LSM Pembela Arus Bawah Desak Polres Luwu Segera Proses Tuntas Kasus Dugaan Pemalsuan dan Tandatangan Palsu yang Diadukan Rumpun Masyarakat Adat Ranteballa

News2,080 views

PT Masmindo Diminta untuk Tidak Lagi Melakukan Progres Pembebasan Lahan dengan Dokumen Palsu

 

Tabloid SAR – Sejumlah rumpun masyarakat adat Ranteballa yang dipalsukan tandatangannya, terkait dugaan pelaksaan pembebasan lahan PT Masmido Dwi Area atau Masmindo sudah beberapa bulan lalu diadukan ke Polres Luwu, Polda Sulawesi Selatan.

Salah satu perwakilan rumpun yang mengadu ke Polres Luwu tersebut ialah Taslim Luther Palesang pada tanggal 24 Februari 2023. Saat itu Taslim Luther Palesang mengadukan dugaan adanya tindak pidana pemalsuan surat dan tanda tangan palsu, terkait dengan penerbitan surat-surat dokumen administrasi pembebasan lahan untuk diajukan pada pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo tersebut.

Hal tersebut, sehingga Direktur Eksekutif LSM Pembela Arus Bawah, Rahmat K Foxchy mendesak pihak Polres Luwu agar segera memproses tuntas kasus dugaan pemalsuan surat dan tandatangan palsu yang diterbitkan dalam lokasi tanah warisan masyarakat adat Ranteballa yang menjadi agenda progres pembebasan lahan PT. Masmindo tersebut.

Hal ini, dikemukakan oleh Bang Foxchy pada hari ini, Sabtu (24/06/2023). “Jadi itu harapan kita pada pihak Penyidik Polres Luwu yang menangani kasus ini agar segera memproses dugaan penerbitan surat palsu dan tandatangan palsu yang diadukan oleh rumpun masyarakat adat Ranteballa menurut ketentuan tindak pidana yang berlaku,” terangnya.

Menurutnya, bahwa pihak LSM-nya akan terus mengawal penanganan proses hukum kasus ini di Polres Luwu. Sebab ada indikasi kuat telah terjadi peristiwa tindak pidana pemalsuan surat dan tandatangan palsu yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu di Desa Ranteballa. “Kasus ini akan kita kawal proses hukumnya di Polres Luwu tersebut. Jika perlu kita juga akan laporkan lebih lanjut pada Mabes Polri dan institusi negara lainnya yang terkait dengan reformasi penegakan hukum, supaya kasus ini mengalami progres penanganan di Polres Luwu,” tutur Bang Foxchy.

Aktivis yang lebih akrab disapa Bang Ories ini, mengemukakan bahwa tidak ada pencabutan laporan di Polres Luwu, terkait dengan pengaduan Pak Taslim Luther Palesang tersebut. “Saya sudah komunikasi dengan pihak Penyidik Polres Luwu yang menangani kasus ini, agar pengaduan Pak Taslim Luther Palesang diproses lanjut kasus hukumnya,” ucapnya.

Ia pun menjelaskan, jadi mengenai adanya pencabutan laporan di Polres Luwu yang dilakukan oleh Pak Pongngi sekeluarga tersebut, maka itu tidak akan menghentikan proses hukum terhadap kasus yang diadukan Pak Taslim Luther Palesang tersebut.

“Pihak Penyidik Polres Luwu sudah berjanji untuk memproses lanjut kasus yang diadukan Pak Taslim Luther Palesang yang juga melibatkan sejumlah korban lainnya, yakni Ibu Hadiasri Lolongan, Ibu Mery Heppiati Pattuju dan lain-lainnya,” kata Bang Ories.

Bang Ories lalu meminta pihak PT Masmindo agar tidak lagi melakukan progres pembebasan lahan yang disinyalir bersumber dari surat-surat dekomen administrasi kepemilikan lahannya baru terbit pada tahun 2022/2023 ini, karena surat-surat kepemilikan lahan semacam ini sangat diduga kuat palsu.

“Ketentuan hukum kan sudah mengatur bahwa merupakan suatu bentuk perbuatan tindak pidana pemalsuan surat apabila ada pihak-pihak yang menerbitkan lagi alas hak baru baik berupa sertifikat tanah dan alas hak jenis lainnya di dalam kontrak karya,” tuturnya.

Lebih lanjut Bang Ories menyampaikan, terlebih lagi namanya SPPT (Surat Pernyataan Penguasaan Tanah) dan riwayat tanah serta dokumen terkait lainnya yang baru diterbitkan pada tahun 2022/2023 ini. Kita sangat menduga itu semua adalah semacam surat palsu, apalagi ada indikasi terdapat penempatan materi keterangan palsu didalammya.

Pihak PT Masmindo, sambung Bang Ories, jangan juga pernah berpandangan bahwa pelaksanaan pembayaran lahan yang dilakukannya tersebut adalah sifatnya pertadata. Lalu masyarakat yang sangat merasa dirugikan, sehingga diharuskan pula untuk diupayakan didorong melakukan gugatan secara perdata. “Jadi itu pandangan yang sifatnya sangat menyesatkan,” imbuhnya.

Lanjut ia mengemukakan, jika pihak PT Masmindo ingin merasa aman dalam melaksanakan pembebasan lahan, sebaiknya mengacu pada dokumen kepemilikan lahan masyarakat sebelum terbitnya kontrak karya. Selain itu, maka harus pula mengacu pada bukti-bukti empiris di lokasi.

Adapun dimaksud dengan bukti-bukti empiris tersebut seperti antara lain, berupa kuburan para leluhur dan bukti-bukti lainnya yang bisa dijadikan sebagai petunjuk bahwa lokasi tersebut merupakan tanah warisan suatu rumpun keluarga masyarakat adat.

“Jika terdapat pihak-pihak yang mengklaim setiap bidang-bidang tanah, namun tidak mampu membuktikannya menurut ketentuan hukum adat, sebaiknya PT Masmindo tolak saja pengusulan berkas-berkas dokumennya tersebut dan jangan dibayarkan pembebasan lahannya,” ungkap Bang Foxchy.

Ia pun lanjut menjelaskan, sebab hukum adat kan itu sifatnya tidak tertulis. Jadi acuannya adalah berdasarkan bukti-bukti empiris pada setiap bidang-bidang tanah bahwa itu merupakan tanda tanah warisan adat suatu rumpun keluarga masyarakat adat.

“Jadi mengenai kasus dugaan penerbitan surat palsu, terkait dengan pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo ini. Hal tersebut, sangat menjadi perhatian serius LSM kami, supaya diusut tuntas munurut ketentuan hukum yang berlaku,” tandasnya.

Pengiat LSM ini tak lua juga menghimbau pada warga agar tidak mengklaim sembarangan tanah di dalam lokasi kontrak karya PT Masmindo, untuk diiming-imingi mendapatkan pembayaran ganti rugi sampai menandatangani SPPT dan dokumen administrasi lainnya yang terkait, jika nantinya tidak ingin bermasalah dengan kasus pidana.

“Karena apapun alasannya bahwa tindakan seperti itu merupakan suatu bentuk tindakan pemalsuan surat yang sifatnya sudah sangat melawan hukum,” kunci Direktur Eksekutif LSM Pembela Arus Bawah tersebut. (Redaksi)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *