Tabloid SAR – Berkembang wacana dari masyarakat adat Basse Sangtempe (Bastem), bahwa Pemangku Adat Parengnge Kira’ sudah semestinya dikenakan sanksi hukum adat.
Pasalnya, lantaran diduga kuat memperjualbelikan warisan tanah adat Banua Sura’ Ojo kepada pihak perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PTMH) PT Tiara Tirta Energi. Apalagi di dalam lokasi yang telah diduga kuat diperjualbelikan tersebut, terdapat tanaman milik Haeruddin Lele salah satu tokoh adat Banua Sura; Ojo, Desa Lange, Kacamatan Bastem.
Hal tersebut, dikemukakan sendiri oleh Haeruddin Lele kepada media ini melalui sambungan telepon seluler pada hari ini, Rabu (19/06-2024). “Saya memiliki tanaman coklat (kakao –red) dan tanaman lainnya beserta balabatu pada lokasi tanah yang terletak di Bone Sura’ tersebut,” tuturnya.
Lanjut ia menuturkan, namun rupanya diduga kuat sudah diperjualbelikan oleh Parerengnge Kira’ kepada pihak perusahaan PLTMH. “Lokasi tanah tersebut sampai disebut Bone Sura’, sebab merupakan aset adat secara turun-temurun dari Rumah Adat Banua Sura’ di Ojo,” ucapnya.
Salah satu tokoh adat Banua Sura’ ini, mengatakan, makanya lokasi tanah di Bone Sura’ itu dipasikonan (disimbokan –red) dengan Rumah Adat Banua Sura’ di Ojo. Maksudnya, agar menjadi pertanda warisan adat dari Rumah Adat Banua Sura’. Termasuk lokasi tanah di Pa’kamboan dan Bone Lambe itu juga merupakan warisan adat dari Rumah Adat Banua Sura’.
Lagi pula, lanjut ia menyampaikan, itu merupakan wilayah adat Bolu dan sama sekali bukan wilayah adat Kira’. “Kenapa Parengnge Kira mengklaim lokasi tanah terlalu jauh sampai di situ dan apa pula dasarnya,” tukasnya.
Saya ini juga keturunan asal Bolu, kata Haerunddin Lele lebih lanjut, sebab bapak saya itu orang Bolu dan juga orang Bara’bak. Jadi sudah semestinya Parengnge Kira’ itu dikenakan sanksi hukum adat, sebab diduga kuat telah memperjualbelikan lahan yang sama sekali tidak ada hubungan latar belakang sejarah keleluhurannya dan juga tidak ada sangkut pautnya dengan wilayah adat Kaparengngesan Kira’.
Dia pun lanjut mengemukakan, coba suruh itu Parengnge Kira’ menjelaskan susunan silsilah keturunannya, bahwa siapa nama nenek moyangnya yang pernah mengelola lokasi tanah di Bone Sura’, Pa’kamboan, Bone Lambe dan Bone Kapak tersebut. “Sudah pasti Parengnge Kira’ itu, tidak akan bisa meriwayatkan lokasi tanah tersebut menurut sejarah silsilah keturuanannya,” imbuhnya.
Jadi apapun alasannya, kata Haerunddin Lele lebih lanjut, kami selaku rumpun keluarga masyarakat adat Banua Sura’ Ojo, akan tetap mempertahankan lakasi tanah di Bone Sura’, Pa’kamboan, Bone Lambe dan Bone Kapak tersebut. “Tentunya pula rumpun kami dari Banua Sura’ Ojo tidak akan pernah membiarkan pihak perusahaan PLTMH untuk melakukan kegiatan dalam bentuk apapun pada lokasi tersebut,” terangnya.
Syukurlah, sambungnya, sebab kasus jual beli tanah yang diduga kuat dilakukan oleh Parengnge Kira’ bersama kawan-kawannya, sudah pula diadukan oleh keponakan saya bernama Puangnya Putri kepada pihak APH (Aparat Penegak Hukum). “Saya juga sudah bicara ditelepon dengan Puangnya Putri ke Jakarta, jika kasus ini sudah diadukan kepada pihak APH,” ungkapnya.
Maka mengenai kasus ini, tambahnya, bahwa Puang Parengnge Ojo sudah pula membuat surat kepada Camat Bastem. “Jadi sangat diharapkan agar Camat Bastem segera menanggapi surat dari Puang Parengnge Ojo itu,” tandas Haerudin Lele.
Sementara Pemangku Adat Parengnge Kira’, Sanusi lalu dikonfirmasi melalui nomor whatsapp-nya, untuk dimintai tanggapannya terkait kasus dugaan jual beli tanah pada lokasi dimaksud. Termasuk juga dimintai tanggapannya atas berkembangnya wacana dari masyarakat adat agar sebaiknya Parengnge Kira’ dikenakan sanksi hukum adat sehubungan atas dugaan jual beli tanah pada lokasi tersebut.
Namun pesan chat yang dikirimkan redaksi media ini, sama sekali belum mendapat tanggapan dari Parengnge Kira’ hingga berita ini dirilis untuk kepentingan informasi publik. (Redaksi)