Nampaknya Juga Mulai Mengemuka Putusan Praperadilan Kades Ranteballa Sebelumnya Akibat Dianggap Bersifat Kontroversial
Tabloid SAR – Kepala Desa (Kades) Ranteballa, Etik kembali ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi, terkait penyalahgunaan wewenang pada pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo yang berlokasi di Desa Ranteballa, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Kades Ranteballa ini kembali ditetapkan sebagai tersangka, setelah pihak Polres Luwu membuka ulang penanganan proses hukum kasus dugaan pungutan liar (pungli) penerbitan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP) di dalam wilayah Izin Operasi Produksi perusahaan tambang emas tersebut.
Padahal pada penanganan proses hukum kasus Kades ini sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka, namun dibebaskan dengan putusan praperadilan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Makassar.
Kemudian sprindiknya diterbitkan lagi oleh pihak Penyidik Tipikor Polres Luwu, sehingga kembali lagi ditetapkan sebagai tersangka.
Hal tersebut, dikemukakan Kasat Reskrim Polres Luwu, AKP Jody Dharma pada Senin (03/02-2025) lalu, sebagaimana dilansir sejumlah media online, bahwa berkas perkara tersangka Etik akan segera dilimpahkan kepada pihak kejaksaan.
Dengan ditetapkanya Etik kembali sebagai tersangka, sehingga membuat kalangan pegiat civil society (masyarakat sipil) mendesak Pj Bupati Luwu agar segera mencopot atau menonaktifkan pesakitan ini sebagai Kades Ranteballa.
Mengemukanya seruan dari kalangan pegiat civil society untuk mendesak Pj Bupati Luwu agar segera menonaktifkan Etik sebagai Kades Ranteballa, setelah status tersangkanya dinyatakan secara resmi oleh Kasat Reskrim Polres Luwu tersebut, sebagaimana diberitakan sejumlah media online beberapa waktu lalu.
Adapun kalangan pegiat civil society yang menyerukan penonaktifkan segera terhadap Kades Ranteballa tersebut. Salah satunya William Marthom, selaku aktivis Serikat Rakyat Miskin Demokratik (SRMD) yang selama ini dikenal sebagai salah satu tokoh pergerakan di Tana Luwu.
“Karena status tersangka Etik itu sudah dinyatakan secara resmi oleh Kasat Reskrim Polres Luwu, maka sudah tidak ada alasan bagi Pj Bupati Luwu untuk segera pula menonaktifkannya atau memberhentikannya sementara sebagai Kades Ranteballa,” tuturnya pada hari ini, Kamis (06/02-2025).
Alasannya, sebab telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 9 huruf d Permendagri No. 66 tahun 2017 tentang Perubahan Atas Perubahan Permendagri No. 82 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa.
“Jadi sangat tidak ada alasan untuk tidak segera menonaktifkan Kades Ranteballa, karena telah ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi,” tandas Wiliam.
Hal ini, kata dia, sebagai bentuk dukungan terhadap agenda pemberantasan korupsi. Selain agar tersangka tidak mengulangi perbuatan dugaan tindak pidana serupa atau dugaan tindak pidana lainnya, tidak menghilangkan barang bukti, dan untuk mempermudah proses hukum yang sedang menjeratnya tersebut. Apalagi kasus yang menjerat Kades Ranteballa ini telah viral menjadi perhatian publik.
Selain itu, William mengaku sangat sepakat terhadap pernyataan pers Bang Ories (Aktivis Pembela Arus Bawah, Rahmat K Foxchy) yang dirilis media ini sebelumnya, supaya pihak penyidik jangan hanya kasus dugaan punglinya saja yang diproses hukum.
Berita terkait sebaiknya juga baca link berita dimaksud di bawah ini :
Menurutnya, bahwa semestinya pula pihak penyidik agar dapat mengembangkan pengusutan lebih lanjut dugaan kasus Kades Ranteballa, terkait penerbitan alas hak atau surat-surat dokumen tanah jenis lainnya di dalam wilayah operasional tambang emas PT Masmindo, sebab sangat disinyalir bermuatan keterangan palsu. Termasuk mendalami lebih lanjut adanya potensi dugaan tindak pidana pencucian uang pada kasus ini.
Pegiat anti korupsi yang satu ini mengemukakan, karena menerbitkan alas hak atau surat-surat dokumen tanah jenis lainnya di dalam wilayah IUP/IUPK, maka sangat jelas merupakan suatu bentuk tindakan penyalahgunaan wewenang,” tandasnya.
Persoalannya, bahwa terjadinya modus operandi kasus dugaan pungli SPOP yang kembali menjerat Kades ini, sangat kuat indikasinya berawal dari terjadinya peristiwa penyalahgunaan wewenang terhadap penerbitan surat-surat dokumen tanah yang dibuat dengan cara manipulatif dalam bentuk SPPT (Surat Pernyataan Penguasaan Tanah) yang sifatnya bermuatan keterangan palsu tersebut.
Ia pun lanjut menjelaskan, akibat terjadinya penyalahgunaan wewenang terhadap penerbitan SPPT yang sangat disinyalir bermuatan keterangan palsu itu, maka timbul pula kasus dugaan pungli SPOP yang kembali menyeret Kades ini.
Inti persoalan yang sebenarnya, sambungnya, pada indikasi penyalahgunaan wewenang terhadap penerbitan SPPT yang sangat disinyalir bermuatan keterangan palsu itu, menyebabkan timbul dugaan pungli SPOP yang kembali menyeret Kades Ranteballa tersebut.
“Jadi pada kasus dugaan perekayasaan penerbitan SPPT inilah, sehingga dimanfaatkan untuk memperkaya diri dan orang lain, dengan cara mempergunakan surat-surat dokumen tanah yang terindikasi palsu, untuk memperoleh harga pembayaran kompensasi lahan dari PT Masmindo,” tandasnya.
Desakan pencopotan terhadap Kades Ranteballa, juga dikemukkan oleh Andi Baso Juli, Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Kinerja Pemerintah dan Masyarakat (LPKP-M) di Luwu ini.
Ia pun lalu menyinggung soal berkas perkara Kades ini sebelumnya yang disebut-sebut telah berstatus P21, namun status tersangkanya justru dibatalkan dengan putusan praperadilan.
Pegiat civil society yang juga berprofesi sebagai praktisi hukum ini, tak lupa berharap agar praperadilan nantinya tidak lagi membatalkan kembali status tersangka Kades Ranteballa untuk kedua kalinya ini.
“Kalau hal tersebut sampai terjadi lagi, maka terkuburlah rasa keadilan hukum di Luwu ini,” ucap salah satu penggagas terbentuknya Forum LSM Tanah Luwu tersebut.
Ia pun lanjut mengemukakan, apabila berkas perkara Kades Ranteballa sebelumnya benar telah P21, tapi justru dibatalkan status tersangkanya dengan putusan praperadilan.
“Kita pikir itu merupakan suatu putusan yang sangat bersifat kontroversial. Harapan kita agar tidak terulang lagi pembatalan praperadilan terhadap kasus penetapan tersangka Kades Ranteballa untuk kedua kalinya ini,” pungkas Andi Baso Juli.
Nampaknya juga belakangan ini sepertinya mengemuka informasi, bahwa berkas perkara Kades Renteballa saat pertama kali ditetapkan sebagai tersangka. Disebutkan sudah P21, namun justru dibatalkan status tersangkanya oleh putusan praperadilan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Makassar.
Adanya infomasi seperti ini, mengemuka seiring dengan ditetapkannya kembali Kades tersebut sebagai tersangka untuk kedua kalinya.
Hal itu, sehingga sejumlah pakar hukum pidana menganggap sangat kontroversial putusan praperadilan yang membatalkan status tersangka Kades Ranteballa sebelumnya, bila berkas perkaranya saat itu benar sudah berstatus P21.
Jadi mestinya hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri Makassar saat itu menolak permohonan praperadilan tersangka Etik tersebut. Sebagaimana halnya permohonan praperadilan mantan Kabareskrim Mabes Polri, Susno Duaji yang ditolak hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sebab berkas perkaranya juga sudah dinyatakan P21.
Pasalnya, berkas perkara yang telah dinyatakan P21 itu, sudah bukan lagi ranah kewenangan pihak penyidik (Polres Luwu), tapi sudah merupakan ranah kewenangan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Jadi sangat bersifat kontroversial putusan hakim praperadilan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Makassar yang sebelumnya membatalkan statutus tersangka Kades Ranteballa tersebut.
Hal ini dikemukakan salah satu mantan penyidik senior (off the record –red) pada sebuah institusi Aparat Penegak Hukum (APH) di Jakarta yang rencananya akan bertransformasi menjadi politisi tersebut.
Menurutnya, walau telah berlalu putusan praperadilan terhadap pembatalan status tersangka Kades ini sebelumnya. Kendati pula putusan hakim praperadilan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Makassar tersebut, tetap dinyatakan sah secara hukum.
Ia pun menyampaikan, akan tetapi bisa diadukan baik kepada KY (Komisi Yudisial) maupun kepada MA (Mahkamah Agung). Sehingga diharapkan para pihak aktivis LSM agar mengadukan oknum hakim tersebut. “Jika perlu diadukan pula ke KPK atau Kejaksaan Agung,” imbuhnya.
Apalagi pihak Kejaksaan Agung, kata dia, sedang galak-galaknya menangkap sejumlah oknum hakim yang bermasalah putusannya akibat diduga menerima suap. “Itupun juga, karena awalnya diadukan pihak aktivis LSM, akhirnya viral menjadi perhatian publik,” ungkapnya.
Mantan penyidik senior yang juga asal putra Luwu ini, mengaku sangat merasa heran, kenapa kasus Kades Ranteballa yang berkas perkaranya disebut-sebut telah P21 sebelumnya, tidak ditolak permohonan praperadilannya oleh hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Makassar saat itu.
Kita sama sekali tidak bermaksud menuding telah terjadi indikasi kongkalikong, terkait persidangan praperadilan yang membebaskan status tersangka Kades tersebut. Akan tetapi dengan memfenomenanya sejumlah oknum hakim yang ditangkap pihak APH (Kejaksaan Agung) belakangan ini, akibat terjadinya dugaan patgulipat dalam memutuskan perkara.
Harapannya pada pihak aktivis LSM agar bisa mengadukan oknum hakim praperadilan yang bersifat kontroversial putusannya itu, karena telah membatalkan status tersangka Kades Ranteballa yang berkas perkaranya disebut-sebut telah dinyatakan P21.
Kalau aktivis LSM itukan, tambahnya, sudah sangat paham mengulik-ngulik kasus. “Jadi sudah seharusnya pula mengadukan oknum hakim praperadilan yang pernah menangani persidangan kasus Kades Ranteballa itu kepada KY, MA dan pihak APH,” harapnya seraya ia mengakhiri argumennya. (*)