Penyalahgunaan Jabatan Dapat Melahirkan Korupsi

News498 views

“Jabatan adalah amanah” yang merupakan prinsip fundamental dalam Islam, dimana ditegaskan bahwa, “setiap posisi atau tanggung jawab yang diberikan kepada seseorang dianggap sebagai amanah atau kepercayaan dari Allah SWT”. Prinsip ini menekankan bahwa, individu yang menduduki jabatan memiliki kewajiban moral dan etika untuk melaksanakan tugasnya dengan baik, adil, dan bertanggung jawab, serta untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan atau posisi tersebut.

Prinsip “Jabatan adalah amanah” memiliki implikasi yang luas dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam konteks kepemimpinan politik, pemerintahan, dan manajemen organisasi. Prinsip ini mengingatkan bahwa jabatan atau kekuasaan merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan dengan baik. Oleh karena itu, individu yang menduduki satu jabatan diwajibkan untuk mengutamakan kepentingan umum, sebagaimana diucapkan dalam ikrar sumpah jabatan, guna menghindari penyalahgunaan kekuasaan, saat melaksanakan tugas dan fungsinya, dengan itikad baik, jujur, adil dan transparan.

Beberapa contoh aktivitas politik dari pejabat yang bisa menimbulkan pertentangan dengan ajaran Islam, seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, atau pelanggaran Hak Asasi Manusia. Islam menekankan pada keadilan, kejujuran, dan kesejahteraan bersama, oleh karena itu, tindakan-tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut dapat dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam. Misalnya, korupsi merupakan pelanggaran terhadap prinsip kejujuran dan keadilan dalam Islam. Mencuri uang negara atau menerima suap merupakan tindakan yang merugikan masyarakat secara umum dan bertentangan dengan nilai-nilai moral Islam.

Dikutip dari buku Islamic Studies oleh I.M. Ulum dan Dedi Muhammad Siddiq, menyebutkan, bahwa praktik korupsi dengan kata ghulul untuk mewakilinya dalam istilah Islam. Sementara kata lainnya yang menunjukkan kesesuaian arti dengan unsur korupsi, yaitu as-suht, harb, as-sariqah, gasab, dan al-dalwu. Selain itu, praktik korupsi (ghulul) ini adalah haram hukumnya sesuai ketetapan MUI. Sebagai dasar dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 188:

 

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ࣖ

 

Terjemahannya : Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.

Kemudian, dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi menyatakan : “Ayat (1) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekuasaan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Sementara itu, menurut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang dikutip dari situs berita detik.news.com, yang berjudul “Kapolri Ungkap 431 Kasus Korupsi di 2023 yang Bikin Rugi Negara Rp 3,6 T.” ditayangkan pada Rabu 27 Desember tahun 2023, mengungkap bahwa kinerja Polri dalam membongkar kasus korupsi sepanjang tahun 2023, telah berhasil mengungkap perkara sebanyak 431.

Kita ketahui bersama, praktik korupsi ini adalah tindakan yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi publik untuk memperoleh keuntungan pribadi atau golongan tertentu secara tidak adil. Ini bisa terjadi dalam berbagai konteks, termasuk di sektor publik, swasta, atau bahkan dalam organisasi non-pemerintah.

