“Kepala Desa Bolu dan Camat Bastem” Diduga Kuat Memanipulasi dan Merekayasa Penerbitan SPP-RT di dalam Kawasan Hutan Produksi
Tabloid SAR – Rencana proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) PT Tiara Tirtra Energi, nampaknya terus menuai sorotan publik. Pasalnya, rencana proyek PLTMH di Desa Bolu, Kecamatan Bastem, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel) ini diduga kuat telah melakukan transaksi jual beli lahan secara ilegal di dalam kasawan hutan produksi.
Adapun dasar transkasi jual beli dimaksud, sangat disinyalir kuat menggunakan dokumen Surat Pernyataan Penguasaan dan Riwayat Tanah (SPP-RT) yang diduga kuat diterbitkan dengan cara-cara memanipulasi dan merekayasa asal-usul kepemilikan tanah.
Padahal menurut pihak Polisi Kehutanan, bahwa sepanjang pesisir sebelah timur Sungai Noling di dalam wilayah Desa Bolu, Kecamatan Bastem. Hal tersebut, merupakan kawasan hutan produksi yang berfungsi sebagai hutan menyangga, agar jajaran pegunungan di sepanjang sungai itu, tidak menimbulkan potensi longsor yang bisa berakibat fatal timbulkan bencana banjir bandang.
Kata pihak Polisi Kehutanan, bahwa terjadinya banjir bandang yang melanda Kabupaten Luwu baru-baru ini, diakibatkan faktor terjadinya longsor dari pegunungan yang terjadi pada sejumlah titik. Jadi jangan sampai hal tersebut nantinya juga terjadi di Sungai Noling, lantaran pihak pemangku adat atau masyarakat adat memperjual belikan lahan kawasan hutan produksi pada sepanjang sebelah timur sungai ini di dalam wilayah Desa Bolu tersebut.
Hal tersebut, sehingga disikapi oleh kalangan aktivis LSM, salah satunya I Made Suardika, selaku Humas dan Hubungan Kelembagaan LSM Pembela Arus Bawah. Sehingga meminta pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel agar menindak kasus dugaan transkasi lahan secara ilegal dalam kawasan hutan produksi di wilayah Desa Bolu tersebut.
Menurut pegiat LSM yang juga berprofesi sebagai jurnalis ini, bahwa ada indikasi kongkalikong antara Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu dengan pihak perusahaan PLTMH tersebut, sehingga terbit izin Izin Lingkungan yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kabupaten Luwu pertanggal 10 Oktober 2017 dan izin lokasi yang dikelurakan Bupati Luwu pertanggal 11 Mei 2021.
Lanjut ia menyampaikan, bahwa mestinya perusahaan PLTMH tersebut terlebih dahulu memperoleh rekomenadasi persetujan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, baru kemudian mengurus izin lokasi dan jenis-jenis perizinan lainnya.
“Sebab pengalihan fungsi suatu kawasan hutan, apapun bentuknya, termasuk untuk dialih fungsikan sebagai kegiatan usaha adalah kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” tuturnya.
Apalagi namanya mentraskasikan lokasi kawasan hutan kata dia, maka hal itu merupakan tindak pidana penyalahgunaan wewenang. Sebab kawasan hutan tersebut merupakan tanah negara, sangat tidak dapat ditransaksikan tanpa melalui prosedur menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hal itulah, lanjut Made mengemukakan, maka sudah semestinya perizinan PLTMH yang terbit dalam kawasan hutan tersebut diproses menurut ketentuan tindak pidana yang berlaku. Termasuk kasus transaksi jual beli lahan dengan cara diduga kuat memanipulasi dan merekayasa penerbitan SPP-RT-nya, sebab sangat disinyalir diterbitkan oleh Kepala Desa Bolu dan Camat Bastem sebelumnya di dalam kawasan hutan produksi tersebut.
Kita juga mendengar, tuturnya lebih lanjut, kalau masih ada pihak yang akan menerbitkan SPP-RT yang berlokasi di Bone Sura’. Kami meminta kepada Kepala Desa Bolu dan Camat Bastem saat ini, supaya tidak lagi menerbitkan Surat Pernyataan Penguasaan dan Riwayat Tanah tersebut, jika tidak ingin berkasus secara hukum.
“Jadi harapan kita agar Kejati Susel supaya menindak kasus dugaan transaksi jual beli lahan secara ilegal di dalam kawasan hutan produksi di Desa Bolu tersebut. Sekaligus mengusut izin lokasi dan izin lingkungan PLTMH ini, sebab disinyalir menyalahi ketentuan peraturan regulasi,” ucapnya.
Namun tidak kalah urgennya di sini, tambah dia, soal dokumen Amdal PLTMH tersebut, maka sangat perlu juga diusut. Sebab jika memperhatikan Izin Lingkungan yang dikelurkan pihak Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kabupaten Luwu, sepertinya hanya menggunakan dokumen UKL-UPL, padahal semestinya menggunakan kajian dokumen Amdal. “Apalagi akan membendung sungai besar dan rencana lokasi proyeknya diduga kuat dalam kasawan hutan lindung sebagai hutan penyangga,” pungkas I Made Suardika.
Untuk dketahui bahwa kasus PLTMH yang telah melakukan pembebasan lahan di dalam kawasan hutan produksi di wilayah Desa Bolu, Kecamatan Bastem ini. Sebelumnya telah disoal Amdalnya oleh kalangan mahasiswa sampai di hearing ke DPRD Luwu beberapa waktu lalu. (Redaksi)