Tabloid SAR – Ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Rakyat (AMARA) Rampi, akhirnya menggelar aksi demonstrasi di depan Mapolda Sulawesi Selatan (Sulsel). Aksi tersebut merupakan tindak lanjut untuk menyikapi atas kasus Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang telah menelan korban jiwa di Desa Onondowa, Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara (Lutra).
Juru bicara AMARA Rampi, William Marthom mengatakan dalam aksi kali ini pihaknya mendesak Kapolda Sulsel untuk mencopot Kapolres Lutra dari jabatannya. Dia menilai, Kapolres Lutra sudah gagal memberantas mafia tambang di wilayah hukumnya.
“Kami mendesak Kapolda Sulsel untuk mencopot Kapolres Luwu Utara. Karena kami menilai Kapolres Luwu Utara telah gagal menegakkan supremasi hukum dan gagal memberantas mafia tambang di wilayah hukumnya sendiri,” ujar William saat ditemui wartawan media ini di depan Polda Sulsel, Senin (08/05/2023) sore.
William menuturkan pihaknya telah meminta Polres Lutra untuk menindak tegas para pelaku tambang emas ilegal di Rampi sejak satu tahun belakangan. Namun hingga saat ini, menurutnya Polres Lutra terkesan mengabaikan permasalahan tersebut.
“Persoalan tambang emas ilegal di Rampi ini sudah mulai bergulir sejak tahun 2018 silam. Satu tahun belakangan ini aktivitas pertambangan emas ilegal ini semakin menjadi-jadi,” ujarnya.
“Sementara kami melihat pihak Polres Lutra masih sangat mengabaikan aktivitas penambangan emas ilegal itu. Buktinya hingga hari ini belum ada satupun pihak yang diproses secara hukum, padahal kami sudah lakukan aksi juga di depan Polres Lutra,” tambahnya.
Lebih lanjut William mengatakan aktivitas tambang emas ilegal bukan hanya bermasalah secara hukum namun juga membahayakan keselamatan para pekerjanya yang tak lain adalah masyarakat sekitar tambang.
Dia menyebut dua orang pekerja tambang ilegal mengalami kecelakaan beberapa waktu lalu yang mengakibatkan seorang di antara keduanya meninggal dunia.
“Tanggal 3 Mei 2023 kemarin terjadi kecelakaan yang menimpa dua orang penambang emas ilegal di sana. Satu orang meninggal dunia, sementara satunya masih koma dan sedang dirawat di rumah sakit. Mereka tertimbun material tambang,” kata William.
“Kecelakaan itu menjadi tanda bahwa memang aktivitas penambangan ilegal ini sudah pasti tidak menerapkan standar kesehatan dan keselamatan kerja. Karenanya jika dibiarkan tidak menutup kemungkinan korban akan terus bertambah,” imbuhnya.
William menambahkan bahwa tambang emas ilegal di Rampi juga diduga kuat melibatkan oknum kepolisian. Bahkan menurutnya, di sekitaran tambang nama salah satu petinggi Polda Sulsel seringkali disebut-sebut sebagai pihak yang memback-up aktivitas tambang ilegal tersebut.
“Karenanya kami minta pihak kepolisian untuk segera menindak tegas para pelaku tambang ilegal termasuk oknum-oknum polisi yang kami duga terlibat. Kami tidak mau ulah segelintir oknum kemudian malah merusak citra Polri sebagai sebuah institusi,” katanya.
“Kami juga mau tegaskan aksi ini baru permulaan. Jika kepolisan masih abai dan tidak melakukan langkah-langkah konkret maka kami akan kembali aksi dengan jumlah massa yang lebih besar. Tidak menutup kemingkinan dengan jaringan yang kami miliki, persoalan ini juga akan kami bawa sampai ke Mabes Polri,” pungkasnya.
Untuk diketahui, para perwakilan AMARA Rampi diterima oleh Perwira Pengawas (PAWAS) Polda Sulsel IPTU Kurniawan bersama PAWAS Propam Polda Sulsel IPDA Astomo di ruang Propam Mapolda Sulsel, saat menggelar aksi di depan kantor tersebut.
AMARA Rampi merupakan gabungan dari sejumlah aktivis gerakan rakyat di Makassar dan Luwu Raya, yakni KSN Sulsel, WALHI Sulsel, KPA Sulsel, JURNAL CELEBES, LBH Makassar, GRM, FSPBI Sulsel, FSP MENANG, FSP TUGASKU, FSP TRANSINDO, FSP KOBAR, FSP NAPAS, FSP PASTI, PB IPMR, PP IPMS dan DPP SRMD. (Rls/***)