“Izin Konstruksi PT Masmindo” Boleh Jadi Juga Diduga Kuat Dimanipulasi Penerbitannya
Tabloid SAR – Masyarakat adat Kandeapi menggelar aksi unjuk rasa pada Kamis, 18 Juli 2024 di Kantor Perwakilan PT Masmindo Dwi Area dan Kantor Pengadilan Negeri Belopa, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Aksi unjuk rasa tersebut digelar seiring dengan agenda persidangan lanjutan perkara perdata nomor 16 /Pdt.G/2024/PN BLP, terkait dengan gugatan pihak PT Masmindo terhadap Parengnge Kandeapi Edy Lembangan. Disebutkan pula bahwa Parengnge Kandeapi Edy Lembangan akan melakukan gugatan balik (rekonvensi) terhadap perusahaan pertambangan emas ini.
Peserta aksi yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat adat Kandeapi dan mak-maknya itu, dengan lantang dan penuh emosi meneriakkan, tegakkan keadilan, kami sangat dizolimi!!!
Mereka tampak membentangkan sejumlah spanduk bertuliskan kalimat-kalimat tuntutan rasa ketidakadilan yang sifatnya mengekspresikan kezoliman. Akibat hak-hak agraris warisan leluhur mereka dirampas secara sewenang-wenang oleh perusahaan pertambangan emas tersebut.
“Tegakkan keadilan! kami yang dizolimi!!! (Tanah adat kami dirampas dan kuburan adat kami dirusak) tapi Mengapa kami yang digugat? Jangan halangi kami, kami akan menguasai tanah adat kami. Nenek moyang kami telah ratusan tahun hidup di kandeapi, namun demi investasi kami disingkirkan secara tidak adil,”begitulah bunyi yang tertulis pada sejumlah spanduk yang mewarnai aksi unjuk rasa masyarakat adat Kandeapi mengggugat kearogansian pihak PT Masmindo tersebut.
Aktivis Pembela Arus Bawah, Rahmat K Foxchy lalu dimintai tanggapannya pada Minggu (21/07-2024) mengaku sangat prihatin dengan rasa ketidakadilan yang dialami masyarakat adat Kandeapi saat ini.Dengan mengecam keras tindakan kesewenang-wenangan perampasan lahan yang diduga kuat dilakukan pihak PT Masmindo.
Perlu dipahami, bahwa nenek moyang masyarakat adat Kandeapi atau masyarakat adat Ranteballa pada umumnya dan masyarakat adat Boneposi sudah mendiami lokasi itu dari sejak era pradaban kuno.
“Bahkan jauh sebelum pemerintahan kolonialisme Belanda masuk menjajah negeri ini, leluhur masyarakat adat ini sudah turun-temurun membangun peradaban pada wilayah tersebut,” ucap aktivis LSM yang lebih kerap disapa Bang Foxchy ini.
Jadi lokasi tersebut, kata Bang Foxchy, sama sekali bukan tanah negara bebas tapi merupakan wilayah tanah adat yang sudah ada sejak era peradaban kuno. “Bukti-bukti berupa situs-situs kuburan kuno atau kuburan tua dan bukti-bukti peninggalan tradisional leluhur lainnya, menandakan bahwa wilayah tersebut merupakan lokasi tanah adat, walau sekarang ini sifatnya berstatus APL (Areal Penggunaan Lain),” tuturnya.
Kita dari kalangan LSM, kata dia, tentunya sangat mendukung masyarakat adat Kandeapi untuk meduduki kembali lokasi tanah adatnya itu. “Sebaiknya masyarakat adat Kandeapi dan masyarakat adat Ranteballa pada umumnya beserta masyarakat adat Boneposi rapatkan barisan dan senantiasa solid bersatu untuk melawan gaya kearogansian oligarki yang ditunjukkan oleh perusahaan pertambangan emas itu,” tandasnya.
Lanjut ia menyampaikan, apalagi pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo ini sangat diduga kuat melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 UU Minerba.
“Ya, terdapat pelanggaran terhadap perundang-undangan dalam bentuk dugaan peristiwa penyalahgunaan wewenang pada pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo itu,” tukasnya.
Hal itu, lanjut Bang Foxchy mengemukakan, sebagaimana yang tertuang dalam surat yang dikeluarkan oleh pihak Dittipidum Bareskrim Polri, menyampaikan bahwa terjadi peristiwa dugaan penyalahgunaan wewenang pada pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo tersebut.
Menurutnya, sudah benar langkah masyarakat adat Kandeapi untuk kembali menduduki hak-hak ulayatnya, sebab pembebasan lahan PT Masmindo sangat terindikasi kuat melanggar ketentuan perundang-undangan. “Tidak usah takut dan terus lakukan perlawanan total, kalau perlu blokir itu perusahaan pertambangan emas ini agar tidak masuk melakukan kegiatan dalam bentuk apapun di dalam lokasi tanah adat tersebut,” ucap Bang Foxchy.
Kalau kita mengacu pada ketentuan Pasal 135 UU Minerba, kata Bang Foxchy lagi, maka sudah sangat tidak dibenarkan lagi untuk menerbitkan alas hak atau surat keterangan tanah dalam bentuk jenis apapun di dalam lokasi yang sudah memiliki IUP Ekspolrasi atau IUPK Ekspolrasi. “Jadi itu sudah namanya surat palsu,” imbuhnya.
Lanjut ia menjelaskan, mestinya yang dibayarkan kompensasi lahannya adalah bidang-bidang tanah yang sudah memiliki alas hak atau data dan dokumen serta surat keterangan tanah yang terbit, sebelum pelaksanaan kegiatan eksplorasi.
Seperti, sambungnya, sertifikat hak milik yang terbit pada tahun 1981, data dan dokumen kepemilikan tanah tahun 1995/1996 dan surat keterangan tanah atau surat keterangan desa yang terbit sebelum dilakukan pelaksanaan kegiatan eksplorasi sebagaiman dimaksud dalam Pasal 135 UU Minerba tersebut.
Aktivis LSM yang juga akrab disapa Bang Ories ini lebih lanjut mengemukakan, namun pihak PT Masmindo rupanya justru melakukan pembayaran kompensasi lahan yang alas haknya atau surat keterangan tanahnya yang diduga kuat palsu, sebab baru diterbitkan di atas lokasi yang sudah memiliki Izin Operasi Operasional.
“Jadi PT Masmindo sangat disinyalir kuat telah melanggar ketentuan UU Minerba dalam melakukan kegiatan pembebasan lahan, apalagi yang dibayarkan tersebut adalah pada umumnya surat keterangan tanah yang diterbitkan dalam bentuk SPPT yang diduga kuat palsu, terlebih lagi baru diterbitkan pada tahun 2022/2023 lalu,” bebernya.
Bang Ories juga menyebut pihak PT Masmindo sangat disinyalir pula melanggar ketentuan Pasal 137 UU Minerba. Sebab saat ini lagi sedang melakukan kegiatan konstruksi. Padahal kegiatan pembebasan lahannya saja sama sekali belum clear and clean, akibat sedang bersengketa dengan pihak masyarakat adat selaku pemegang hak atas tanah yang sebenarnya.
“Bagaimana bisa yah pihak PT Masmindo dapat diberikan hak atas tanah untuk memperoleh izin konstruksi, sementara pelaksanaan pembebasan lahannya saja masih sangat bermasalah. Apa ini bukan juga namanya pelanggaran hukum,” ungkapnya dengan nada heran.
Kalau begitu, lanjut ia menyampaikan, berarti boleh jadi juga izin konstruksi PT Masmindo ini diduga kuat dimanipulasi penerbitannya. Pantas saja yah, Head of Corporate Communication Indika tidak menjelaskan secara gamblang mengenai progres konstruksi tambang Awak Mas PT Masmido saat ini di Luwu sebagaimana yang diberitakan oleh Bisnis.com tersebut.
Bang Ories pun menambahkan, jadi keberadaan perusahaan pertambangan emas ini, sama saja hanya menimbulkan kesewenang-wenangan rasa ketidakadilan terhadap masyarakat adat selaku pemegang hak atas tanah yang sebenarnya.
“Sehingga hal tersebut sangat patut pula disebut sebagai bentuk pelanggaran HAM terhadap nilai-nilai kearifan lokal sebagai warisan tradisional masyarakat adat secara turun-temurun,” pungkasnya. (Zottok/Redaksi)