Tangani Kasus Dugaan Pratik-Praktik Mafia Tanah, Aktivis LSM Dampingi Tim Penyidik Polres Luwu Tinjau Lokasi Tambang Emas PT. MDA

News1,123 views

LUWU, Tabloid SAR – Nampaknya pihak Polri sangat serius untuk terus mengusut kasus dugaan praktik-praktik mafia tanah dalam area kontrak karya PT. Masmindo Dwi Area (MDA), sebagaimana yang berlokasi pada wilayah Desa Rante Balla dan Desa Bone Posi, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Hal tersebut ditandai dengan turunnya Tim Penyidik Polres Luwu untuk meninjau langsung lokasi tambang emas PT MDA pada Sabtu (19/3/2022) kemarin. Tampak Pimpinan Aktivis Pembela Arus Bawah mendampingi Tim Penyidik Polres Luwu pada peninjauan di area kontrak karya perusahaan tambang awak mas tersebut.

Hanya saja Tim Penyidik Poltres Luwu tidak ingin berkomentar, terkait atas kegiatan peninjauannya ini. “Jadi biar LSM Pendamping saja yang berkomerntar melalui media, sebab kami turun hanya untuk memastikan secara jelas mengenai lokasi lahan yang telah dilaporkan tersebut,” ujar Ketua Tim Penyidik Polres Luwu minta agar identitasnya tidak dimediakan.

Direktur Eksekutif Aktivis Pembela Arus Bawah, Rahmat K Foxchy menyampaikan, bahwa turunnya Tim Penyidik Kepolisian dari Polres Luwu ini, sebagai bentuk tindak lanjut atas adanya pengaduan kepada Kapolri, Kapolda Sulsel dan Kapolres Luwu, terkait dugaan kasus praktik-praktik mafia tanah pada lahan masyarakat adat yang rencananya akan dibebaskan oleh PT MDA tersebut.

“Jadi proses hukum kasus ini sudah mulai berjalan di kepolisian, makanya hari ini turun Tim Penyidik Polres Luwu untuk memastikan dengan jelas atas lahan masyarakat adat dalam lokasi kontrak karya yang rencananya akan dibebaskan oleh pihak PT MDA,” tutur aktivis LSM yang akrab disapa Bang Ories ini.

Menurutnya, bahwa yang dilaporkan pada pihak kepolisian adalah semua jenis alas hak atas tanah baik berupa sertifikat maupun SKT (Surat Keterangan Tanah) dan jenis alas hak lainnya yang terbit pada lahan hak-hak ulayat masyarakat adat yang masuk dalam area kontrak karya.

“Karena menurut perspektif hukum, bahwa menerbitkan alas hak atas tanah apapun bentuknnya pada area kontrak karya, merupakan praktik-praktik mafia tanah yang mana para pelakunya harus pula dijerat menurut ketentuan tindak pidana yang berlaku,” kata Bang Ories.

Lanjut ia menyampaikan, kecuali alas hak atas tanah sudah terbit sebelum ada perjanjian kontrak karya, maka itu legal di mata hukum. Namun jika baru terbit setelah ada perjanjian kontrak karya, maka jelas itu adalah dokumen yang sangat tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum, sebab kepemilikan dokumen semacam itu jelas akan dipidana dengan delik pemalsuan dokumen tanah.

Bang Ories lanjut menuturkan, bahwa kontrak karya PT. MDA terbit pada tanggal 19 Januari 1998. Jika ada alas hak atas tanah yang terbit setelah tanggal tersebut berarti dokumen tersebut adalah palsu. “Namun bila ada alas hak atas tanah yang terbit sebelum tanggal tersebut, maka itupun juga masih harus dilihat seperti apa keabsahan kepemilikan dokumennya,” tukasnya.

“Sebab saya juga baru dapat info, bahwa masih ada dokmen tanah yang lebih tua terbit, selain yang terbit pada tahun 1995/1996 tersebut. Mudah-mudahan saja kedua dokumen tanah ini, lokasinya tidak tumpang tindih,” ucap aktivis LSM yang pernah malang melaintang di Metropolitan Jakarta tersebut.

Dikemukakannya lebih lanjut,  jika pihak LSM-nya senantiasa memantau progres kerja Tim Pembebasan Lahan PT. MDA, sebab sepertinya tim perusahaan ini tidak profesional dan sangat bersifat kontra produktif serta sama sekali tidak memahami ketentuan hukum agraria tentang kontrak karya.

“Jika data pemilik tanah yang sedang diverifikasi oleh tim pembebasan lahan perusahaan tersebut untuk dijadikan data validasi sebagai acuan harga transaksi,  bisa-bisa juga mereka tersangkut kasus pidana, apabila menganalisa mengenai ketentuan hukum agraria tentang kontrak karya tersebut,” beber aktivis LSM putra asal Latimojong ini.

Namun jelasnya, sambungnya, bahwa LSM kita akan terus mendorong proses hukum dugaan kasus praktik-praktik mafia tanah pada lahan hak-hak ulayat masyarakat adat yang rencananya akan dibebaskan oleh PT MDA tersebut.

“Jadi LSM kita tentunya akan senantiasa mengawal penanganan kasus ini di kepolisian, tak lain untuk mengungkap dugaan praktik-praktik mafia tanah dalam area kontrak karya agar dapat dijerat menurut ketentuan tindak pidana yang berlaku,” terangnya.

Ia pun menambahkan, LSM kita dalam mendampingi penanganan proses hukum kasus ini, demi melindungi hak-hak agraria masyarakat adat dalam area kontrak karya yang memang memiliki keabsahan dokumen tanah yang jelas.

“Tentunya pula untuk turut mendukung pihak investor pada perusahaan tambang awak mas ini, supaya tidak menemui banyak kendala dalam melakukan pembebasan lahan,” pungkas Bang Ories. (Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *