.
Begitupun halnya saat penulis mempresentasikan kasus ini di Kantor Kemenkum HAM. Bahkan pihak Kemenkum HAM justru sudah mem-follow up lebih lanjut kasus pembayaran kompensasi lahan yang sangat diduga kuat melanaggar hukum dilakukan pihak PT. Masmindo Dwi Area ini. Sementara menurut bocoran, bahwa kasus tersebut akan segara pula dipidanakan oleh pihak Owner perusahaan pertambangan emas ini, untuk segera membentuk Team Legal crime of Investagation.
Kembali pada pembatalan putusan praperadilan terhadap status tersangka Kades Ranteballa nonaktif tersebut. Apabila memperhatikan posisi status hukum tersangka, sehingga kasus inipun dapat pula diambil alih proses penanganan hukumnya oleh pihak Kajari Luwu, sebab pembatalan status tersangka terhadap Kades Ranteballa nonaktif itu adalah sudah berstatus P21.
Akan tetapi demi tanggungjawab moral dan pertaruhan reputasi institusi Polri yang Presisi di mata publik, maka sebaiknyalah pihak Penyidik Tipikor Polres Luwu yang harusnya kembali membuka langkah penyelidikan terhadap kasus dugaan penyalahgunaan wewenang Kades Ranteballa nonaktif ini.
Sekaligus lebih mencermati kesalahan prosedur hukum tehadap penetapan tersangka sebagaimana dimaksud dalam materi putusan praperadilan tersebut. Karena bukan hanya faktor kasus dugaan Pungli sampai menyebabkan tersangka terlepas dari jeratan hukum melalui putusan hakim praperadilan tersebut.
Apabila pihak penyidik masuk untuk mendalami lebih lanjut kasus dugaan pembuatan SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait yang sangat disinyalir paslu atau ilegal dan fiktif, sebagaimana yang diterbitkan dalam wilayah IUPK atau wilayah IOP pada lahan yang sifatnya berstatus APL itu. Maka hal tersebut, tentunya juga sangat bisa menyeret saksi Yuder dan Asis Sangga untuk juga turut ditetapkan sebagai tersangka.
Alasan sangat bisanya saksi Yuder dan Asis Sangga beserta pihak-pihak lainnya yang telah menerima harga pembayaran kompensasi lahan dari pihak PT. Masmindo Dwi Area. Lantaran mereka diduga kuat juga mempergunakan SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait yang sangat disinyalir paslu atau ilegal dan fiktif, akibat diterbitkan dalam wilayah IUPK atau wilayah IOP yang lahannya berstatus APL tersebut.
Adapun pihak-pihak lainnya yang sangat bisa untuk turut dijadikan sebagai tersangka dimaksud, seperti antara lain camat dan mantan camat beserta pihak-pihal lainnya. Karena selain membuat/menerbitkan surat-surat dokumen kepemilikan tanah yang disinyalir palsu melalui dugaan praktik-praktik penyalahgunaan wewenang. Namun juga mempergunakan dokumen dimaksud, untuk bertujuan memperkaya diri dan orang lain, dengan cara memperoleh harga pembayaran kompensasi lahan dari pihak PT. Masmindo Dwi Area.
Bahwa karena diduga kuat akar permasalahyannya adalah terkait dengan dugaan penerbitan SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait lainnya di dalam wilayah IUPK atau wilayah IOP yang sifat lahannya berstatus kasawan APL.
Jika indikasi modus operandi ini yang dijadikan sebagai titik tolak pihak penyidik untuk kembali membuka kasus dugaan penyalahgunaan wewenang Kades Ranteballa nonaktif, sehingga sangat dapat pula berpotesi menyerat pihak-pihak lainya untuk juga ditetapkan sebagai tersangka.
Sangat Dapat Mengakumulasi Sejumlah Delik Tindak Pidana
Bahwa jika memang pembatalan status tersangka Kades Ranteballa nonaktif oleh putusan hakim praperadilan, akibat karena faktor penyidik melakukan kesalahan prosedur hukum sebagaimana dimaksud dalam materi pemberitaan sejumlah media online.
Kita pikir hal itu bukanlah perkara sulit bagi pihak penyidik untuk kembali mentersangkakan Kades Ranteballa nonaktif berteman. Akan tetapi untuk lebih menguatkan lagi posisi hukum pihak penyidik dalam membuka kembali kasus ini.
Jadi sebaiknya pihak penyidik bertitik tolak pada pendalaman kasus dugaan penerbitan surat-surat dokumen kepemilikan tanah yang telah dipergunakan untuk memperoleh harga pembayaran kompensasi lahan dari pihak PT. Masmindo Dwi Area tersebut.
Soalnya, terjadinya kasus dugaan peristiwa Pungli Kades Ranteballa nonaktif yang status tersangkanya telah dibatalkan hakim praperadilan tersebut. Akibat dilatar belakangi oleh kasus dugaan pemalsuan SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait lainnya yang sangat disinyalir kuat palsu atau bersifat ilegal dan fiktif diterbitkan dalam wilayah IUPK atau wilayah IOP pada lahan berstatus kasawan APL.
Apabila penanganan kasus ini mendapat pendalaman penyidikan untuk dikembangkan proses hukumnya lebih lanjut, maka yang terungkap tidak hanya dugaan peristiwa penyalahgunaan wewenang dalam bentuk modus operandi dalam bentuk delik tindak pidana Pungli saja, tapi juga sangat dapat mengakumulasi timbulnya delik tindak pidana pemalsuan surat dan gratifikasi tanah.
Bahkan dugaan modus operandi tindak pidana Punglinya pun juga sangat berpotensi akan dapat lebih berkembang, sebab banyak pula pihak sangat disinyalir kuat menjadi korban Pungli. Akibat diduga kuat cukup banyak menerbitkan SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait lainnya yang sangat disinyalir kuat palsu atau bersifat ilegal dan fiktif pada lokasi wilayah IUPK atau wilayah IOP tersebut.
Bahwa adapun terjadinya dugaan modus operandi terkait dengan delik tindak pidana pemalsuan surat, sebab SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait lainnya yang sangat disinyalir kuat palsu atau bersifat ilegal dan fiktif tersebut, diterbitkan di dalam wilayah IUPK ataui wilayah IOP yang lahannya berstatus kasawan APL.
Adapun dugaan modus operandi terkait dengan delik pidana gratifikasi tanah, lantaran disinyalir kuat menerima pembagian sejumlah bidang tanah dari pihak PT. Masmindo Dwi Area. Karena lokasi tanah dimaksud sudah berada di dalam wilayah IUPK atau wilayah IOP PT. Masindo Dwi Area itu sendiri.
Sedangkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan, bahwa sudah sangat tidak dibenarkan lagi untuk membagi-bagikan bidang-bidang tanah, dengan cara menerbitkan lagi alas hak baru dalam bentuk jenis apapun atau semacam surat keterangan tanah baru seperti SPPT dan atau SPOP di dalam wilayah IUPK atau wilayah IOP.
Namun kecuali bidang-bidang tanah yang sudah memiliki alas hak yang bersifat shahih sebelum terbitnya IUPK Eksplorasi, seharusnya lahan itulah yang dibayarkan harga kompensasinya oleh pihak PT. Masmindo Dwi Area.
Akan tetapi Kades Ranteballa nonaktif ini, selain diduga kuat membagi-bagikan bidang-bidang tanah kepada beberapa pihak. Tetapi dirinya pun juga sangat disinyalir kuat memperoleh sejumlah bidang tanah di dalam wilayah IUPK atau wilayah IOP tersebut.
Kemudian bidang-bidang tanah yang diperolehnya itu sendiri, lalu juga dibuatkan SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait lainnya yang sangat disinyalir kuat palsu atau bersifat ilegal dan fiktif. Untuk kembali ditransaksikan dalam bentuk harga pembayaran kompensasi lahan kepada pihak PT. Masmindo Dwi Area.
Hal tersebut, sehingga sangat patut disebut sebagai bentuk dugaan tindak pidana gratifikasi tanah. Jadi pihak penyidik sudah semestinya pula mengusut kasus dugaan transaksional gratifikasi tanah Kades Ranteballa nonaktif ini. Untuk lebih memperkuat posisi hukum pihak penyidik dalam mentersangkakan kembali yang bersangkutan.
Selain itu, maka diduga pula menyalahgunakan wewenang terhadap ketentuan UU Minerba. Sebab menerbitkan alas hak berupa SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait lainnya yang sangat disinyalir kuat palsu atau bersifat ilegal dan fiktif di dalam IUPK atau wilayah IOP. Sehingga juga sangat memungkinkan untuk dapat dijerat tindak pidana pertambangan.
Bahkan sangat mungkin pula mengakumulasi kasus tindak pidana money laundry atau pencucian uang. Sebab uang yang sangat disinyalir diperoleh dengan cara-cara melawan hukum tersebut, seperti diduga diperoleh melalui prakik-praktik Pungli/suap dan atau penjualan tanah sifatnya berdokumen palsu, terkait dengan dugaan penerbitan SPPT dan atau SPOP serta dokumen terkait lainnya di dalam lokasi yang sudah menjadi wilayah IUPK atau wilayah IOP.
Untuk kemudian uang yang sangat disinyalir diperoleh dengan cara-cara melawan hukum tersebut, lalu disamarkan dalam bentuk pemidahan bukuan kepada beberapa nomor rekening bank, atau disimpan dalam bentuk deposito dan atau diinvestasikan dalam bentuk barang bergerak dan barang tidak bergerak.
Apabila menyimak berita sejumlah media online yang merilis pembatalan tersangka Kades Ranteballa nonaktif ini. Sepertinya terdapat saksi yang mengemukakan dalam persidangan praperadilan, mengaku bahwa uang yang ditransfer ke nomor rekening Kades Ranteballa nonaktif tersebut, berupa titipan untuk salah satu karyawaran PT. Masmindo Dwi Area.
Hal ini, maka sudah ada indikasi mens rea sebagai petunjuk terjadinya peristiwa dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sehingga pihak penyidik sangat diharapkan pula untuk juga mendalami lebih lanjut indikasi kasus pencucian uang pada transaksi pembayaran kompensasi harga lahan yang diduga kuat melibatkan Kades Ranteballa nonaktif menurut ketentuan UU TPPU tersebut.
Jadi tindakan semacam itu, sudah merupakan perbuatan melawan hukum yang sudah sangat patut untuk dipidanakan, dengan delik tindak pidana penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan UU Tipidkor junto tindak pidana pertambangan dan junto tindak pidana pencucian uang.
Bahwa negara tidak harus kalah dengan pihak-pihak yang diduga kuat sebagai pelaku mafia tanah. Apalagi Presiden RI Joko Widodo dengan tegas telah menginstruksikan pemberantasan terhadap mafia tanah. Terlebih lagi sudah terdapat sejumlah kasus mafia tanah telah ditindak menurut ketentuan hukum yang berlaku.
Hal itulah, sehingga merupakan sebuah harapan agar pihak penyidik untuk membuka kembali kasus dugaan penyalahgunaan wewenang Kades Ranteballa Nonaktif, dengan lebih melakukan pendalaman penyelidikan lebih lanjut terhadap penerimaan harga pembayaran kompensasi lahan dari PT. Masmindo Dwi Area tersebut. (*****)