Anggota DPR-RI dari DAPIL III Sulsel, Irjen Pol (P) Drs Frederik Kalalembang Atensi Pengaduan Kasus PT Masmindo

News529 views

Sejumlah Tokoh Adat Ranteballa Kembali Mendesak PT Masmindo Hentikan Kegiatannya

 

Tabloid SAR – Kehadiran perusahaan tambang emas PT Masmindo Dwi Area di Kecamatan Latimojong, Kabupatan Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), terus menuai polemik dari ruang publik.

Pasalnya, pelaksanaan pembebasan lahan pada Proyek Awak Mas salah satu anak perusahaan PT Indika Energy Tbk (INDY) ini, dinilai hanya timbulkan kasus dugaan praktik-praktik madia tanah secara terstuktur, sistimatis dan masif yang sifatnya sangat merugikan masyarakat adat selaku pemegang hak atas tanah yang sebenarnya.

Sehingga kasus ini kembali diadukan oleh kelompok Aktivis Pembela Arus Bawah kepada Presiden RI dan sejumlah pejabat Kabinet Merah Putih, melalui surat laporannya Nomor : 015-DE/Arus Bawah/Adv.Dampingan/2024 tanggal 28 Oktober 2024.

Surat laporan LSM ini dengan perihal kembali mengadukan kasus dugaan penyalahgunaan wewenang pada pembebasan lahan PT Masmindo Dwi Area di Kabupaten Luwu, Sulsel tersebut ditandatangani oleh Aktivis Pembela Arus Bawah, Rahmat K Foxchy.

Hal tersebut dikemukakan oleh aktivis LSM yang lebih kerap disapa Bang Foxchy ini, bahwa surat laporan kasus ini, khusus untuk ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto, sudah kita diserahkan langsung pada bagian penerima surat di Kantor Kementerian Sekretaris Negara pada hari Selasa, (29/10) lalu.

“Begitupun materi surat laporan yang sama, sebagaimana yang ditujukan kepada Menkopolkam dan Kapolri serta lain-lainnya, maka itupun kita pada sudah antar langsung di kantor kedua lembaga negara ini pada Selasa lalu itu juga,” tuturnya pada hari ini, Kamis (31/10-2024).

Dengan diadukannya kembali kasus PT Masmido ini langsung kepada Presiden Prabowo, kata Bang Foxchy, tentunya sangat diharapkan agar dapat menjadi salah satu agenda prioritas penanganan melalui 100 hari kerja Kabinet Merah Putih.

Ia pun lanjut menyampaikan bahwa pengaduan ini tak lupa pula disampaikan kepada Anggota DPR-RI, Irjen Pol (P) Drs Frederik Kalalembang. Legislator pusat dari Dapil III Sulsel tersebut menyatakan kesiapannya untuk menindaklanjuti pengaduan LSM kita itu.

“Bagus analisanya (laporannya), kegiatan PT Masmindo tersebut harus dihentikan,” begitu balasan chat whatsapp politisi Partai Demokrat putra asal Toraja ini.

Kata aktivis LSM yang juga kadang disapa Bang Ories ini, kita sangat mengapresiasi atas adanya atensi yang diberikan oleh Pak Jenderal sebagai bentuk rasa kepedulian terhadap perjuangan masyarakat adat Ranteballa-Boneposi yang telah dizalimi warisan hak-hak agrarisnya secara turun-temurun tersebut.

Ditambahkannya, tentunya kita sangat berharap, dengan adanya atensi beliau untuk menindak lanjuti pengaduan LSM kita ini kepada pejabat negara melalui Kabinet Merah Putih berwenang demi rasa keadilan masyarakat adat yang telah sangat terzalimi warisan hak-hak agrarisnya secara turun-temurun itu.

Sementara itu, sejumlah tokoh adat Ranteballa sangat mengapresiasi atas adanya atensi yang diberikan Anggota DPR-RI, Irjen Pol Purn Drs Frederik Kalalembang, terkait dengan surat laporan Aktivis Pembela Arus Bawah tersebut.

“Kita pun sangat bersyukur, sebab sudah ada keluarga kita yang telah menjadi Anggota DPR-RI, untuk diharapkan dapat menindaklanjuti pengaduan LSM Pendamping kita (Aktivis Pembela Arus Bawah) tersebut,” ucap Ir Yansen salah satu tokoh adat Ranteballa ini.

Harapan kita, sambungnya, agar melalui atensi penanganan Pak Jenderal di DPR-RI terhadap pengaduan LSM Pendamping kita itu, sehingga penanganan kasus pembebasan lahan PT Masmindo yang sangat merugikan kita itu medapat penyelesaian yang berkeadilan.

Hal senada juga dikemukakan oleh JJ Masekken, merupakan salah satu ahli waris tanah adat atau pemilik hak ulayat pada beberapa bidang tanah warisan baik yang berlokasi di Desa Ranteballa maupun yang berlokasi Desa Boneposi tersebut.

Kata dia, bahwa pihak rumpun keluarga kami memiliki tanah warisan yang berlokasi di Kandeapi tepatnya di Pong Kebo atau di Dusun Padang, ada juga yang berlokasi di Ranteropi berbatasan dengan lokasi tanah mendiang Pak Kasenda.

Menurutnya, namun rupanya sebagian sudah jual oleh para pelaku mafia tanah, tapi masih ada yang belum dibebaskan pihak PT Masmindo seperti pada beberapa bidang tanah yang berlokasi di Dusun Padang, Desa Ranteballa tersebut.

Lanjutnya, memang lokasi tanah warisan kami di Kandeapi itu berkelompok-kelompok atau tidak satu hamparan. Untuk lokasi tanah warisan rumpun kami di Ranteropi yang berbatasan lokasinya mendiang Pak Kasenda adalah kurang lebih lima hektare itu sudah juga dijual oleh para pelaku mafia tanah.

Lanjut ia mengemukakan, kalau lokasi tanahnya mendiang Pak Kasenda di Ranteropi itu paling luas ada ratusan hektare. “Itu kata mendiang orang tua saya,” sebutnya.

Dijelaskannya lebih lanjut, mengenai lahan yang dibebaskan pihak PT Masmindo itu, merupakan tanah adat. “Kami ada menyimpan data dan dokumen asli tanah adat Ranteballa sebelum terbitnya kontrak karya. Hal mengenai data ini, tidak akan kami keluarkan kepada sipapun, kalau bukan Bang Foxchy yang memintanya untuk kepentingan advokasi,” ungkap salah satu rumpun Masekken yang lebih akrab disapa Janto ini.

Ferry Sarira Pasande, salah satu tokoh masyarakat adat Ranteballa yang berdomisil di Jakarta tak terlepas pula mengapresiasi atas adanya langkah pihak Aktivis Pembela Arus Bawah yang kembali mengadukan kasus pembebasan lahan PT Masmido tersebut.

Lanjut ia menyampaikan, kegiatan perusahaan tambang emas PT Masmindo tersebut sudah harus dihentikan sebelum ada penyelesaian terhadap lokasi tanah adat yang telah dibebaskan tersebut.

Menurutnya, soalnya pelaksanaan pembebasan lahan pada perusahaan tambang emas ini diduga kuat telah melanggar perundang-undangan. “Terlebih lagi sangat tidak menghormati keberadaan tanah adat atau hak-hak ulayat warisan leluhur tersebut,” terang salah satu putra Parengnge Lemo II mendiang Puang Yan Pasande ini.

Ferry begitu ia akrab disapa, di mana lokasi tanah di Ranteballa dan Boneposi itu bukan tanah tanah negara dan juga bukan tanah milik perorangan, tapi merupakan hak-hak ulayat masyarakat adat yang sama sekali tidak bisa dipindah tangankan dengan cara apapun. Apalagi diterbitkan alas hak dalam bentuk sertifikat hak milik atau surat keterangan pemilikan pribadi dalam bentuk apapun di atasnya.

Ia mengemukakan, bahwa siapapun pejabat pemerintah atau pemangku adat yang membagikan bidang-bidang tanah di dalam wilayah tanah adat. Terlebih lagi, jika menerbitkan alas hak berupa sertifikat hak milik atau surat keterangan tanah dan sejenisnya di atasnya, maka tindakan seperti itu sudah merupakan perbuatan melawan hukum.

Apalagi hukum adat, sambungnya, juga sangat dihormati dalam sistem hukum nasional. Salah satu ketentuan hukum adat yang sangat dihormati tersebut, mengenai keberadaan tanah adat atau hak ulayat masyarakat hukum adat, kepastian hukumnya sangat diakui dalam UU No 5 tahun 1960 atau UUPA.

Hal itulah, sehingga Ferry menyebut pembebasan lahan PT Masmindo sudah sangat melanggar ketentuan hukum mengenai rasa penghormatan terhadap keberadaan tanah adat. Selain juga melanggar ketentuan Pasal 135 dan Pasal 136 UU Minerba, terkait dengan pembebasan lahan di dalam wilayah tambang.

Jadi dengan alasan itulah, maka salah satu tokoh adat Ranteballa ini, kembali menegaskan kepada pihak PT Masmindo agar menghentikan segala bentuk kegiatannya di dalam wilayah adat Ranteballa-Boneposi tersebut.

Ferry pun menandaskan kepada pihak PT Masmindo, supaya juga berhenti melakukan kegiatan pembayaran harga kompensasi lahan. Karena sudah dapat dipastikan dokumen tanah yang akan dibayarkan tersebut adalah semacam dokumen palsu.

Pada prinsipnya, tuturnya, kita tidak menghalangi investasi pertambangan emas PT Masmindo itu, tapi perlu kita negoisasi dulu dengan pihak kami segenap rumpun masyarakat adat sebagai pemilik yang sebenarnya atas lokasi tanah adat dimaksud.

“Janganlah menunjukkan gaya kearogansian oligarki untuk sewenang-wenang merampas hak-hak ulayat masyarakat hukum adat kami dalam melakukan kegiatan pembebasan lahan sebagai bentuk pembenaran terhadap investasi tambang,” kunci Ferry Sarira Pasande. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *