Oknum Parengnge di Bastem Diadukan Pihak Kuasa Direksi PT TTE ke Kapolres Luwu

News535 views

Tabloid SAR – Parengnge adalah istilah pemangku adat di wilayah adat Basse Sangtempe (Bastem), memiliki kedudukan yang sangat mulia sebagai simbol keluhuran dan suri toladan yang sifatnya berkearifan lokal di tengah masyarakat adatnya.

Hal itulah, sehingga Parengnge sangat tidak boleh cacat dalam mendedikasikan diri sebagai pemangku adat, sebab Parengnge merupakan pengemban kemulian terhadap nilai-nilai kearifan lokal. Namun justru terdapat salah satu oknum Parengnge di wilayah adat ini, sepertinya justru terkesan sangat mencederai keluhuran nilai kedudukan dan jabatan adat sebagai Parengnge.

Pasalnya, salah satu Parengnge di Desa Lange’, Kecamatan Bastem, Kabupaten Luwu ini, diduga kuat telah bergaya premanisme dengan cara melakukan percobaan pemerasan terhadap pihak manajemen Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mingrohidro (PLTMH) milik PT Tiara Tirta Energi (TTE).

Adapun waktu kejadian peristiwa ini pada hari Jum’at, 17 Januari 2025, dengan tempat kejadian perkara (TKP) pada Basecamp Proyek PLTMH yang berlokasi di Pawele, Dasa Lange’.

Hal itulah, sehingga Paulus Paonganan Baso selaku pihak kuasa Direksi PT TTE mengaku telah melayangkan surat pengaduan kepada Kapolres Luwu sesaat setelah peristiwa ini. Diadukan ke Kapolres Luwu, lantaran pelaku berinisial MK dan Cs datang dengan cara kasar untuk menghentikan kegiatan proyek PLTMH, sekaligus memalang jembatan milik PT TTE yang menghubungkan Desa Bolu-Desa Lange’.

“Terlebih lagi pihak pelaku MK dan Cs sangat memaksakan kehendaknya dengan cara-cara anarkis kepada pihak perusahaan, supaya membeli lahan seluas tiga hektar yang berlokasi di Pakomboan. Padahal lahan tersebut sama sekali tidak dibutuhkan proyek PLTMH Salu Noling,” tuturnya.

Harapannya agar Kapolres Luwu segera menidaklanjuti surat pengaduannya tersebut, untuk menindak tegas pelaku MK dan Cs menurut ketentuan hukum tindak pidana.

Soalnya, sambungnya, tindakan pihak pelaku MK dan Cs untuk kali ini sudah tidak dapat lagi ditolerir, sebab sudah melakukan tindakan kekerasan dengan cara memaksa perusahaan mambayar lahan yang sama sekali tidak dibutuhkan. “Jadi inikan sudah namanya sebagai bentuk tindakan percobaan pemerasan,” kata  dia.

“Tindakan pihak pelaku MK dan Cs tersebut, selain menimbulkan perasaan tidak enak dan rasa tidak aman. Namun sudah sangat merugikan perusahaan, karena menyebabkan kegiatan proyek PLTMH menjadi terhenti,” keluh Paulus Paonganan Baso.

Sedangkan mengenai lokasi tanah di Pakamboan dimaksud, menurut Ilham K Rumpak, diduga kuat pihak pelaku merekayasa penerbitan surat dokumen tanahnya. Soalnya, lokasi tanah di Pakamboan, Desa Bolu ini adalah sama sekali bukan milik pihak pelaku apabila ditinjau kondisi obyektif dan fakta-fakta yang sebenarnya pada lokasi lahan ini.

Alasannya, karena tidak ada sama sekali tanda-tanda pada lokasi lahan di Pakamboan tersebut merupakan milik adat pihak pelaku, menurut bukti-bukti dan riwayat tanah secara turun-temurun.

Kata Ilham, kalau namanya tanah adat, maka harus pula dibuktikan dengan adanya tanda-tanda bekas olahan leluhurnya. Jika sampai ditebitkan surat dokumen tanah pada lokasi ini, maka hal itu sangat disinyalir kuat sebagai dokumen palsu,” terang tokoh adat Bolu dari garis keturunan Puang Tangkedanga yang satu ini.

Ilham lanjut menjelaskan, bahwa Puang Tangkedanga merupakan pemangku adat sebagai Balimbing Kalua Bolu pada zaman kolonialisme Belanda. “Jadi mengenai adanya dugaan pemalsuan surat dokumen tanah pada lokasi Pakamboan ini, sudah semestinya pula diusut secara hukum,” ucapnya.

Dia pun menyampaikan, jika dirinya juga telah mengadukan kepada pihak Aktivis Pembela Arus Bawah mengenai adanya kasus dugaan pemalsuan surat dokumen tanah pada lokasi Pakamboan ini.

“Ya, kita telah meminta pihak aktivis LSM ini agar dapat mensupport proses hukum kasus dugaan pemalsuan dokumen surat tanah pada lokasi tersebut,” kunci Ilham Karim Rumpak. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *