Tabloid SAR –Berkembang rumor, jika terdapat oknum TNI/Polri diduga membeckingi kegiatan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) yang disinyalir ilegal berlokasi di Salu Noling, Desa Bolu, Kecamatan Basse Sangtempe (Bastem), Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan.
Pasalnya, kegiatan proyek PLTMH milik PT Tiara Tirta Energi ini, sangat disinyalir ilegal. Sebab sama sekali belum memiliki dokumen studi kelayakan AMDAL dan izin konstruksi, menurut Kepala Dinas (Kadis) Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP) Kabupaten Luwu.
Adapun kegiatan proyek PLTMH yang disebut ilegal ini, berupa kegiatan land clearing (pembersihan lahan) untuk persiapan konstruksi. Pada gilirannya menuai kritikan tajam dari Aktivis Pembela Arus Bawah.
Hal itulah, maka membuat Kepala Desa (Kades) Bolu langsung pula melayangkan surat pemberitahuan pemberhentian kegiatan kepada Direktur PT Tiara Tirta Energi, selaku owner proyek PLTMH tersebut.
Sementara menurut rumor berkembang, jika proyek PLTMH ini diduga kuat dibeckingi oknum TNI/Polri, sehingga berani melakukan kegiatan yang sangat disinyalir ilegal seperti itu.
Padahal lokasi tanah yang ditempati melakukan kegiatan tersebut masih bersengketa pembebasan lahannya. Terlebih lagi perusahaan ini tidak memiliki AMDAL dan izin konstruksi. Adapun informasi terakhir yang diterima media ini, bahwa proyek PLTMH tersebut telah menghentikan kegiatannya.
Kapolsek Bastem, Iptu Pol Aswar Rani (mantan –red) saat dikonfirmasi melalui nomor handponenya pada hari ini, Kamis (22/08-2024) mengenai adanya rumor yang berkembang seperti ini.
“Sangat tidak benar rumor seperti itu,” bantahnya, sembari menyampaikan bahwa dirinya sekarang ini sudah pindah menjadi Kasat Narkoba Bone.
Kata dia, kalau kami dari pihak Polsek Bastem tidak ada sama sekali personil kami yang membeckingi pihak proyek PLTMH tersebut. Kami bersama pihak Koramil justru menghimbau pihak PLTMH agar menyelesaikan terlebih dahulu sengketa lahannya secara kekeluargaan sebelum melakukan kegiatan di dalam lokasi tersebut.
Lanjut ia menyampaikan, namun pihak perusahaan tersebut tetap saja ngotot untuk masukkan alat beratnya, dengan alasan lahannya sudah dibayar. Karena kami dari pihak Polsek tidak ada hak melarang pihak perusahaan, tapi kami hanya himbau pihak perusahaan untuk menyelesaikan dulu tanah yang bersengketa tersebut sebelum melakukan kegiatan.
“Hal itulah, maka saat itu, saya langsung menelpon Kades Bolu agar mengeluarkan surat pemberitahuan pemberhentian kegiatan kepada pihak perusahaan proyek PLTMH tersebut, demi menghindari terjadinya konflik yang tidak diinginkan,” ucapnya dari balik handphonenya.
Hal senada juga dikemukakan oleh Plt Danramil Bastem Peltu Amiruddin. Bahkan dengan tegas pula ia menyampaikan, kalau ada anggota TNI yang membeckingi proyek yang diduga ilegal (PLTMH –red) itu, saya mau ketemu orangnya. “Saya sangat membantah, terkait dengan adanya rumor becking-beckingan seperti itu,” tandasnya handphonenya.
Kemudian redaksi media ini tak lupa pula mengkonfirmasi dua aparat keamanan (off the record) yang bertugas di Kecamatan Bastem melalui nomor whatsappnya masing-masing, tapi keduanya tidak memberikan respons sama sekali.
