Masyarakat Adat Lingkar Tambang PT Vale Indonesia Gelar Aksi Unjukrasa

News1,317 views

LUTIM, Tabloid SAR– Ratusan masyarakat adat yang tergabung dalam Badan Pekerja Masyarakat Adat (BPMA) Kemakolean Nuha, kembali menggelar aksi unjukrasa di wilayah konsesi tambang PT Vale Indonesia Tbk, pada Senin (28/03/2022).

Aksi unjukrasa ini merupakan aksi lanjutan dari serangkaian aksi sebelumnya yang membawa tiga tuntutan utama masyarakat adat di lingkar tambang PT Vale Indonesia.

“Aksi hari ini sebenarnya masih membawa tuntutan masa lalu yang belum terealisasi sepenuhnya. Soal CSR, soal tenaga kerja dan soal lingkungan,” ujar Tajuddin selaku koordinator lapangan saat memberikan keterangan pada media di titik aksi unjukrasa.

Terkait dana Corporate Social Responsibility (CSR) , para pengunjukrasa menginginkan agar ada transparansi pengelolaan dan pengalokasian proporsional yang tepat sasaran.

“Dana CSR ini seharusnya 50 persen dialokasikan secara proporsional kepada empat wilayah pemberdayaan PT Vale, yang meliputi wilayah Kecamatan Nuha, Towuti, Wasuponda dan Malili,” ujar Tajuddin.

Selain itu, BPMA juga menyoroti soal penyerapan tenaga kerja yang hingga saat ini, masyarakat lokal wilayah pemberdayaan masih sulit mendapatkan akses terhadap kesempatan kerja di wilayah tambang PT Vale Indonesia.

“Kami sebenarnya memiliki banyak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas namun untuk dapat mengakses kesempatan kerja masih banyak kendala. Padahal sudah ada kesepakatan pada tahun 2000 bahwa perusahaan tambang nikel akan memprioritaskan tenaga kerja dari empat wilayah pemberdayaan di lingkar tambang,” kata Tajuddin.

Lebih lanjut Tajudin menerangkan, bahwa secara umum pemuda-pemudi dari empat wilayah pemberdayaan baru bisa masuk bekerja di wilayah tambang PT Vale setelah melakukan aksi-aksi protes dengan gerakan massa.

“Masih banyak anak-anak kami, jika ingin melamar pekerjaan di PT. Vale Indonesia terkadang harus melakukan gerakan massa baru bisa mendapatkan pekerjaan,” ujar Tajuddin.

Terkait persoalan lingkungan, Tajuddin sebagai koordinator lapangan aksi unjukrasa BPMA menyampaikan bahwa ada temuan-temuan yang mengindikasikan pencemaran lingkungan di Danau Matano.

“Jika kita menyelam, kita bisa melihat ada lumpur yang bertumpuk di dasar danau dan mengganggu ekosistem alami di Danau Matano,” tambahnya.

BPMA melalu aksi unjukrasa ini, juga mengajak semua pihak yang memiliki kompetensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai dugaan pencemaran lingkungan itu.

“Kami secara terbuka mengajak para ahli dibidang lingkungan agar datang ke Sorowako untuk melihat dan melakukan penelitian berkaitan dengan apa yang kami sampaikan,” ungkap Tajuddin.

Lebih lanjut, Tajuddin menegaskan bahwa apa yang mereka suarakan merupakan hak dasar masyarakat adat di lingkar tambang PT Vale Indonesia, sehingga sudah selayaknya dipenuhi oleh pihak perusahaan yang melakukan eksploitasi mineral nikel di tanah leluhur kami di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

“Saya perlu sampaikan bahwa kami tidak sedang meminta ataupun mengemis kepada pihak perusahaan, karena sejatinya yang kami lakukan hari ini adalah menuntut hak masyarakat,” tandasnya.

Menariknya, aksi ujukrasa yang didominasi oleh para ibu-ibu yersebut, diisi dengan orasi-orasi dan pertunjukan budaya masyarakat adat Kemakolean Nuha.

Berdasarkan pantauan wartawan, sejumlah peserta aksi menggunakan pakaian adat dan menyanyikan lagu-lagu adat yang mewakili semagat kecintaan pada tanah leluhur mereka.

Aksi yang dimulai sejak pukul 08.00 waktu setempat, berlangsung damai, aman dan tertib dengan pengawalan ketat dari aparat TNI dan Polri.

Massa aksi membubarkan diri secara tertib di halaman Gedung Serbaguna Sorowako, Desa Nickel, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, seusai menggelar orasi-orasi di Bumi Perkemahan Sorowako. (Rls)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *