Aktivis Pembela Arus Bawah Laporkan Ulang Kasus Dugaan Mafia Tanah pada Pelaksanaan Pembebasan Lahan PT Masmindo

News1,111 views

 

Tabloid SAR – Masifnya kasus dugaan mafia tanah pada pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo Dwi Are (Masmindo) dilaporkan ulang oleh pihak kelompok LSM yang disebut Aktivis Pembela Arus Bawah.

Adapun laporan ulang kelompok LSM ini, tertuang dalam surat Direktur Eksekutif Aktivis Pembela Arus Bawah Nomor : 040-DE/NGO-Arus Bawah/Agenda Berantas Mafia Tanah/2023 tanggal 15 September 2023, perihal melaporkan ulang atas masifnya kasus dugaan mafia tanah melalui pelaksanaan pembebasan lahan pada PT Masmindo Dwi Area.

Surat laporan ulang kelompok LSM tersebut ditujukan langsung kepada Presiden RI, Ketua DPR-RI, Ketua Ketua Komisi III DPR-RI dan Ketua Komisi VII DPR-RI. Termasuk ditujukan kepada sejumlah pimpinan kementerian yang berwenang dan terkait, yakni Menko Polhukam, Menko Marves, Menteri ESDM, Menteri Investasi/Kepala BKPM dan Menteri ATR/BPN.

Selain itu, surat laporan ulang Aktivis Pembela Arus Bawah ini, maka juga ditujukan kepada Pimpinan Aparat Penegak Hukum berwenang, seperti Ketua KPK, Kejaksaan Agung dan Kapolri. Tak terlepas pula ditujukan kepada Ketua Kompolnas, Ketua Ombudsman Nasional dan Ketua Komnas HAM.

Hal tersebut dibenarkan oleh Direktur Eksekutif Aktivis Pembela Arus Bawah, Rahmat K Foxchy yang juga kerap disapa Bang Foxchy pada media ini, malam Minggu (16/09-2023), melalui hubungan komunikasi telepon dari Jakarta.

“Kita sudah melayangkan surat laporan ulang LSM kita tersebut kepada sejumlah pimpinan lembaga tinggi negara yang berkompoten dan sejumlah pimpinan kementerian berwenang dan terkait. Termasuk pada pimpinan APH berwenang di tingkat pusat dan sejumlah pimpinan komisioner yang juga sangat dianggap berkompeten di tingkat pusat tersebut,” tuturnya.

Alhamdulillah, kata Bang Foxchy, jadi surat laporan ulang LSM kita ini rupanya direspons langsung oleh pihak Pimpinan Kemenko Polhukam hanya dalam tempo sangat singkat.

“Insyah Allah, pada hari Senin (18/09) lusa, kasus ini sudah akan dibahas di Kantor Kemenko Polhukam. Jadi kita akan mempersentasikan atas masifnya kasus dugaan mafia tanah dimaksud pada Kantor Kemenko Polhukam. Jadi Doakan yah, semoga lancar dan sukses,” harapnya.

Lanjut Bang Foxchy, adapun materi surat laporan ulang LSM kita atas masifnya kasus dugaan mafia tanah ini, sehingga kita arahkan pada penanganan proses hukum dugaan penyalahgunaan wewenang.

Sebab praktik-praktik dugaan penerbitan terhadap surat-surat penguasaan atas tanah tersebut, terjadi di dalam konsesi lahan kontrak karya yang sifatnya APL (Areal Penggunaan Lain) adalah lebih sarat bermuatan penyalahgunaan wewenang.

Menurutnya, jika yang dijadikan sebagai dasar pelaporan adalah kasus dugaan pemalsuan surat dan penggelapan hak atas barang tidak bergerak, sangat sulit ditemukan delik tindak pidananya.

Karena rata-rata alas hak yang dimiliki masyarakat adat adalah SKT  (Surat Keterangan Tanah) dan alas hak dalam bentuk dokumen jenis lainnya yang sifatnya bukan SHM (Sertifikat Hak Milik).

“Soalnya hanya alas hak masyarakat jenis SHM saja yang bisa dijadikan sebagai yurisprudensi, terkait dengan penanganan tindak pidana,” beber Bang Foxchy.

Bang Foxchy beranggapan, apabila hanya alas hak SHM saja yang dijadikan sebagai dasar pelaporan, maka itu juga tidak akan menyentuh atas masifnya kasus dugaan mafia tanah yang terjadi pada pelaksanaan pembebasan lahan dimaksud. Apalagi alas hak jenis SHM yang terbit sebelum terbitnya kontrak karya pertanggal 19 Januari 1998 hanya beberapa persil saja.

Jadi dengan dasar analisa hukum itulah, lanjut pegiat LSM yang lebih akrab disapa Bang Ories ini, sehingga kasus dugaan mafia tanah yang begitu masif melalui pelaksanaan pembebasan lahan pada PT Masmindo tersebut, maka kita lebih arahkan pada penanganan dugaan penyalahgunaan wewenang.

Alasannya, sebab sudah merupakan suatu bentuk penyalahgunaan wewenang, apabila menerbitkan dokumen surat-surat penguasaan atas tanah di dalam lokasi APL. Terlebih lagi, jika itu sudah menjadi konsesi lahan kontrak karya, apalagi juga sudah memiliki izin pertambangan yang bersifat legal di atasnya.

Jelasnya, lokasi APL itukan statusnya adalah tanah negara. Jadi memperjual-belikan lahan di dalam lokasi APL tanpa landasan hukum yang jelas, maka itu merupakan suatu bentuk penyalahgunaan wewenang dan tentunya itu ranah penanganannya adalah melalui pendekatan tindak pidana korupsi.

Apalagi lokasi tersebut, tutur Bang Ories lebih lanjut, sudah merupakan konsesi lahan kontrak karya. Sedangkan kontrak karya itu sendiri diterbitkan berdasarkan atas Keputusan Presiden dalam hirarki hukum nasional adalah juga setara dengan Undang-Undang.

Ia pun mengemukakan, jadi LSM kita sudah menganalisis pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo. Jadi ada indikasi kuat telah melanggar ketentuan peratusan perundang-undangan dan regulasi yang berlaku. “Hal itulah, sehingga kasus ini, kita lebih arahkan pada pendekatan penanganan tindak pidana korupsi,” tukasnya.

Kasus pembebasan lahan tersebut, sambung Bang Ories, maka sangat mungkin juga mengakumulasi dugaan delik tindak pidana lainnya. Seperti dugaan tindak pidana pencucian uang (money loundy), dengan tindak pidana awal adalah dugaan pemalsuan surat dalam bentuk modus operandi dugaan penyalahgunaan wewenang.

“Bahkan perusahaan pertambangan emas ini, jika dilakukan pendalaman hukum lebih lanjut, maka bisa saja dijerat dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi korporasi,” terangnya.

Pada dasarnya, lanjut ia mengemukakan, jika menganalisis pelanggaran hukumnya lebih jauh, bisa jadi juga perusahaan pertambangan emas di Luwu ini justru sangat ditengarai mengakumulasi banyak pelanggaran delik tindak pidana.

Misalnya, seperti melanggar ketentuan perundang-undangan dan regulasi yang mengatur tentang keberadaan atas status tanah adat. “Karena keberadaan tentang status tanah adat itu sendiri adalah juga sangat jelas diakui dalam sistem hukum di negara kita ini,” tandasnya.

Bang Ories pun menjelaskan, bahwa status tanah adat adalah memang bersifat tidak tertulis, karena tidak mengenal kaidah-kaidah hukum formil atau tertulis tapi juga sangat diakui dalam kaidah-kaidah hukum positif.

“Jadi akan menjadi suatu harapan besar terhadap data dan dokumen kepemilkan lahan masyarakat adat sebelum terbitnya kontrak karya pertanggal 19 Januari 1998. Akan menjadi perhatian serius pada pembahasan di Kantor Kemenko Polhukam pada senin lusa tersebut,” harapnya lagi.

Aktivis LSM yang satu ini lanjut menyebutkan, saya pikir Pemerintah Pusat melalui pihak Kemenko Polhukam akan memberikan atensi besar untuk menyelesaikan permasalahan hak atas tanah mlik masyarakat adat, dengan mengacu pada data dan dokumen kepemilikan lahan sebelum terbitnya kontrak karya tersebut.

Lebih lanjut ia menyampaikan, karena pihak Pemeritah Pusat, tentunya pula tidak ingin mengambil resiko, seperti yang terjadi pada kasus penggusuran lahan warga Rempang di Batam yang sedang menjadi isu sentral secara nasional, bahkan secara internasional sekalipun. “Sehingga sangat besar pula peluang akan dilakukan pendataan ulang terhadap bidang-bidang tanah, untuk dibebaskan kembali oleh pihak PT Masmindo, jika perusahaan pertambangan emas ini tidak dicabut perizinannya secara permanen,” imbuhnya.

Soalnya, kata Bang Ories lebih lanjut, perusahaan pertambangan emas ini, selain diduga kuat melakukan pelanggaran hukum terkait dengan pelaksanaan pembebasan lahan. Akan tetapi juga sangat disinyalir melanggar ketentuan perundang-undangan pertambangan serta ditengarai pula memanipulasi laporan RKAB.

Lebih lanjut ia menjelaskan, namun jika tidak dicabut perizinannya secara permanen, maka menjadi suatu peluang besar akan kembali terjadi pelaksanaan pembebasan lahan, melalui cara mendata ulang bidang-bidang tanah dengan mengacu pada data dan dokumen pemegang hak atas tanah, sebelum terbitnya kontrak karya PT Masmindo tersebut.

Bang Ories pun mengaku, jika dirinya tidak sendirian untuk mempersentasikan kasus ini melalui kegiatan pembahasaan di Kantor Kemenko Polhukam pada lusa tersebut.

“Saya juga ditemani oleh Pak Mursad. Saya tidak perlu jelaskan profesi Beliau tapi jelasnya cukup dikenal sebagai salah satu pegiat advokasi di Jakarta ini,” pungkas Direktur Eksekutif Aktivis Pembela Arus Bawah tersebut. (Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *