Kembali Adukan Kasus Pembebasan Lahan Kepada Presiden RI dan Komnas HAM, Masyarakat Adat Kandeapi Tuding PT Masmindo Langgar HAM

News727 views

Tabloid SAR –Kasus pembebasan lahan PT Masmido Dwi Area  terus disoal oleh pihak Rumpun Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa, dengan menuding  proyek tambang emas Awak Mas di Luwu ini melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Pasalnya, salah satu anak perusahaan PT Indika Energy Tbk (INDY Group) tersebut dalam melakukan pelaksanaan pembebasan lahan diduga kuat telah merampas lokasi tanah warisan Rumpun Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa di Desa Ranteballa, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.

Hal itulah, sehingga Rumpun Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa kembali melayangkan surat terbuka pertanggal 20 Juli 2024 yang ditujukan langsung kepada Presiden RI, Menko Polhukam RI, Menko Marves RI, Kapolri, Menteri Investasi/Kepala BKPM RI, Menteri ESDM RI, Menteri ATR/Kepala BPN RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Ketua Komnas HAM RI dan Ketua Ombudsman Nasional.

Surat tersebut ditujukan pula kepada Jenderal TNI Prn Prabowo Subianto (Capres terpilih 2024-2029), Gubernur Sulawesi Selatan, Bupati Luwu, Ketua Satgas Percepatan Investasi Kabupaten Luwu, Kepala Wilayah Kementerian ATR/BPN Provinsi Sulawesi Selatan, Kepala Kantor ATR/BPN Kabupaten Luwu, Direktur Utama PT. Indika Energy Tbk, Direktur Utama PT. Petrosea Tbk dan Direktur Utama PT. Masmindo Dwi Area.

Surat yang ditandatangani oleh sejumlah Perwakilan dan segenap Rumpun Masyarakat Adat Kandeapi – Ranteballa ini, maka juga ditembuskan kepada Menteri Pertahanan RI, Panglima TNI, Kepala Staf TNI AD, Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Kapolda Sulawesi Selatan, Panglima Kodam XIV/Hasanuddin, Ketua DPRD Kabupatan Luwu, Kapolres Luwu, Komandan Kodim 1403/Palopo dan lain-lainnya.

Adapun perihal surat terbuka penolakan terhadap kegiatan pertambangan emas PT Masmindo pada lokasi tanah warisan leluhur Rumpun Keluarga Besar Masyarakat Adat Kandeapi di wilayah Desa Ranteballa tersebut, rilisnya diterima redaksi media ini via nomor whatsapp pada hari ini, Sabtu (20/07-2024).

Sewali, salah satu Perwakilan Rumpun Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa menyebut PT Masmindo sudah sangat diduga kuat sewenang-wenang merampas hak-hak agraris warisan leluhur kami secara turun-temurun. Apalagi di dalamnya terdapat situs-situs warisan peradaban kuno warisan sejarah kebudayaan dan adat istiadat tradisional, sebagai bentuk identitas nilai-nilai kearifan lokal yang sangat disakralkan, untuk selanjutnya kami wariskan kepada generasi kami selanjutnya.

Adapun bukti-bukti situs dimaksud, antara lain kuburan kuno atau kuburan tua yang tersebar pada beberapa lokasi di dalam areal yang telah menjadi progres pembebasan lahan PT Masmindo. Selain itu, terdapat pula warisan leluhur kami yang lainnya, seperti bekas mata kali, balabatu, bekas lokasi persawahan, bekas lokasi perkebunan/perladangan, bekas lokasi peternakan kerbau, tanaman rumpun-rumpun bambu dan lain-lainnya.

Hal itu, kata warga Ranteballa ini, maka sudah merupakan suatu bentuk pelanggaran HAM dan rasa ketidak-adilan, akibat terjadinya dugaan kesewenang-wenangan pemerampasan terhadap hak-hak agraris warisan kami tersebut. Sekaligus akan menghancurkan secara permanen warisan sejarah kebudayaan dan adat istiadat tradisional, karena situs-situs warisan leluhur kami sangat terancam untuk digusur oleh perusahaan pertambangan emas tersebut.

Jadi dengan alasan itulah, sehingga kami selaku Rumpun Keluarga Besar Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa mengadukan kasus pembebasan lahan PT Masmindo ini, dengan maksud untuk mendapatkan perlindungan dari negara, sehingga kami kembali menyurati Presiden RI dan Kamonas HAM beserta sejumlah pejabat tinggi negara terkait berwenang dan lain-lainnya.

Sedangkan lokasi tanah yang dimintakan perlindungan negara dimaksud, berlokasi di wilayah Dusun Padang kurang lebih seluas 250 hektare, terletak di Posi’, Panyura’, Kaburu Tangnga, Buntu Kunyi’, Karondang dan sekitarnya. Termasuk yang berlokasi tanah di wilayah Dusun Nase kurang lebih seluas 50 hektare, terletak di Lengke, To’tallang dan sekitarnya.

“Jadi kurang lebih seluas 300 hektare lokasi tanah warisan leluhur kami baik yang berlokasi di Dusun Padang maupun yang berlokasi di Dusun Nase, Desa Ranteballa tersebut sangat bermasalah pembebasan lahannya, akibat dibayarkan oleh pihak PT Masmindo kepada bukan ahli waris yang sebenarnya,” beber Sewali yang juga turut bertandatangan dalam surat tersebut.

Hal senada juga dikemukakan oleh Sudarso, lanjut ia menyampaikan, kalau pihak PT Masmindo mengklain telah melakukan pembayaran kompensasi lahan pada lokasi-lokasi tersebut, dibayarkan kepada siapa dan menggunakan bukti-bukti surat tanah seperti apa, serta bagaimana cara mereka yang telah dibayarkan itu memperoleh bukti-bukti surat tanah tersebut.

Hal ini, kata dia, sehingga kami menyatakan bahwa pelaksanaan pembebasan lahan yang dilakukan pihak PT Masmindo, sudah merupakan suatu bentuk dugaan praktik-praktik mafia tanah yang sangat merugikan kami  secara sistemik dan masif untuk marampas tanah warisan adat leluhur kami pada lokasi tersebut.

Sudarso lanjut mengemukakan, adapun bentuk perlindungan yang sangat kami harapkan dari negara, agar menunda sementara waktu kegiatan pertambangan PT Masmindo, sambil mencarikan solusi terhadap kasus sengketa tanah warisan kami, akibat salah bayar tersebut.

“Jika perlu, pihak Pemerintah Pusat melakukan pembekuan sementara waktu terhadap perizinan perusahaan pertambangan emas ini, selama belum ada penyelesaian pembayaran terhadap lokasi tanah kami ini, lantaran terjadi salah bayar yang dilakukan oleh pihak PT Masmindo tersebut,” terang salah satu tokoh masyarakat adat Kandeapi-Ranteballa ini,

Ir Ruben Palesang malah meminta pihak Pemerintah Pusat agar mencabut saja perizinan perusahaan pertambangan emas ini, daripada kehadirannya hanya menimbulkan rasa ketidakadilan dan malapetaka kepada rumpun masyarakat adat kami.

“Jika pihak PT Masmindo tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan permasahan ini secara kekeluargaan, sebaiknya pihak Pemerintah Pusat mencabut perizinan perusahaan pertambangan emas tersebut,” tandasnya.

Soalnya, kata dia, kami sangat khawatir massa masyarakat adat justru akan dapat bertindak anarkis yang bisa saja timbulkan tragedi kemanusiaan, lantaran pertahankan hak-hak ulayatnya yang akan dibuka menjadi lokasi kegiatan pertambangan emas PT Masmido tersebut.

“Sebelum nantinya terjadi hal-hal yang sangat tidak diinginkan seperti ini, sebaiknya pihak Pemerintah Pusat dapat segera mengambil langkah, sebagaimana dimaksud dalam surat pengaduan kami tersebut,” ucap Ruben.

Ia pun lanjut menjelaskan, apalagi pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo tersebut tidak mengacu pada ketentuan Pasal 135 UU Minerba. Jadi pelaksanaan pembebasan lahan tersebut sudah sangat jelas melanggar ketentuan perundang-undangan Minerba, sebab yang mestinya yang dibayarkan kompensasi lahannya adalah data dan dokumen kepemilikan tanah yang sudah terbit sebelum kegiatan pelaksanaan eksplorasi.

Padahal kami selaku Rumpun Keluarga Besar Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa, kata Ruben lebih lanjut, telah memegang alas hak berupa data dan dokumen kepemilikan tanah tahun 1995/1996, bahkan sudah juga yang memiliki Sertifkat Hak Milik yang terbit pada tahun 1981. Namun alas hak berupa data dan dokumen kepemilikan tanah ini, sama sekali tidak dijadikan sebagai acuan PT Masmindo saat melakukan pendataan bidang-bidang tanah yang dibebaskan lahan tersebut.

Ironisnya lagi, sambungnya, namun justru lahan yang dibayarkan kompensasinya itu adalah surat-surat tanah yang baru diterbitkan pada tahun 2022/2023 lalu. “Apakah pelaksanaan pembebasan lahan seperti ini sudah bukan namanya sebagai bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak PT Masmindo,” tuturnya dengan penuh tanya.

Kita tentunya sangat bersyukur, sebab sudah ada juga surat yang dikeluarkan oleh pihak Dittipidum Bareskrim Polri, terkait dengan adanya dugaan peristiwa penyalahgunaan wewenang pada pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo tersebut. “Mengenai tindaklanjut proses penanganan hukumnya, kuncinya ada pada Bang Foxchy (Rahmat K Foxchy sebagai LSM Pendamping kami,” ungkap Ruben.

Hadiasri Lolongan menambahkan, pada prinsipnya kami sama sekali tidak menolak investasi pertambangan tersebut. Namun yang kami tolak adalah kegiatan pertambangan emas PT Masmindo pada lokasi tanah warisan leluhur kami pada wilayah Desa Ranteballa tersebut, sebelum ada penyelesaian pembayaran secara kekeluargaan.

“Karena pihak PT Masmindo sangat jelas telah melakukan kesalahan pembayaran pada lokasi tanah warisan leluhur kami pada sejumlah tempat di wilayah Dusun Padang dan Dusun Nase tersebut,” tuturnya.

Hadiasri pun lalu menyampaikan, kami segenap Rumpun Keluarga Besar Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa sudah mengusakan sepenuhnya kepada Bang Foxchy selaku LSM Pendamping dan Ananda Risal Palesang, untuk menangani permasalahan lokasi tanah waris leluhur kami ini. “Kami tentunya sangat berharap pada pihak PT Masmindo agar segera merespos dengan baik surat kami tersebut,” kuncinya.

Untuk diketahui, bahwa dalam surat Rumpun Keluarga Besar Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa tersebut, menegaskan kepada pihak PT Masmindo agar tidak sewenang-wenang untuk melakukan kegiatan pematokan atau melakukan kegiatan dalam bentuk apapun di dalam lokasi tanah warisan rumpun keluarganya yang berlokasi di Desa Ranteballa tersebut.

Sekaligus menegaskan kepada pihak PT Masmindo, supaya juga tidak sewenang-wenang untuk mensertifikasi lokasi tanah warisan leluhuhurnya tersebut, untuk dilegalisasi sebagai bentuk penguasaan hak atas tanah untuk kegiatan usaha pertambangan sebelum ada kesepakatan dari para ahli warisnya.

Kendati demikian, pada prinsipnya pihak Rumpun Keluarga Besar Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa dalam suratnya tersebut, sangat bersedia untuk menempuh jalur musyawarah secara kekeluargaan dengan pihak PT Masmindo, terkait dengan kasus sengketa tanah tersebut.

Namun apabila tidak ada sama sekali solusi sebagaimana yang diharapkan,  maka pihak Rumpun Keluarga Besar Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa akan tetap mempertahkan tanah warisan leluhurnya tersebut dengan berbagai cara.  Untuk diwariskan lebih lanjut bagi generasinya pada masa akan datang. (Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *