Tabloid SAR – DPRD Luwu pada Jumat lalu, 21 Maret 2025 menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terhadap pengaduan pihak Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Luwu Raya (Amdal), terkait pembuangan limbah slag nikel PT Bumi Mineral Sulawesi (BMS) pada wilayah Desa Bukit Harapan, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Pihak aliansi mahasiswa tersebut menuding pihak PT BMS membuang limbah slag nikel ke wilayah lingkungan masyarakat yang sangat dianggap beracun dan dapat menyebarkan limbah hingga ke laut untuk merusak ekosistem laut.
Menanggapi hal itu, sehingga pihak PT BMS pun menegaskan bahwa tidak pernah membuang limbah seperti yang ditudingkan tersebut. “Perusahaan kami memiliki lahan pengelolaan limbah yang sangat aman menurut standar pengelolaan lingkungan hidup,” begitu penjelasan Tri selaku Devisi Lingkungan PT BMS dalam rilisnya yang diterima media ini, Senin (24/03-2025)
“Jadi sebagai bentuk tanggung jawab terhadap sistem pengawasan lingkungan, perusahaan kami selama ini juga telah senantiasa melaporkan volume limbah slag kepada pihak DLH (Dinas Lingkungan Hidup),” ucapnya.
Kata dia, apalagi limbah slag nikel tidak lagi termasuk kategori limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). “Jika kita merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa limbah slag nikel atau jenis limbah N102 sudah tidak lagi dikategorikan sebagai limbah B3,” tuturnya.
Ia pun menjelaskan, PT BMS memastikan tidak pernah membuang limbah beracun seperti yang menjadi sorotan pihak aliansi mahasiswa tersebut. “Perusahaan kami tentunya sangat mengedapankan kepastian terhadap perlindungan dan pengelolaan ramah lingkungan yang berkelanjutan,” terangnya.
“Perusahaan kami senantiasa bersantandar pada sistem penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam PP Nomor 22 tahun 2021 ini,” imbuhnya.
Lanjut Tri, kami sampaikan kepada para mahasiswa dan masyarakat Luwu pada umumnya, bahwa PT BMS untuk terus memperhatikan pengelolaan industri nikel yang senantiasa ramah lingkungan. “Kami menjamin limbah slag nikel di perusahaan kami ini tidak akan timbulkan dampak lingkungan seperti yang dikuatirkan pihak aliansi mahasiswa,” ungkapnya.
Kendati demikian, lebih lanjut ia menyampaikan, kami dari PT BMS juga membuka ruang untuk tim investigas jika diperkukan, untuk melihat langsung atau memastikan keadaan limbah yang kami hasilkan apakah benar termasuk merusak lingkungan. Namun pastinya, perusahaan kami dalam mengelola limbah akan senantiasa pula mengacu pada ketentuan PP Nomor 22 tahun 2021 tersebut.
Tri juga menyebutkan, jika perusahannya setiap tahun mengalokasikan Rp 140 juta untuk memastikan limbah yang dihasilkan tidak tergolong limbah B3. Anggaran ini digunakan untuk uji laboratorium agar slag yang dihasilkan aman bagi masyarakat.
Karena limbah slag itu, kata dia lagi, sudah merupakan limbah non B3 menurut PP Nomor 22 tahun 2021 ini. Bahkan limbah slag inipun akan kami manfaatkan kembali sebagai bahan campuran beton untuk proses konstruksi di pabrik.
Tidak hanya itu, sambungnya, maka limbah slag tersebut sangat bisa pula dikelola untuk menjadi kegiatan usaha batako berkualitas tinggi.
Hal itulah, lalu ia menjelaskan, agar dapat berdaya guna sebagai CSR (Corporate Social Responsibility) terhadap masyarakat sekitar, sehingga perusahaan kami saat ini sedang membangun pabrik batako yang nantinya akan menggunakan limbah slag sebagai bahan bakunya. “Kan itupun juga akan membuka peluang lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar,” pungkasnya. (Rilis)