PT Masmindo, Salah Alamat Gugat Masyarakat Adat Pemegang Hak Atas Tanah Per-atasnama Kontrak Karya

Bang Foxchy : Hakim Pengadilan Bisa Saja Diadukan, Jika Tidak Menolak Permohonan Gugatan PT Masmindo  

 

Tabloid SAR – Keberadaan PT Masmindo Dwi Area untuk mengelola tambang emas di Latimojong, Luwu, Sulawesi Selatan, sepertinya telah mulai menggugat sejumlah warga masyarakat adat ke Pengadilan Negeri Belopa. Namun, jika memper-atasnaman kontrak karya, maka hal itu sangat perlu dipertanyakan.

Hal tersebut, sehingga disikapi oleh Aktivis Pembela Arus Bawah, Rahmat K Foxchy melalui rilisnya pada hari ini, Senin (10/02-2025). Kata dia, PT Masmindo sangat salah alamat apabila menggugat masyarakat adat pemegang hak atas tanah per-atasnamakan kontrak karya.  “Hakim pengadilan bisa saja diadukan ke KY (Komisi Yudisial) dan MA (Mahkamah Agung), jika tidak menolak permohonan gugatan PT Masmindo itu,” tuturnya.

Pasalnya, sebab istilah kontrak karya hanya berlaku sebagai perjanjian kontrak pertambangan pada era rezim orde baru. Akibat tuntutan reformasi tahun 1998, maka kontrak karya dianggap sudah tidak relevan lagi terhadap perkambangan nasional maupun internasional.

Hal itulah, kata aktivis yang kerap disapa Bang Foxchy ini, sangat mempertanyakan pihak PT Masmindo jika menggugat sejumlah sejumlah warga masyarakat adat selaku pemegang hak waris atas tanah secara turun-temurun tersebut dengan memper-atasnamakan kontrak karya.

Karena faktor tuntutan reformasi yang mengubah paradigma otoritarian pemerintahan orde baru menjadi pemerintahan berparadigma demokratis. Sehingga dilakukan pencabutan terhadap UU No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Kemudian diganti menjadi UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Batubara yang lazim disebut UU Minerba tersebut.

Hal itu pulalah, menyebabkan istilah kontrak karya pertambangan, lalu dikonversi menjadi istilah per-Izinan Usaha Pertambangan Khusus atau lebih lazim disebut IUPK. “Coba saja simak secara seksama mengenai materi UU Minerba No 4 Tahun 2009 itu, kan tidak ada sama sekali diatur perizinan tambang Minerba mengenai kententuan kontrak karya,” ucapnya.

Menurutnya, agar kala itu tidak merugikan pihak investor pemegang kontrak karya pertambangan, lalu pemerintahan reformasi membuat langkah kebijakan regulasi, untuk mengatur lebih lanjut tentang ketentuan kontrak karya untuk juga diubah menjadi izin usaha pertambangan khusus.

Jadi mendasari UU Minerba No 4 Tahun 2009 ini, lanjutnya, menyebabkan perusahaan tambang pemegang kontrak karya yang masih dalam tahap kegiatan penyelidikan (penelitian) umum, eksplorasi dan studi kelayakan lalu dikonversi perizinannya menjadi IUPK Eksplorasi.

Begitupun halnya terhadap perusahaan tambang yang sudah melakukan kegiatan operasi produksi, sehingga status kontrak karyanya pun juga dikonversi menjadi IUPK Eksplotasi yang disebut Izin Operasi produksi.

Hal itulah pegiat anti korupsi yang satu ini, menyebut sangat salah alamat apabila PT Masmindo menggugat masyarakat adat pemegang hak atas tanah dengan mempe-atasnamankan kontrak karya.

“Terlebih lagi dalam materi gugatannya itu, jika juga disertai dengan permohonan penitipan pembayaran kompensasi lahan di pengadilan, bagi warga yang menolak nilai pembayaran dari PT Masmindo,” tandasnya.

Soalnya, pelaksanaan pembebasan lahan perusahaan tambang emas ini diduga kuat sangat melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan regulasi pemerintah. Karena ditengarai sudah sangat jelas telah melanggar ketentuan peraturan UU Minerba, Pasal 135, Pasal 136 dan Pasal 137 UU Minerba.

Kemudian ketentuan pembebasan/pembayaran kompensasi lahan tersebut dipertegas lagi dalam Pasal 175 ayat (3) PP No 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba.

Adapun Pasal 175 ayat (3) PP No 96 Tahun 2021 ini berbunyi : Pemegang IUP, IUPK, atau SIPB dalam menyelesaikan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan kompensasi berdasarkan kesepakatan bersama dengan pemegang hak atas tanah.

“Ya, Pasal-Pasal UU Minerba dan PP inilah yang sangat diduga kuat dilanggar pihak PT Masmindo dalam melakukan pelaksanaan pembebasan lahan,” ujar Bang Foxchy.

Bahwa kendati ketentuan kontrak karya kembali lagi diatur dalam Pasal 1 angka 6a dan Pasal 35 ayat (3) huruf c UU Minerba No 3 Tahun 2020. Jika menyimak ketentuan pada pasal-pasal ini, sepertinya hanya berlaku pada badan hukum pemohon perizinan baru pertambangan mineral.

Hal tersebut, berarti ketentuan kontrak karya sudah tidak lagi berlaku pada perusahaan tambang emas PT Masmindo hingga sekarang ini. Dengan alasan status kontrak karyanya sudah dikonversi kedalam bentuk IUPK yang saat ini juga telah berstatus Izin Operasional Produksi.

Untuk diketahui, pemegang izin pertambangan seperti IUP/IUPK atau apapun jenisnya, tidak berhak untuk serta merta pula mengklaim secara mutlak konsesi lahan tambangnya itu sebagai hak milik. Akan tetapi hanya baru dapat diberikan hak atas tanah (hak pakai), setelah menyelesaikan bidang-bidang tanah terhadap pemegang hak atas tanah (masyarakat) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 UU Minerba.

Jadi walau lahan tersebut, sebelumnya sudah ditetapkan sebagai konsesi wilayah IUP/IUPK (IUPK, pengganti kontrak karya). Jika pemengang IUP/IUPK, belum melaksanakan penyelesaian terhadap bidang-bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 UU Minerba. Maka lahan dimaksud masih menjadi hak pemegang hak atas tanah, tentunya dalam hal ini adalah masyarakat.

Tapi lahan yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai konsesi wilayah IUP/IUPK tersebut, maka tidak boleh lagi diterbitkan perizinan kegiatan usaha lainnya atau alas hak atas tanah baik itu berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) maupun berupa Surat Keterangan Tanah (SKT) atau semacamnya di dalamnya.

Hal tersebut, karena sudah merupakan suatu bentuk perbuatan melawan hukum dengan sanksi pidana bagi siapapun pihak yang menerbitkan perizinan kegiatan usaha lainnya atau alas hak atas tanah berupa SHM dan SKT atau semacamnya di dalam suatu lahan yang telah ditetapkan sebagai konsesi wilayah izin usaha pertambang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

Namun mengingat PT Masmindo itu, merupakan badan hukum swasta yang sifatnya berorientasi profit center. Jadi tidak ada sama sekali ketentuan peraturan perundang-undangan dan regulasi pemerintah yang mengatur badan hukum swasta untuk memperbolehkan penitipan pembayaran kompensasi lahannya di pengadilan.

Karana pengadaan tanahnya untuk kepentingan proyek privat (swasta), terkait industri pertambangan emas. Bukan pengadaan lahan bagi Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk kepentingan negara atau proyek pemerintah untuk kepentingan umum.

Menurut Bang Foxchy, karena hanya pengadaan tanah untuk kepentingan PSN atau proyek pemerintah untuk kepentingan umum saja yang diatur regulasinya, terkait penitipan pembayaran konpensasi lahanya pada pengadilan yang ditolak masyarakat.

“Jadi hakim pengadilan yang tidak menolak permohonan gugatan PT Masmindo itu, jika juga terkait dengan penitipan pembayaran konpensasi lahan, maka hakim yang menyidangkan perkara itu sangat bisa diadukan ke KY dan MA,” tandasnya.

Lanjut ia menyampaikan, karena pelaksanaan pembebasan lahan oleh badan hukum swasta, khususnya perusahaan tambang Minerba sudah sangat jelas telah diatur ketentuannya dimaksud pada Pasal-Pasal UU Minerba dan Pasal 175 ayat (3) PP No 96 Tahun 2021 tersebut.

Jadi yang berlaku adalah asas tawar-menawar secara musyawarah. “Itu wajib berdasarkan pada kesepakatan bersama dengan pemegang hak atas tanah, bukan digugat untuk dititipkan ke pengadilan,” imbuhnya.

Lebih baik PT Masmindo angkat kaki saja, lanjut aktivis yang juga akrab disapa Bang Ories ini, kalau memang tidak mampu melakukan pengadaan tanahnya secara mandiri sesuai prosedur ketentuan peraturan perundang-undangan dan regulasi pemerintah tersebut.

Boleh jadi PT Masmindo lagi frustasi menghadapi atas beruntunnya kembali pengaduan pihak Aktivis Pembela Arus Bawah ke pihak Pemerintah Pusat, melalui 100 hari kerja Kabinet Merah Putih. Terlebih lagi belakangan ini, salah satu Anggota DPR-RI Dapil III Sulsel, Drs Irjen Pol (Purn) Frederik Kalalembang (JFK) sudah pula mulai turun tangan.

Harapan Bang Ories pada pihak Pengadilan Negeri Belopa agar lebih mengedepankan pendekatan nurani yang lebih berkepihakan kepada rasa keadilan masyarakat adat yang telah terzalimi warisan hak-hak agrarisnya, akibat masifnya kasus dugaan mafia tanah pada pelaksanaan pembebasan lahan di perusahaan tambang emas ini.

Kata dia lagi, jadi lahan yang mestinya dibebaskan atau dibayarkan kompensasinya itu adalah bidang-bidang tanah yang telah memiliki alas hak, sebelum kegiatan pelaksanaan eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 UU Minerba.

Namun yang dibayarkan oleh pihak perusahaan tambang emas itu adalah bidang-bidang tanah yang justru baru diterbitkan alas hak kepemilikannya di dalam konsesi lahan yang sudah memiliki izin usaha pertambangan yang telah tetapkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kan hal itu sudah juga namanya pelanggaran hukum, lebih lanjut ia menyapaikan, sehingga sangat dapat disanksi pidana, jika masih menerbitkan lagi perizinan kegiatan usaha lainnya atau SHM maupun SKT atau semacamnya di dalam wilayah yang telah tetapkan sebagai izin pertambangan menurut ketentuan perundang-undangan.

Bang Ories pun juga mengaku memegang data dan dokumen bidang-bidang tanah yang telah dibebaskan pihak PT Masmdo, bahwa hampir keseluruhanny baru diterbitkan dari kurun tahun 2022 lalu. “Hal itu sudah sangat jelas sebagai bentuk dugaan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,” tukasnya.

Jadi mengenai adanya data dan dokumen inilah yang ia jadikan sebagai alat bukti, untuk mengadukan kasus pembebasan lahan tersebut kepada pihak-pihak pemerintah pusat selama ini, termasuk ke Kapolri. “Pada gilirannya pengaduan kita per-tanggal 15 September 2023 ditangani oleh pihak Satgas Anti Mafia Tanah Mabes Polri,” ujarnya.

Sesui hasil penyelidikan pihak Satgas Anti Mafia Tanah Mabes Polri, bahwa kasus pembebasan lahan PT Masmindo adalah terkait dengan peristiwa penyalahgunan wewenang. Namun karena pihak Satgas Anti Mafia Tanah Mabes Polri kewenangannya pada ranah penanganan tindak pidana umum, sehingga dihentikan proses penyelidikannya.

Adapun hasil penyelidikan pihak Satgas Anti Mafia Tanah Mabes Polri terhadap penanganan kasus pembebasan lahan PT Masmindo tersebut, tertuang dalam surat Kasubdit II Dittipidum Bareskrim Polri, Nomor : B/113/XII/2023/Dittipidum tanggal 18 Desember 2023.

Akibat faktor pegiat anti korupsi ini sampai saat ini tidak memiliki dukungan biaya operasional, untuk mem-follow up lebih lanjut pengaduan kasus ini kepada pihak Aparat Penegak Hukum (APH) yang berkewenangan menangani kasus dugaan penyalahgunan wewenang tersebut.

Bang Ories pun menambahkan, saya pikir kasus pembebasan lahan PT Masmindo ini, tinggal didorong saja proses hukum pada pihak APH yang berkewenangan mengangani tindak pidana penyalahgunaan wewenang. “Sebab sudah ada dasar surat hasil penyelidikan dari pihak Satgas Anti Mafia Tanah Mabes Polri tersebut,” pungkasnya. (Rilis)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *