Dituntut 13 Tahun Penjara, Penasehat Hukum Edi Gunawan : Itu Ranah Perdata

News687 views

Suaminya Diduga Kuat Dikriminalisasi, Istri Terdakwa Ingin Minta Bantuan Pendampingan Aktivis LSM

 

Tabloid SAR – Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan tiga belas penjara kurungan kepada terdakwa tindak pidana penipuan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Edi Gunawan pada Selasa (30/04-2024) kemarin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar, Gunung Sahari Selatan, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Adapun perkara pidana ini teregistrasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor : 5/Pid.B/2024/PN Jkt.Pst. Terdakwa, Edi Gunawan didampingi pengacara Efi Nasution saat menjalani sidang pembacaan tuntutan dari JPU Putri Manurung. Selaku Korban dalam perkara pidana ini adalah Yosefh Jimmy Pribadi.

Sesaat usai persidangan, pengacara Efi Nasution selaku penasehat hukum terdakwa Edi Gunawan, kepada media ini mengaku akan segera juga mempersiapkan pledoi untuk membantah semua dalil-dalil tuntutan JPU yang dituduhkan kepada kleinnya tersebut. “Jadwal kita mengajukan pledoi untuk dibacakan pada agenda persidangan berikutnya,” tutur Efi, sembari menunjukkan satu berkas surat tuntutan JPU tersebut.

Saat ditanyakan, bagaimana tanggapannya mengenai materi tuntutan terhadap kliennya itu. Jawab Efi, itu perkara perdata, jadi saya sangat tidak habis pikir kenapa JPU membawa kasus ini  ke persidangan. Jadi tuntutan JPU itu adalah sama sekali sangat salah alamat.

Saya menyebut kasus ini adalah perkara perdata, kata dia, sebab menyangkut kerja sama bisnis yang sangat jelas terikat dalam sebuah perjanjian kesepakatan melalui notaris. Namun perjanjian kerja samanya itu belum jatuh tempo menurut ketentuan hukum. “Jadi dari sisi mana sampai timbul delik pidana terhadap suatu perjanjian kerja sama yang masih dalam ikatan hukum sesuai kesepakatan di notaris tersebut,” ungkapnya penuh tanya.

Efi lanjut menyampaikan, kenapa materi tuntutan JPU sama sekali sangat salah alamat, karena adanya tuntutan kepada klien saya dalam bentuk beban denda dan penyitaan terhadap sejumlah lokasi properti milik terdakwa. “Denda dan sita-menyita properti itukan ranahnya adalah tuntutan hukum perdata,” ucapnya dengan nada heran.

Menurutnya, jika faktor tuduhan kasus TPPU yang dijadikan sebagai dalil tuntutan JPU, sehingga klien saya harus juga dituntut dengan beban denda dan juga dituntut untuk disita sejumlah lokasi properti miliknya. Saya pikir tuntutan JPU sangat salah sasaran, karena klien saya tidak tersangkut dengan kasus korupsi atau kasus yang sifatnya merugikan keuangan negara.

Hal itu justru lebih salah alamat lagi, kata Efi lebih lanjut, sebab klien saya tidak pernah dilidik dan disidik perkara dengan kasus TPPU oleh pihak penyidik. “Jadi saya pikir tuntutan JPU seperti ini sangat mengada-ada dan sangat mencederai rasa keadilan hukum”,” tandasnya.

Kata dia lebih lanjut, begitupun halnya mengenai adanya tuntutan pemusnahan barang bukti. Kan klien saya tidak tersangkut dengan kasus miras, kasus narkoba dan kasus tindak pidana lainnya yang barang buktinya yang sangat diharuskan untuk dimusnahkan menurut ketentuan perundang-undangan.

Namun jelasnya, sambungnya, saya selaku penasehat hukum terdakwa (Edi Gunawan –res) akan mempersiapkan pula pledoi untuk membabaskan klien saya ini dari semua jeratan hukum dimaksud dalam tuntutan JPU, karena memang sama sekali tidak ada unsur tindak pidananya. “Yah, sebab itu perkara perdata. Jadi tunggu aja pledoi saya pada agenda persidangan berikutnya,” terang Efi Nasution.

Sedangkan Linda Tan menduga kuat, jika suaminya telah didiskriminalisasi. “Saya menduga kuat suami saya telah didiskriminalisasi sampai dijerat tindak pidana yang sangat tidak jelas dasar hukumnya tersebut,” ungkapnya, pada saat itu juga didampigi penasehat hukum suaminya.

Hal itulah, maka istri terdakwa, Edi Gunawan ini, sehingga juga meyampaikan keinginannya untuk minta bantuan pendampingan aktivis LSM agar juga ikut mencarikan rasa keadilan hukum kepada suaminya yang saat ini sedang menjalani tuntutan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Kata Linda, soalnya saya sudah beberapa kali menyurat kepada sejumlah pimpinan institusi penegak hukum, untuk mengadukan kasus dugaan pengkriminalisasian yang sedang menimpa suami saya ini. Tapi tidak ada respons jawaban sama sekali.

Jadi dengan alasan itulah, tuturnya, maka saya ingin minta bantuan pendampingan aktivis LSM. Karena surat LSM itu, rupanya lebih direspons oleh para petinggi negara yang berwenang terhadap pengaduan masyarakat terzalimi rasa keadilannya seperti saya ini,” imbuhnya.

Menurutnya, soal persidangan perkara suami saya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, itu saya tidak permasalahkan. Karena saya sangat yakin Majelis Hakim akan membebaskan suami saya dari segala tuntutan hukum sebagaimana dimaksud dalam tuntutan JPU tersebut.

Namun yang sangat saya permasalahkan itu, kata Linda lebih lanjut, mengenai adanya tindakan yang sangat tidak terpuji yang diduga dilakukan oknum-oknum tertentu, selama suami saya menjalani proses hukum di Polda Metro Jaya. “Tidak masalah suami saya diproses tindak pidananya asal sesuai dengan prosedur ketentuan hukum yang berlaku,” terangnya.

Lebih lanjut ia menyampaikan, tapikan jangan lagi dibebani dengan embel-embel permintaan yang sama sekali di luar ketentuan hukum. Akan tetapi istri terdakwa Edi Gunawan ini, masih enggan mengungkap permintaan seperti apa yang sangat membebani selama suaminya menjalani proses hukum di Polda Metro Jaya. “Jadi itu akan saya ungkap kepada aktivis LSM yang saya mintai bantuan nantinya,” bebernya.

Linda lanjut menyebutkan, jika dirinya baru-baru juga dimintai uang ratusan juta oleh salah satu oknum pegawai pengadilan. “Parah ini hukum kalau begini jadinya. Tapi yang minta uang itu bukan JPU dan hakim,” paparnya.

Jadi kasus seperti inilah, sambungnya, saya ingin mintakan bantuan pada aktivis LSM agar dilaporkan kepada pejabat negara berwenang agar menindak oknum aparat yang salah gunakan jabatannya seperti itu.

“Kalau perlu hal semacam ini, saya akan viralkan di media sosial, agar tidak ada lagi terjadi pratik-praktik pungli seperti itu,” tandasnya dengan ada kecewa.

Saya sudah tidak takut kok, lebih lanjut ia menyampaikan, untuk viralkan praktik-praktik pungli yang saya alami sendiri ini. Saya ada bukti bukti rekaman yang saya bisa pertanggungjawbabkan. “Sebab kalau tidak viral di medsos tidak akan pernah ada keadialan atau no viral no jactice. Karena sepertinya aparat itu baru takut kalau diviralkan di medsos. Kalau perlu saya menggelar kompernsi pers,” kunci Linda mengakhiri komentarnya. (Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *