Tabi Pasenggong : Pihak Pemerintah Sudah Mestinya Kaji Ulang AMDAL PT Masmindo
Tabloid SAR – Bencana hidrometeorologi kasus tanah longsor pada Sabtu (25/1/2025) malam, kembali menelan korban jiwa dua orang di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Adapun kedua orang yang meninggal tertimbun material tanah longsor tersebut, masing-masing bernama Alex warga Bajo dan Iyan Pasande alias Bapak Titin (50) warga Dusun Nase, Desa Ranteballa.
Selain satu orang patah kaki bernama Marlin (33) warga Bajo, Antoni Wijaya (28) warga Bajo lutut kanannya keseleo. Beben (43) warga Bajo dan juga keseleo lutut kanannya. Begitupun halnya Ihwan Rante (67) warga Desa Ranteballa keseleo pula lutut kanannya.
Menurut informasi warga, bahwa tempat peristiwa tanah longsor ini pada wilayah konsesi tambang emas PT Masmindo Dwi Area, tepatnya di Jalan Poros Bajo-Bastem dalam wilayah Desa Ranteballa, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu.
Warga juga menyebut sebelum terjadi longsoran besar, terlebih dahulu diawali dengan longsoran kecil. Saat malam itu hujan deras sedang terjadi, lalu melintas tiga unit mobil.
Sehingga membuat dua unit mobil tertimbun material tanah longsor. Akibatnya menelan dua orang korban jiwa dan juga menyebabkan satu orang patah kakinya, serta tiga orang korban keseleo pada kaki, sebagaimana nama-nama dimaksud.
Warga pun lanjut mengformasikan, bahwa dua orang korban meninggal telah dikebumikan pihak keluarganya masing-masing. Sementara empat orang yang korban cidera kaki, telah dirawat pada RSUD Batara Guru di Belopa, Kabupaten Luwu.

Terkait kasus bencana tanah longsor yang menelan korban jiwa ini, berbagai kalanganpun menyoroti statemen Camat Latimojong, Nur Agam, sebab justru mengambil alih peran kehumasan pihak perusahaan tambang emas PT Masmindo.
Pasalnya, Camat Latimojong pastikan tempat peristiwa longsor itu jauh dari wilayah konsesi PT Masmindo, sebagaimana dikutip dari link berita online Eksposindo.
Menurutnya, lokasi longsor berada di tepi jalan menuju Desa Rante Balla, sementara lokasi PT Masmindo berada di bagian dalam. “Jadi, ini murni longsor susulan dari Mei 2024 sebelumnya. Masih ada material di atas tebing, dan saat hujan deras akhirnya amblas,” ucap Nur Agam pada awak media online tersebut.
Hal mengenai statement Camat Latimojong ini, sehingga menjadi sorotan kalangan netizen. Seperti pada fecebook (fb) Hasbullah Idris, menanggapi sarkas statemen Camat Latimojong yang link berita onlinenya dishare pada Goup Facebook Pemilu dan Pilkada Kabupaten Luwu tersebut, tulisnya “Rangkap humas MDA kah.”
Demikian juga fb Aan Karera menulis “Camat rangkap jadi lips servis sebuah perusahaan”. Ada juga yang memposting komentarnya, “Camat itu pejabat pemerintah. Tugasnya bekerja untuk mengurusi masyarakat bukan bicara tentang jarak aktifitas tambang serta menggiring opini liar di tengah suasana duka. Ganti camatnya,” tulis Salle Ulu pada fb-nya.
Halnya fb Run Pers Luwuraya menulis “Wach bahaya rangkap jabatan pak camat berarti makan kiri kanan.” Kendati ada juga membela Camat Latimojong, seperti yang ditulis Nur Jafar pada fb-nya “Tapi ini benar kata pak camat in memang longsor susulan masih jauh dr tambang.”
Sementara itu, salah satu staf Dinas Kehutanan pada kantor UPTD KPH Latimojong saat dimintai tanggapannya via handphone-nya, bahkan justru membenarkan tempat kejadian bencana longsor ini masih berada di dalam wilayah konsesi PT Masmindo. Namun staf Dinas Kehutanan tersebut meminta agar tidak dimediakan identitasnya.
Sedangkan kalangan Wija To Luwu, salah satunya Tabi Pasenggong menilai mengenai jalan poros tempat terjadinya kasus tanah longsor di Ranteballa tersebut, akibat sebelumnya dijadikan proyek peningkatan infrastuktur jalan, tapi disinyalir kuat tidak ada kajian lingkungan hidupnya.
Kata dia, kendati proyek peningkatan jalan poros itu ditenderkan pihak Pemkab Luwu, tapi anggarannya kan, kalau tidak salah bersumber dari dana hibah PT Masmindo kurang lebih sektitar Rp 67 miliar. “Pihak PT Masmindo mestinya pula turut bertanggungjawab terhadap kejadian peristiwa tanah longsor di Desa Ranteballa yang telah menelan korban jiwa tersebut,” tuturnya pada hari ini, Selasa (28/01-2025).
Menurutnya, kalau kita bicara secara logika menurut sudut pandang prinsip-prinsip environmental ethics atau etika lingkungan, terkait dengan setiap kegiatan proyek infrastruktur baik yang sifatnya dibiayai oleh pemerintah maupun swarta, maka harus pula berstandar pada ketentuan AMDAL.
“Yah, itulah dampaknya, jika suatu proyek infrastruktur tidak terlebih dahulu melalui kajian akedemis lingkungan bersifat komprehensif yang disebut AMDAL itu. Akibatnya timbulkan bencana alam berupa tanah longsor, sehingga masyarakat yang menjadi korban,” ucapnya.
Apalagi menurut pihak instansi kehutanan, kata Tabi, lokasi kejadian tanah longsor dimaksud juga masih berada di dalam wilayah konsesi perusahaan tambang emas PT Masmindo. Jadi grand design tentang peta infrastrukturnya, sudah seharusnya pula tertuang secara konkret dalam dokumen AMDALnya.
“Jadi tidak ada alasan bagi pihak PT Masmindo untuk lari dari tanggung jawab, terkait timbulnya bencana tanah longsor beberapa hari lalu di Desa Ranteballa yang menyebabkan korban jiwa tersebut,” tukasnya.
Terlebih lagi, sambungnya, fenomena kasus bencana tanah longsor dan banjir bandang tahun lalu yang begitu dahsyat melanda Luwu. Sehingga mestinya menjadi pelajaran pahit bagi kita di Luwu ini, khususnya lagi segenap warga Tanah Luwu sebagai satu ikatan tak terpisahkan secara kultural dan latar belakang sejarah peradaban yang sama.
Dikemukakannya, untuk menghindari terulangnya kasus bencana alam yang begitu dahsyat seperti yang terjadi pada tahun lalu tersebut. Terlebih lokasi tambang emas PT Masmindo ini juga berada pada kawasan hulu. Maka perlunya dilakukan pengkajian ulang AMDAL perusahaan tambang emas tersebut.
Lanjut Tabi, jadi bencana tanah longsor yang terjadi beberapa hari lalu di Desa Ranteballa, maka sudah dapat dijadikan sebagai pertimbangan kebijakan pemerintah, untuk mengevalusai kembali dokumen AMDAL PT Masindo. Hal itulah, maka kegiatan konstruksinya sangat perlu dihentikan terlebih dahulu, apalagi menurut rumor disinyalir belum memiliki dokumen RKAB (Rencana Kerja Anggaran Biaya).
Hal tersebut, sehingga tokoh Luwu yang satu ini menyarankan sangat perlunya pihak pemerintah mengevaluasi kembali dokumen AMDAL perusahaan tambang emas tersebut. Sebab sangat mungkin sudah kaladuwarsa atau sudah tidak lagi kompatibel dengan kondisi lingkungan hidup sekarang ini pada wilayah dimaksud.
Soal investasi itu, lanjut ia menyampaikan, sudah pasti kita sangat dukung. Kalau kehadiran investasi pertambangan emas ini, namun justru akan sangat berpotensi timbulkan bencana alam yang lebih dahsyat lagi ke depan.
Hal ini, jika tidak kembali dilakukan evaluasi kajian terhadap AMDAL perusahaan tersebut, bukan tidak mungkin justru akan berpotensi menjadi ancaman serius, untuk dapat pula melenyapkan peradaban lokal pada sepanjang aliran Sungai Suso (Bajo –reda) tersebut.
Dia pun lebih lanjut mengemukakan, pihak pemerintah, khususnya instansi yang membidangi lingkungan hidup/pengendalian lingkungn hidup, sudah semestinya kembali melakukan pengkajian terhadap AMDAL PT Masmindo, demi mewujudkan kegiatan pertambangan berwawasan lingkungan bersifat visioner, menurut prinsip-pirinsip environmental ethics.
Saat ditanyakan, bagaimana tanggapannya mengenai sorotan kalangan netizen terhadap Camat Latimojong yang dianggap telah memerankan diri sebagai Humas PT Masmindo?
“Biarlah mereka (kalangan netizen) itu, mengekspresikan kebebasan berpendapatnya, sebagai hak demokrasi dalam menyikapi persoalan bencana longsor yang terjadi beberapa hari lalu itu,” jawabnya bernada diplomatis.
Kendati demikian, tuturnya lagi, bahwa namanya pejabat pemerintah, terlebih lagi pejabat pemerintah pada tingkat kecamatan harusnya menjadi garda terdepan untuk melindungi kepentingan masyarakat, bukan justru menjadi petugas kehumasan sebuah korporasi.
Alasannya, karena pejabat pemerintah apalagi di tingkat kecamatan merupakan pejabat publik untuk senantisa dituntut menjadi pelayan masyarakat pada garis terdepan. “Jadi sangat tidak dibenarkan setiap pejabat pemerintah pada setiap jenjang level apapun untuk memerankan kepentingan kehumasan perusahaan,” ungkapnya.
Tabi pun sangat mengharapkan agar pihak pemerintah kembali mengevaluasi dokumen AMDAL perusahaan tambang emas ini, untuk diserasikan menurut prinsip-pirinsip environmental ethics terhadap kondisi lingkungan hidup yang bersifat visioner pada wilayah operasional PT Masmindo sekarang ini.
Tentunya itu, tambahnya, khususnya lagi pihak instansi lingkungan hidup/pengendalian lingkungn hidup yang sudah semestinya menjadikan sebagai atensi prioritas kebijakan demi kelangsungan peradaban lokal di daerah ini ke depan.
“Sebab, jika mencermati fenomena bencana alam belakangan ini pada wilayah dimaksud. Sudah semestinya dilakukan kajian ulang terhadap AMDAL PT Masmindo itu, demi wujudkan kegiatan pertambangan bewawasan lingkungan yang bersifat visioner,” pungkasnya. (Redaksi)