Berikut ini penjelasan lebih detail tentang kejahatan korupsi : Penyalahgunaan Kekuasaan : Korupsi seringkali terjadi ketika seseorang yang memiliki kekuasaan, seperti pejabat pemerintah, memanfaatkan posisinya untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Contohnya termasuk menerima suap dalam pertukaran keputusan yang menguntungkan pihak tertentu atau menggunakan wewenangnya untuk mendapatkan manfaat pribadi. Suap dan Pemberian Hadiah : Salah satu bentuk korupsi yang paling umum adalah suap, di mana seseorang memberikan uang atau barang kepada pejabat pemerintah atau individu lainnya untuk mendapatkan perlakuan istimewa atau keputusan yang menguntungkan. Pemberian hadiah atau fasilitas yang berlebihan kepada pejabat pemerintah juga dapat dianggap sebagai bentuk korupsi. Penyimpangan Dana Publik : Korupsi juga dapat terjadi dalam pengelolaan dana publik, di mana dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat atau pembangunan dipakai oleh pejabat atau individu tertentu untuk keuntungan pribadi. Ini bisa termasuk penggelapan pajak, pengalihan dana proyek pembangunan, atau penggunaan dana bantuan sosial untuk kepentingan pribadi. Nepotisme dan Klientelisme : Korupsi juga bisa berbentuk nepotisme, di mana pejabat pemerintah memberikan posisi atau kontrak kepada anggota keluarga atau teman dekat tanpa mempertimbangkan kualifikasi atau merit. Klientelisme, yaitu praktik memberikan keuntungan politik atau ekonomi kepada kelompok tertentu untuk mempertahankan kekuasaan, juga merupakan bentuk korupsi. Dampak Negatif : Korupsi memiliki dampak yang merugikan bagi masyarakat dan perekonomian. Hal ini dapat menyebabkan ketidakadilan, ketimpangan ekonomi, dan penghambatan pembangunan. Dana publik yang seharusnya digunakan untuk layanan masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur bisa mengalir ke kantong individu atau kelompok tertentu, menyebabkan pelayanan publik yang buruk dan kemiskinan. Penegakan Hukum dan Pencegahan : Untuk mengatasi korupsi, penegakan hukum yang kuat dan independen diperlukan. Selain itu, upaya pencegahan seperti transparansi, akuntabilitas, dan pelatihan etika bagi pejabat publik juga penting untuk mengurangi risiko terjadinya korupsi.

Korupsi adalah kejahatan yang merusak bagi masyarakat dan menciptakan ketidakstabilan dalam sistem politik dan ekonomi. Oleh karena itu, pemberantasan korupsi perlu menjadi prioritas bagi setiap negara dan masyarakat yang ingin mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Dalam pandangan Islam, pemberantasan korupsi adalah suatu kewajiban yang sangat penting. Islam mendorong umatnya untuk hidup dalam kejujuran, keadilan, dan moralitas yang tinggi dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam urusan politik dan administrasi pemerintahan.

Berikut adalah beberapa solusi pemberantasan korupsi dalam pandangan Islam: Pendidikan Moral dan Etika : Islam menekankan pentingnya pendidikan moral dan etika yang kuat sejak dini. Anak-anak harus diajarkan nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, kesederhanaan, dan bertanggung jawab atas tindakan mereka. Dengan memperkuat fondasi moral ini, diharapkan individu akan lebih cenderung untuk menghindari perilaku korupsi di masa dewasa. Transparansi dan Akuntabilitas : Islam mendorong prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam pemerintahan. Para pejabat publik harus bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan mereka, dan mereka harus mempertanggungjawabkan tindakan mereka kepada masyarakat. Menyediakan mekanisme yang efektif untuk melaporkan pelanggaran dan mengadili pelaku korupsi juga penting dalam menciptakan sistem yang transparan dan akuntabel. Keadilan dalam Hukum : Islam menekankan pentingnya keadilan dalam hukum dan penegakan hukum yang adil. Tidak ada seorang pun, termasuk pejabat pemerintah, yang dikecualikan dari pertanggungjawaban hukum atas tindakan korupsi mereka. Sistem peradilan harus independen dan bebas dari intervensi politik atau tekanan eksternal, sehingga dapat memberikan keadilan kepada semua individu tanpa pandang bulu. Pemberdayaan Masyarakat : Islam mendorong pemberdayaan masyarakat dalam mengawasi pemerintah dan mengawasi penggunaan dana publik. Masyarakat harus diberikan pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk memahami hak-hak mereka, serta untuk melawan korupsi. Program-program pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang bahaya korupsi serta peran mereka dalam memerangi korupsi dapat sangat membantu dalam upaya pemberantasan korupsi. Toleransi Nol terhadap Korupsi : Islam menegaskan bahwa korupsi adalah suatu kejahatan yang sangat serius dan tidak dapat ditoleransi. Tidak ada alasan atau pembenaran untuk tindakan korupsi, dan para pelakunya harus ditindak secara tegas sesuai dengan hukum yang berlaku.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini secara konsisten dan komprehensif, diharapkan dapat mengurangi dan pada akhirnya menghilangkan korupsi dalam masyarakat sesuai dengan ajaran Islam yang mengutamakan keadilan, kejujuran, dan kesejahteraan bersama. Korupsi ini hanya bisa hilang bila Syariat Islam diterapkan secara kaaffah.

Penulis : Suparman Mannuhung, S.Pd.I., M.Pd.I (Dosen Universitas Andi Djemma)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *