Bang Foxhy : Kita Lagi Kawal Laporan Masyarakat Adat Ranteballa dan Boneposi di Kantor Kemenko Polhukam dan Mabes Polri
Tabloid SAR – Masyarakat Adat Ranteballa dan Boneposi terus menyoal atas masifnya kasus dugaan mafia tanah pada pelaksanaan pembebasan lahan pada wilayah kontrak karya PT Masmindo Dwi Area atau Masmindo yang berlokasi di Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Hal tersebut, sehingga disikapi kembali oleh Direktur Eksekutif LSM Pembela Arus Bawah, Rahmat K Foxchy. Saat dikonfirmasi melalui nomor handphone-nya, jika dirinya mengaku lagi di Jakarta untuk mengawal laporan Masyarakat Adat Ranteballa dan Boneposi baik pada Kantor Kemenko Polhukam maupun di Mabes Polri.
“Kita lagi di Jakarta sekarang, untuk memastikan lebih lanjut mengenai progres penanganan terhadap Surat Laporan LSM kita Nomor : 035-DE/Aduan NGO/Arus Bawah/2022 tanggal 24 Mei 2022, sebagaimana dimaksud dalam jawaban Surat Kabareskrim Nomor : B/4768/VI/RES.7.4./2022/Bareskrim tanggal 17 Juni 2022 tersebut,” tuturnya pada hari ini, Minggu (21/08-2023).
Selain itu, lanjut pegiat LSM yang juga akrab disapa Bang Foxchy ini, kita pun akan memastikan Surat Laporan Masyarakat Adat Ranteballa dan Boneposi yang baru-baru ini juga dilayangkan kepada Kapolri, bahwa sudah seperti apa respons Mabes Polri terhadap penanganan surat laporan masyarakat adat dimaksud.
Kata Bang Foxchy, tentunya pula yang akan menjadi salah satu prioritas penanganan kita pada kedua kantor institusi negara di Jakarta ini adalah kasus dugaan Pungli SPOP (Surat Penerbitan Objek Pajak) pada pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo yang sangat terkesan berlarut-larut penanganannya di Polres Luwu. “Bagimana agar pelaku terkait dengan kasus dugaan Pungli SPOP ini, supaya segera pula ditetapkan sebagai tersangka,” tukasnya.
Kata dia lagi, adapun agenda kita lainnya adalah mengkonfirmasi di Mabes Polri, terkait atas Surat Laporan LSM kita ke Kapolri mengenai maraknya kasus penambangan emas dan Galian C. Termasuk akan melaporkan secara langsung di Mabes Polri atas maraknya kasus penyelahgunaan BBM jenis solar bersubsidi khususnya pada wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah.
“Namun untuk kasus yang dilaporkan Pak Basir di Bareskrim tersebut, jadi itu di luar agenda penanganan kita. Sebab sangat tidak etis mengkonfirmasi perkembangan proses hukum kasus yang dilaporkan Pak Basir pada pihak penyidik Bareskrim tersebut. Sebab kita sama sekali tidak ada legal standing dalam bentuk surat kuasa pendampingan LSM yang diberikan oleh Pak Basir,” ucapnya.
Apalagi juga sudah ada yang menginformasikan, sambungnya, agar kita tidak menganggu atau tidak lagi menangani laporan kasus Pak Basir di Bareskrim itu. “Jadi, biarlah Pak Basir sendiri yang mengurus kasusnya di Bareskrim itu,” terang Bang Foxchy.
Menurut Bang Foxchy, bahwa yang dikawal LSM kita pada pejabat berwenang di Kantor Kemenko Polhukam dan Mabes Polri adalah soal masifnya kasus mafia tanah pada pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmido, sebagaimana yang selama ini telah dilaporkan oleh Masyarakat Adat Ranteballa dan Boneposi. “Karena masyarakat adat tersebut, secara resmi telah pula memberikan surat kuasa pendampingan pada LSM kita,” imbuhnya,
“Jadi hanya kasus yang dilaporkan Masyarakat Adat Ranteballa dan Boneposi itulah yang kita kawal penangananya di Kantor Kemenko Polhukam dan Mabes Polri. Termasuk kasus-kasus lainnya yang sudah menjadi agenda prioritas penanganan LSM kita,” beber pegiat LSM yang lebih akrab disapa Bang Ories ini.
Lebih lanjut Bang Ories mengemukakan, kita pikir telah terjadi kasus dugaan tindak pidana penyalahgunaan wewenang oleh oknum-oknum pejabat tertentu di lingkup Pemerintah Kabupaten Luwu, terkait dengan pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo tersebut. “Jadi delik tindak pidana inilah yang akan kita upayakan dorong proses hukumnya di Mabes Polri,” ungkapnya.
Lebih lanjut Bang Ories mengemukakan, maka kita juga akan berupaya untuk membahas kembali dengan pihak PT Indika Energy, mengenai sejumlah poin tuntutan Masyarakat Adat Ranteballa dan Boneposi, sebagaimana hasil pembicaraan beberapa waktu lalu di Makassar tersebut.
Ia pun menandaskan, apabila memang pihak Top Leader PT Indika Energy sama sekali tidak merespons atas sejumlah poin tuntutan masyarakat adat yang sudah menjadi materi pembahasan di Makassar beberapa waktu lalu tersebut. Maka kita dari LSM akan segera pula bersikap untuk meminta pihak pemerintah pusat supaya mencabut saja perizinan PT Masmindo, daripada berpotensi menimbulkan tragedi kemanusiaan bagi masyarakat adat setempat.
Tutur Bang Ories lebih lanjut, untuk apa juga melanjutkan penanaman investasi pada perusahaan pertambangan emas ini, jika hanya mampu menimbulkan rasa ketidakadilan terhadap masyarakat adat selaku pemilik hak-hak ulayat.
Ia pun lalu menjelaskan, sebab pembebasan lahan yang dilaksanakan PT Masmindo selama ini, sangat terindikasi kuat justru lebih mengedepankan praktik-praktik mafia tanah dan secara sistimatis serta masif pula merampas hak-hak agraris masyarakat adat. Sehingga hal itu tentunya dikuatirkan akan sangat berpotensi memicu terjadinya konflik agraria yang bisa-bisa berujung pada kasus tragedi kemanusiaan.
Apalagi masyarakat adat, tambahnya, juga sudah mulai mengkonsolidasikan massanya untuk digerakkan pada kegiatan aksi unjuk rasa langsung pada lokasi pertambangan PT Masmindo.Sekaligus akan menutup paksa semua bentuk kegiatan di lokasi kontrak karya perusahaan pertambangan emas tersebut.
“Jadi kita tentunya sangat berharap agar sejumlah poin tuntutan Masyarakat Adat Ranteballa dan Boneposi bisa segera direspons oleh pihak Top Leader PT Indika Energy, jika ingin investasinya pada perusahaan pertambanga emas ini dapat berjalan dengan baik,” kunci Direktur Eksekutif LSM Pembela Arus Bawah tersebut.
Sebaiknya untuk diketahui kembali mengenai sejumlah poin tuntutan Masyarakat Adat Ranteballa dan Boneposi tersebut, yakni :
- Menuntut pemberhentian terhadap segala bentuk transaksi pada pelaksanaan pembebasan lahan yang dilakukan oleh pihak PT Masmindo. Alasannya, sebab yang menerima pembayaran atas pembayaran pembebasan lahan tersebut adalah justru para pelaku mafia tanah, dengan cara menerbitkan surat-surat kepemilikan palsu. Sehingga menyebabkan para ahli waris selaku pemegang hak atas tanah yang sebenarnya, namun sama sekali tidak memperoleh pembayaran atas pelaksanaan pembebasan lahan tersebut, akibat telah dirampas secara sistimetis dan masif oleh pihak-pihak pelaku mafia tanah yang sangat diduga kuat bersekongkol dengan pihak management PT Masmindo tertentu.
- Menuntut agar dilakukan pendataan ulang terhadap bidang-bidang tanah yang telah dibebaskan tersebut, dengan mengacu pada dokumen kepemilikan tanah sebelum terbitnya kontrak karya PT Masmindo pertanggal 19 Januari 1998. Atau mengacu pada bukti-bukti empiris di lokasi, menurut atas riwayat tanah yang sesungguhnya.
- Menuntut agar segera dilakukan pencopotan terhadap pihak-pihak personil pada jajaran Management PT Masmindo, sebab justru sangat diduga kuat menjadi sumber masalah pada pelaksanaan pembebasan lahan tersebut. Jika perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap semua karyawan pada perusahaan pertambangan emas ini. Termasuk mengevaluasi atas keberadaan PT Pesona Swargaloka Indonesia (PSI) pada pelaksanaan pembasan lahan PT Masmindo tersebut.
- Menuntut supaya dilakukan pemidanaan terhadap pihak-pihak pelaku mafia tanah pada pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo tersebut. Sebab terjadinya kekisruhan pada pelaksanaan pembebasan lahan di perusahaan pertambangan emas ini, sangat diduga kuat diakibatkan olah para pelaku mafia tanah yang tidak hanya merugikan pihak investor tapi juga merugikan pihak masyarakat adat selaku pemegang hak atas tanah yang sebenarnya.
- Menuntut agar pihak perusahaan lebih memprioritaskan tenaga kerja lokal pada desa-desa di dalam wilayah kontrak karya, sebab selama ini pihak PT Masmindo dianggap lebih memilih merekrut tenaga kerja dari luar daerah.
Sedangkan sejumlah poin tuntutan Masyarakat Adat Ranteballa dan Boneposi ini, telah pula menjadi materi pembahasan antara H Didi O Afandi selaku Utusan Khusus Direktur Utama PT Indika Energy dengan pihak LSM Pembela Arus Bawah baru-baru ini di Makassar.
Penulis : Made/Editor : William Marhon