Jika Tidak Ada Solusi Agar Distatus Quokan untuk Sementara Waktu Lahan yang Bersengketa Tersebut
Tabloid SAR – Kasus pembebasan lahan Pembangkit Linstrik Tenaga Migrohidro (PLTMH) di Desa Bolu, Kecamatan Basse Sangtempe (Bastem), Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, nampaknya ditangani langsung oleh pihak Polsek Bastem. Hal tersebut ditandai atas adanya surat undangan yang ditandatangani oleh Kapolsek Bastem, Nomor : B/23/VII/2024/Sek Bastem tanggal 22 Juli 2024.
Adapun surat undangan tersebut ditujukan kepada Camat Bastem, Danramil Bastem, Kepala Desa Bolu, Puang Danduri IV, Balimbing Kalua Indo Palapa, Parengnge Ojo, Parengnge Bolu, Parengnge Kira’, Paregnge Bara’bak, Parengnge Lebusan, Kuasa Direksi PT Tiara Tirta Energi, Muhaddar, Paembonan Tandilintin dan Haeruddin Lele.
Hal ini, dikemukakan oleh Kapolsek Bastem, Iptu Aswar SH MH dalam suratnya. Kata dia, bahwa undangan ini untuk mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa, terkait kasus pembebasan lahan PLTMH di Desa Bolu tersebut. “Kita sudah menjadwalkan kegiatan pertemuannya pada Rabu, 24 Juli 2024 mulai pukul 09.00 Wita di Aula Kantor Polsek Bastem, Pantilang,” ucapnya.
Menurutnya, mengenai adanya undangan kita ini mendasari surat dari Rumpun Keluarga Banua Sura’ Ojo, Desa Lange, Kecamatan Bastem, Nomor : 007/KBSO/VI/2024 tanggal 08 Juni 2024, perihal memohon difasilitasi untuk dipertemukan terkait permasalahan lokasi pembangunan PLTMH Salu Noling.
Langkah ini kita lakukan, tutur Aswar, sebab sudah menjadi bagian dari Tupoksi kita selaku Polri untuk Presisi melayani masyarakat. Apalagi menyangkut sengketa lahan sangat rentan timbulkan distabilitas Kamtibmas. “Kita tentunya sangat berharap, supaya melalui pertemuan yang kita fasilitasi ini, agar mendapat solusi secara kekeluargaan,” ungkapnya.
Aktivis Pembela Arus Bawah, Rahmat K Foxchy pada hari ini, Selasa (23/07-2024) mengaku sangat mengapresiasi atas respons baik yang diberikan Kapolsek Bastem tersebut.
“Kita pikir langkah Pak Kapolsek Bastem untuk memfalitasi pertemuan kasus ini, sudah merupakan suatu bentuk cerminan jiwa kepemimpinan yang mendasari pada semangat Presisi Polri, demi menciptakan suasana kondisi Kamtibmas yang kondusif,” tutur aktivis LSM yang kerap disapa Bang Foxchy tersebut.
Bang Foxchy pun juga sangat berharap agar melalui pertemuan yang difasilitasi Kapolsek Bastem ini dapat mencapai solusi secara kekeluargaan. Namun, jika tidak ada kesepahaman antara pihak-pihak yang bersengkata, maka sebaiknya lokasi tanah yang bermasalah pembebasannya tersebut, untuk sementara distatus quokan saja dulu.
Soalnya, lanjut ia menyampaikan, karena apabila pihak proyek PLTMH itu masuk untuk melakukan kegiatan pada lokasi tanah yang sedang bermasalah pembebasannya tersebut, kita sangat khuwarir akan dapat memicu terjadinya potensi anarkisme massa masyarakat adat.
Apalagi, kata pegiat LSM anti korupsi yang yang satu ini, surat-surat tanah yang dijadikan dasar pembayaran kompesansi lahan oleh pihak perusahaan PLTMH tersebut diduga kuat palsu. “Kita sudah kaji SPP-RT (Surat Pernyataan Penguasaan dan Riwayat Tanah) yang dijadikan sebagai dasar kompensasi lahan oleh pihak perusahaan PLTMH tersebut, sangat diduga kuat palsu,” tandasnya.
Seperti, lebih lanjut ia menjelaskan, SPP-RT atas nama Pak Sanusi, tidak ada sama sekali bukti-bukti pengelolaan lahan pada lokasi tanah diklaimnya tersebut. Bahkanorang tua Pak Sanusi atau nenek moyangnya, tidak ada juga sama sekali bukti-bukti peninggalan bahwa lokasi dimaksud pernah mereka kelola.
Menurutnya, jadi SPP-RT atas nama Pak Sanusi sangat disinyalir direkayasa penerbitannya, sebab diduga kuat mengandung narasi kalimat palsu. Karena narasi kalimat yang tercantum dalam SPP-RT dimaksud, sangat tidak sesuai dengan fakta-fakta yang sebenarnya di lokasi.
Begitupun halnya, sambungnya, SPP-RT atas nama Pak Paembonan, selain mengandung narasi kalimat yang sangat direkayasa, tapi wilayah dusunnya pun juga sangat jelas fiktif. Sebab jangankan Pak Paembonan pernah menglola lahan pada lokasi yang tercantum dalam SPP-RTnya itu, orang tua dan nenek moyangnya saja juga tidak pernah mengelola lahan tersebut
Lanjut pegiat civil society (masyarakat silip) yang juga akrab disapa Bang Ories ini, maka baik SPP-RT atas nama Pak Sanusi maupun SPP-RT atas nama Pak Paembonan, disinyalir diterbitkan dengan cara merekayasa penempatan narasi kalimat yang menjadi materi keterangan dalam SPP-RT atas namanya masing-masing bersangkutan.
“Jadi sangat kuat dugaan kedua SPP-RT ini dibuat dengan cara-cara manipulatif, melalui pendekatan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat yang menerbitkan kedua SPP-RT tersebut,” terangnya.
Lanjut Bang Ories, untuk lebih memastikan bahwa kedua SPP-RT tersebut diduga kuat diterbitkan dengan cara rekayasa. Sebaiknya juga dilakukan peninjauan langsung di lapangan. Lalu meminta kepada Pak Sanusi dan Pak Paembonan agar menunjukkan langsung mengenai bukti-bukti pengelolaan lahannya di lokasi tersebut. Termasuk menunjukkan langsung seperti apa bukti-bukti bekas pengelolaan lahan orang tuanya atau nenek moyangnya di lokasi dimaksud.
Sudah pasti mereka berdua, kata Bang Ories lebih lanjut, tidak akan mampu menunjukkan bukti-bukti bekas pengelolalan lahannya di lokasi. Bahakan sama sekali tidak ada satupun saksi yang perah melihat, bahwa mereka berdua atau orang tua dan nenek moyang mereka pernah mengelola lahan di lokasi itu.
Dijelaskannya lagi, kalau namanya tanah adat, kan ada namanya bukti-bukti peninggalan secara turun-temurun, seperti bekas mata kali, balabatu, bekas tempat rumah, bekas irigadi kalau persawahan dan jenis peninggalan lainnya. “Kalau mereka tidak mampu menunjukkan langsung bukti-bukti peninggalan seperti itu di lokasi, maka sangat jelas SPP-RT yang diterbitkannya itu sudah namanya fiktif,” ucap putra asal Bastem ini.
Bang Ories lanjut menyampaikan, kita juga sudah konsultasikan kasus ini di Kemenko Polhukam, lalu disarankan agar sebaiknya diadukan kepada pihak APH (Aprat Penegak Hukum) berwenang.
Ia pun menyampaikan, jika memang tidak ada solusi yang dicapai pada pertemuan di Kantor Polsek Bastem, maka kasus ini jelas akan kita adukan lebih lanjut kepada pihak APH berwenang. “Soalnya saya masih di Jakarta, kalau saya sudah kembali ke kampung, maka jelas kita akan laporkan kasus ini kepada pihak APH berwenang,” terangnya.
Namun jelasnya, tambah dia, kita sangat mengapresiasi langkah pertemuan yang difasilitasi oleh Pak Kapolsek Bastem tersebut sebagai bentuk pelayanan Polri yang bersifat Presisi terhadap masyarakat.
“Intinya, kita tentunya sangat berharap agar lokasi tanah yang bermasalah ini supaya distatus quokan untuk sementara waktu hingga proses hukum selesai. Dengan tidak membenarkan pihak perusahaan PLTMH untuk melakukan kegiatan dalam bentuk apapun di dalamnya, demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari,” kunci Aktivis Pembela Arus Bawah tersebut. (Made/Redaksi).