Tabloid SAR – Sangat dipertanyakan atas terbitnya Surat Pernyataan Pengusaan dan Riwayat Tanah (SPP-RT) yang telah dipergunakan sebagai alas bukti kepemilikan tanah saat pelaksanaan pembebasan lahan untuk lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Desa Bolu, Kecamatan Bastem, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Soalnya, terdapat beberapa materi keterangan palsu dalam SPP-RT No. 71/SPPRT/DB/XI/2023 tanggal 17 November 2024 atas nama Paembonan Tandi Lintin yang juga diketahui dan disetujui oleh Camat Bastem, Musta SE dan Kepala Desa Bolu, Azis Taba Bobo T tersebut.
Padahal dokumen SPP-RT ini, sudah dipergunakan bersangkutan untuk memperoleh harga pembayaran kompensasi lahan dari pihak PT Tiara Tirta Energi untuk lokasi PLTMH.
Adapun keterangan palsu dimaksud, bahwa lokasi tanah yang tertulis dalam SPP-RT tersebut adalah terletak di wilayah Dusun Kira’. Padahal tidak ada namanya Dusun Kira’ di wilayah Desa Bolu. Sedangkan Dusun Kira’ adanya di Desa Ledan, Kecamatan Bastem.
Keterangan palsu lainnya dalam SPP-RT tersebut, bahwa Paembonan Tandi Lintin sudah memperoleh, memiliki dan menguasai lokasi tanah seluas 4,5 hektare tersebut secara turun-temurun.
Namun masyarakat yang berdomisili di sekitar lokasi tanah ini, justru mengaku tidak ada warga bernama Paembonan Tandi Lintin atau orang tuanya yang pernah mengelola lokasi tanah ini. Bahkan juga tidak ada bukti-bukti peninggalan tanaman atau bukti-bukti fisik bentuk lainnya dari peninggalan leluhurnya sekalipun di dalam lokasi tanah tersebut.
Akan tetapi yang justru terdapat di dalam lokasi tanah tersebut, berupa bukti-bukti peninggalan mendiang Puang Tangke Danga, selaku Pemangku Adat Balimbing Kalua Bolu pada zaman penjajahan Belanda.
Adapun bukti-bukti peninggalan mendiang Puang Tangke Danga dimaksud, seperti antara lain, bekas mata kali, bekas irigasi persawahanan untuk mengairi sawahnya yang berlokasi di Bone Kapa’. Termasuk bekas lokasi rumah tinggalnya, tanaman pohon mangga dan tanaman rumpun bambu serta tanaman kayu bitti yang sampai saat ini masih hidup.
Selain itu, maka terdapat pula peninggalan tanaman mendiang Puang Tarukku Pocci, selaku mantan Kepala Desa Lange Pertama pada lokasi tanah yang diklaim tanpa dasar oleh Paembonan Tandi Lintin sebagai tanah adat warisan keluarga Paribek secara turun-temurun tersebut.
Masyarakat di sekitar lokasi ini, lanjut mengemukakan bahwa lahan tersebut merupakan wilayah adat Bolu dan bukan wilayah adat Kira’. Karena dari sejak dahulu kala lokasi itu selalu disebut-sebut merupakan wilayah adat Bolu.
“Jadi sangat tidak benar semua keterangan yang tertuang dalam SPP-RT yang diterbitkan untuk atas nama Paembonan Tandi Lintin tersebut,” beber mereka.
Sementara itu, Dr SS Haryono SH MH, saat dimintai tanggapannya mengenai SPP-RT yang diduga kuat mengandung keterangan palsu ini. “Hal itu sangat bisa dipolisikan,” tutur praktisi hukum tersebut kepada redaksi media online ini, Rabu (26/06-2024).
“Ya, itu sudah namanya surat palsu, jika memang benar lokasi yang tertera di dalam SPP-RT itu sangat tidak sesuai dengan lokasi yang sebenarnya di lapangan,” ucapnya
Kasus seperti itu, kata pengacara yang berdomisi di Jakarta ini, sebaiknya dilaporkan kepada pihak kepolisian dengan delik tindak pidana pemalsuan. “Pihak pelaku dan terkait dengan penerbitan dugaan surat palsu seperti ini sangat bisa dipidanakan,” tandasnya.
Apalagi, lanjut penasehat hukum Aktivis Pembela Arus Bawah ini, jika SPP-RT tersebut sudah pula dipergunakan untuk memperoleh harga pembayaran kompensasi lahan untuk lokasi PLTMH, sehingga juga sangat dapat dijerat dengan delik tindak pidana penipuan.
Saya juga sudah mendengar dari Bang Foxchy, kata Haryono, bahwa SPP-RT tersebut diduga kuat telah dipergunakan sebagai alat bukti transaksi penerimaan harga kompensasi lahan dari pihak PT Tiara Tirta Energi.
“Perusahaan ini juga sangat bisa melaporkan pihak terkait dengan penerbitan SPP-RT yang diduga palsu tersebut kepada pihak kepolisian, dengan delik tindak pidana penipuan,” pungkasnya.
Ia pun menambahkan, bahwa sudah sangat tepat apabila Camat Bastem men-status-quokan lokasi yang telah dibebaskan pihak perusahaan PLTMH yang terletak di Desa Bolu tersebut.
“Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti aksi anarkisme massa dikemudian hari, maka sudah sangat tepat jika Camat Bastem men-status-quokan untuk sementara waktu lokasi itu, sebelum ada penyelesaian dengan pihak ahli waris yang sebenarnya,” kunci salah satu Dosen Unversitas Borobudur Jakarta ini.
Sebagaimana yang telah diberitakan media online ini beberapa saat yang lalu, bahwa Kepala Desa Bolu akan membatalkan SPP-RT atas nama Paembonan Tandi Lintin dan Sanusi pada lahan yang akan dijadikan lokasi PLTMH tersebut, dengan alasan cacat administrasi.
Adapun letak cacatnya administrasi dalam SPP-RT dimaksud, karena lokasi yang tertuang dalam SPP-RT tersebut, tertulis wilayah Dusun Kira’. Sedangkan di Desa Bolu tidak ada namanya wilayah Dusun Kira’, karena wilayah Dusun Kira’ itu adanya di Desa Ledan. Terlebih lagi SPP-RT tidak teregistrasi dalam buku induk pertanahan di Kantor Desa Bolu.
Jadi faktor lokasi yang tercatat di dalam SPP-RT itu adalah sama sekali tidak sesuai dengan lokasi yang sebenarnya di lapangan, sehingga menjadi alasan Kepala Desa Bolu untuk membatalkan SPP-RT atas nama Paembonan Tandi Lintin dan Sanusi tersebut.
Sedangkan Camat Ponrang, Musta saat dimintai tanggapannya, mengenai pembatalan yang akan dilakukan Kepala Desa Bolu terhadap SPP-RT dimaksud.
Namun hingga berita ini dirilis, belum ada tanggapan yang diberikan oleh mantan Camat Bastem ini. Karena dirinya turut mengetahui dan menyetujui penerbitan SPP-RT ini saat itu masih manjadi Camat Bastem. (Redaksi)