Tabloid SAR – Pihak Polres Luwu dalam waktu dekat ini akan segera menerbitkan Sprindik baru, untuk kembali membuka proses hukum kasus dugaan korupsi Kepala Desa (Kades) Ranteballa nonaktif tersebut.
Adapun perkara dimaksud, terkait dengan kasus dugaan Pungli Surat Penerbitan Obyek Pajak (SPOP) sampai mencapai Rp 300 jutaan pada pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo Dwi Area di Desa Ranteballa, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan.
Pada perkara ini sebelumnya, Kades Ranteballa nonaktif ditetapkan sebagai tersangka. Namun status tersangkanya dibatalkan oleh putusan praperadilan Pengadilan Negeri Makassar beberapa waktu lalu. Lantaran pihak penyidik Tipidkor Polres Luwu disebut melakukan kesalahan prosedur dalam menetapkan tersangka terhadap bersangkutan.
Sesuai bocoran yang diterima media ini, bahwa pihak Polres Luwu dalam waktu dekat ini akan segara kembali membuka kasus dugaan korupsi Kades Ranteballa nonaktif, selepas status tersangkanya yang sempat dibatalkan oleh putusan praperadilan.
“Ya, dalam waktu dekat ini akan diterbitkan Sprindik baru kasus dugaan korupsi Kades Ranteballa nonaktif tersebut,” ungkap sumber resmi media ini, minta agar tidak dimediakan identitasnya.
Hal tersebut dibenarkan oleh Kasat Reskrim Polres Luwu, AKP Muh Saleh saat dikonfirmasi melalui nomor whatshappnya pada hari ini, Rabu (24/07-2024). Izin konfirmasi komandan, apa benar kasus dugaan korupi Kades Ranteballa nonaktif akan diterbitkan Sprindiknya kembali? “Insya Allah pak,” jawabnya singkat.
Pihak Aktivis Pembela Arus Bawah sangat mengapresiasi atas adanya langkah pihak Polres Luwu untuk kembali membuka proses hukum kasus tersebut. Adapun apresiasi ini, disampaikan oleh William Marthom SH, selaku Koordinator Hukum dan HAM Aktivis Pembela Arus Bawah.
Menurutnya, maka dengan diterbitkannya Sprindik baru terkait dengan kasus ini, menandakan bahwa bukan berarti penegakan supremasi hukum di Polres Luwu telah mati.
Kata William, LSM kami tentunya berharap pada pihak penyidik agar tidak terpaku pada dugaan Pungli SPOP-nya saja. Karena pada dasarnya berbagai akumulasi kasus dugaan tindak pidana lainnya yang juga dapat menjerat Kades Ranteballa nonaktif itu.
Misalnya, seperti kasus dugaan tindak pidana penyalahgunaan wewenang dengan modus operandi penerbitan surat palsu SPPT (Surat Pernyataan Penguasaan Tanah) dan dokumen terkait lainnya, kasus dugaan gratifikasi tanah, kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atau money laundry. Bahkan dapat pula dijerat dengan kasus dugaan tindak pidana pertambangan.
William lanjut menyampaikan, untuk lebih jelasnya sebaiknya baca secara tuntas tulisan Bang Foxchy pada website Tabloid SAR : www.newstabloidsar.com dengan judul : Legal Opinion : Praperadilan Batalkan Status Tersangka Kades Ranteballa Nonaktif, Bukan Berarti Matinya Penegakan Supremasi Hukum. “Caranya klik google, ketik tabloid SAR, cari judul legal opinion ini,” tukasnya.
Menurutnya, adapun mengenai legal opinion tersebut, telah dibaca banyak praktisi hukum, diantaranya sejumlah jaksa. Bahkan justru mendapat apresiasi dari Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Selatan, dengan tanda mengacungkan dua jempol melalui nomor whatshapp redaksi media ini.
Kata aktivis LSM yang juga berprofesi sebagai jurnalis ini, apabila pihak Penyidik Polres Luwu dapat melakukan pengembangan dan pendalaman penyelidikan lebih lanjut terhadap berbagai akumulasi kasus dugaan tindak pidana dimaksud tadi.
Hal tersebut, maka tidak hanya menjerat kembali Kades Ranteballa nonaktif, tapi juga sangat dapat menjerat Yuder dan Asis Sangga untuk juga ditetapkan sebagai tersangka, walau pada perkara sebelumnya berstatus sebagai saksi.
Soalnya, kata dia lagi, sebab suatu lokasi yang sudah ditetapkan menjadi wilayah tambang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan, maka tidak lagi dibenarkan untuk menerbitkan alas hak atau surat keterangan tanah dalam bentuk jenis apapun di dalam wilayah sudah ada izin tambangnya.
Ia pun mencontohkan, seperti salah satunya SPPT itu. Karena sudah merupakan suatu bentuk perbuatan tindak pidana, apabila masih saja terjadi penerbitan SPPT atau surat keterangan tanah jenis lainnya di dalam wilayah yang sudah ada izin pertambangan.
Lanjut William, Kades atau pejabat pemerintah yang menerbitkan surat keterangan tanah semacam ini, maka dapat dipidana dengan delik tindak pidana penyalahgunaan wewenang, dengan modus operandi dugaan pemalsuan surat. Begitupun halnya bagi pihak-pihak yang mempergunakan SPPT tersebut dapat pula dijerat dengan delik pidana surat palsu, karena diterbitkan di dalam wilayah IUP.
Padahal menurut ketentuan hukum, tutur salah satu aktivis Serikat Rakyat Miskin Demokratik (SRMD) ini, bahwa alas hak atau surat keterangan tanah yang harusnya dibayarkan harga kompensasi lahannya yang sudah terbit sebelum lokasi itu ditetapkan menjadi wilayah IUP Eksplorasi.
Dia pun mengemukakan, apalagi sudah sangat tegas ketentuannya dalam Pasal 135 UU Minerba yang berbunyi, bahwa Pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah.
“Berarti bidang-bidang tanah yang alas haknya atau surat keterangan tanahnya yang terbit sebelum pelaksanaan kegiatan eksplorasi yang harusnya dibayarkan harga kompensasi lahannya oleh pihak PT Masmindo,” beber aktivis yang juga kerap disapa Zottok ini.
Terlebih lagi, kata Zottok lagi, wilayah Desa Ranteballa itu sudah menjadi wilayah IOP (Izin Operasi Produksi) PT Masmindo, semakin mempertegas bahwa telah terjadi perbuatan melawan hukum berupa tindak pidana pemalsuan penerbitan SPPT di dalam wilayah IOP PT Masmindo tersebut.
Hal tersebut, lanjut ia menyampaikan, sehingga sangat bisa juga dijerat dengan tindak pidana gratifikasi tanah. Dengan alasan, sebab sudah sangat tidak dibenarkan untuk membagi-bagikan bidang tanah di dalam wilayah tambang yang statusnya sudah memiliki perizinan legal.
Lanjut ia menjelaskan, Kades atau pejabat/aparat pemerintah yang menerima harga kompensasi lahan yang surat keterangan tanahnya justru diterbitkan di dalam wilayah tambang yang sudah memiliki perizinan tambang secara legal, sehingga bisa juga disebut sebagai bentuk hadiah gratifikasi.
“Jadi Kades Ranteballa, apabila turut menerima harga pembayaran kompensasi lahan dengan cara mempergunakan SPPT seperti ini, maka juga sangat dapat dijerat dengan tindak pidana gratifikasi,” tuturnya.
Salah satu aktivis yang juga sangat dikenal vokal ini lalu menyampaikan, sehingga tidak tertutup kemungkiannnya untuk dapat dijerat dengan kasus dugaan money laundry. “Bahkan dapat pula dijerat dengan kasus dugaan tindak pidana pertambangan, sebab mentraksaksikan lahan yang sudah memiliki perizinan tambang bersifat legal,” terangnya.
Pihak penyidik, lanjut ia mengemukakan, tinggal bagaimana melakukan pengembangan dan pendalaman penyelidikan lebih lanjut, agar dapat mengungkap sejumlah kasus dugaan tindak pidana yang juga turut mengakumulasi kasus dugaan Pungli Kades Ranteballa nonaktif tersebut.
Aktivis yang dikenal sebagai raja unjuk rasa ini menuturkan, bahwa tidak hanya Kades Ranteballa nonaktif yang dapat kembali ditetapkan sebagai tersangka. Namun Yuder dan Asis Sangga pada perkara sebelumnya sifatnya masih berstatus sebagai saksi, sehingga dapat pula turut dijadikan sebagai tersangka.
“Jadi sangat mungkin juga melibatkan oknum personil PT Masmindo, sekaitan dengan adanya titipan uang melalui rekening bank Kades Ranteballa sebagaimana yang ungkap saksi dalam sidang praperadilan tersebut,” kata dia.
Hal itulah, sambungnya, karena peristiwa perkara ini, terkait dengan pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo, sudah seharusnya pula pihak management perusahaan pertambangan emas ini dimintai keterangangannya dihadapan penyidik.
Lebih lanjut Zottok menjelaskan, bahwa mungkin banyak pihak yang bertanya, kenapa Kades Ranteballa masih harus kembali dibuka kasusnya, padahal status tersangkanya sudah dibatalkan dengan putusan praperadilan.
“Ya, prosedur penetatapan tersangkanya itukan yang dibatalkan, tapi praperadilan sama sekali tidak dapat membatalkan materi pokok perkara yang sebenarnya, maka kembali diterbitkan Sprindiknya,” ungkapnya.
Namun jelasnya, tambahnya, kita sangat mengapresiasi langkah pihak Polres Luwu untuk kembali membuka kasus dugaan korupsi Kades Ranteballa nonaktif tersebut, sebagai bagian upaya terhadap pemberantasan mafia tanah. “Apalagi kasus ini sangat viral menjadi perhatian publik,” tutup William Marthom. (Redaksi)