Menyikapi hal ini, pihak kalangan LSM sangat menyesalkan, apabila terdapat okunum TNI/Polri yang membeckingi kegiatan proyek PLTMH yang diduga ilegal di Bastem sebagaimana rumor tersebut, salah satunya Aktivis Pembela Arus Bawah, Rahmat K Foxchy. Sekaligus mengancan akan melaporkan oknum TNI/Polri yang diketahui membeckingi kegiatan proyek yang sangat disinyalir ilegal seperti ini
“Jika memang ada indikasi okunum TNI/Polri yang membeckingi kegiatan proyek PLTMH yang sangat disinyalir ilegal itu, kita dari LSM tentunya sangat tidak akan segan-segan melaporkannya kepada Panglima TNI dan Kapolri,” terang aktivis LSM yang lebih kerap disapa Bang Foxchy ini.
Menurutnya, tidak mungkin pulalah Kapolsek Bastem dan Danramil Bastem kawal proyek yang diduga ilegal ini. Sebab mereka juga sangat paham resikonya itu yang berat, karena pertaruhannya itu adalah kariernya.
Apalagi Kapolsek Bastem (Iptu Pol Aswar Rani –red), kata Bang Foxchy senantiasa berkoordinasi dengan saya melalui handphone, terkait dengan upaya penanganan solusi pada sengketa lahan proyek PLTMH tersebut.
Walau saya di Jakarta, lanjut ia menyampaikan, saya selalu berkonsultasi dengan Pak Aswar Rani, terkait dengan langkah-langkah penanganan solusi terhadap sengketa lahan tersebut. Namun sayangnya, beliau rupanya sudah pindah menjadi Kasat Narkoba Polres Bone. “Saya ucapkan selamat dan sukses kepada beliau atas promosi jabatan barunya tersebut,” tukasnya.
Bang Foxchy mengemukakan, bahwa lahan sengketa tersebut ada bezetternya sebab di dalam lokasi ini terdapat kebun warga lokal, pihak bezetter itulah yang harusnya menerima harga pembayaran kompensasi lahan tersebut. “Kapan pihak bezetter bukan penerima harga pembayaran kompensasi lahannya, tidak akan selesai kasus sengketa lahan pada lokasi ini,” bebernya.
Ia lalu menyampaikan, saya tahu persis lokasi lahan sengketa tersebut, sebab saya lahir dan besar di kampung itu. “Jadi pihak-pihak yang mengaku lahan ini sebagai warisannya, tanpa mampu menunjukkan bukti-bukti fisik bekas pengelolaan orang tuanya atau nenek moyangnya di dalam lokasi sengketa, maka sangat patut diduga sebagai pelaku mafia tanah,” ucap pegiat anti korupsi yang juga akrab disapa Bang Ories ini.
Apalagi di dalam lokasi sengketa tersebut, kata Bang Ories lagi, terdapat kebun coklat pihak ahli waris yang sebenarnya. Kalau Pak Sanusi, Pak Paribek, Pak Buntang dan Pak Paembonan mengklaim lahan sengketa tersebut sebagai warisannya. Ada tidak bukti-bukti fisik peninggalan orang tuanya atau nenek moyangnya di dalam lokasi tersebut.
Dijelaskannya lebih lanjut, kalau lokasi sengketa tersebut diakui sebagai wilayah adatnya, bukan berarti lokasi itu sudah serta merta pula harus diakui sebagai hak warisnya. “Kalau begitu, lebih baik lokasi sengketa ini diuji saja melalui jalur hukum,” imbuhnya.
Apabila ditinjau dari segi perspektif hukum pidana, tambahnya, pihak-pihak yang terbitkan surat keterangan tanah dan juga menerima harga lahan pada lokasi sengketa itu sangat bisa dijerat dengan ketentuan tindak pidana.
“Ya, sangat ada celah untuk mempidanakan mereka. Jadi itu langkah yang tepat yang mesti ditempuh, selain mengajukan gugatan perdata di pengadilan,” kunci Aktivis Pembela Arus Bawah ini. (Made/Redaksi)