Sikapi RDP Kasus PETI Rampi di DPRD Sulsel, LSM Pembela Arus Bawah Apresiasi “Pencabutan” IUP-OP PT Kalla Arebamma dan Kontrak Karya PT CPM

Juru Bicara Koalisi LSM Tana Luwu : Jika PT Masmido Masih Juga Tidak Hormati Hak-Hak Waris Tanah Masyarakat Adat, Sebaiknya Dicabut Saja Perizinannya

 

 

Tabloid SAR – Sejumlah tuntutan aspirasi Aliansi Mahasiswa dan Rakyat (AMARA) Rampi, Kabupaten Luwu Utara (Lutra), Sulawesi Selatan (Sulsel), pada gilirannya dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di Ruang Rapat Komisi D DPRD Sulsel pada Jumat kemarin 19 Mei 2023.

Salah satu tuntutan aspirasi AMARA Rampi yang memperoleh respons melalui RDP tersebut, terkait dengan adanya kesepakatan untuk mengusulkan pencabutan terhadap Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) PT Kalla Arebamma dan Kontrak Karya PT Citra Palu Mineral (CPM) di wilayah Rampi Kabupaten Lutra.

Pasalnya, sejak kedua perusahaan pertambangan emas ini telah mengantongi izin tidak pernah ada aktivitas yang dilakukan. Bahkan wilayah konsesi pertambangan emas kedua perusahaan tersebut, belakangan ini justru menjadi bancakan para mafia pertambangan yang seolah sangat sukar disentuh dengan kasus hukum.

Melalui RDP ini pula, tampaknya juga disepakati untuk menjadikan wilayah konsesi pertambangan emas kedua perusahaan tersebut, untuk dijadikan sebagai wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Untuk pengurusan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) lebih lanjut yang akan dikelola sendiri oleh masyarakat adat Rampi.

Menyikapi hal tersebut, Direktur Eksekutif LSM Pembela Arus Bawah, Rahmat K Foxchy sangat mengapresiasi atas adanya hasil kesepakatan para peserta RDP di Komisi D DPRD Sulsel, untuk mengusulkan pencabutan terhadap IUP-OP PT Kalla Arebamma dan Kontrak Karya PT CPM tersebut.

“LSM kita sangat mengapresiasi atas adanya respons para peserta RDP pada Komisi D DPRD Sulsel, terkait dengan adanya kesepakatan untuk mengusulkan pencabutan terhadap IUP-OP PT Kalla Arebamma dan Kontrak Karya PT CPM,” tutur Bang Foxchy pada hari ini, Sabtu (20/o5/2023).

Kita pikir langkah itu jauh lebih baik, kata Bang Foxchy, daripada wilayah konsesi kedua perusahaan pertambangan emas tersebut, hanya dijadikan sebagai bancakan para mafia pertambangan yang juga sudah barang tentu sangat merugikan negara.

Menurutnya, bahwa mengenai adanya hasil kesepakatan melalui RDP ini, untuk menjadikan wilayah konsesi pertambangan emas kedua perusahaan tersebut, sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat merupakan suatu langkah yang sangat bersifat progresif terhadap upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat adat Rampi.

Lanjut salah satu inisiator pembentukan Koalisi LSM Tana Luwu ini, jika bisa segera direalisasikan IPR-nya itu, maka tentunya pula itu merupakan suatu bentuk kebijakan sangat bersifat progresif.

“Yah, rakyatkan juga bisa mengelola sendiri sumber daya mineral di wilayahnya masing-masing, sebagai bentuk upaya untuk mewujudkan kesejateraan masyarakat, demi pengimplementasian secara nyata terhadap rasa keadilan sosial,” tutur aktivis LSM yang lebih akrab disapa Bang Ories ini.

Ia pun menyampaikan, negara jangan hanya berorientasi pada kegiatan pertambangan mineral berskala korporasi yang bersifat kapitalistik dengan alasan investasi, semata untuk memberikan kesempatan kepada kekuatan ekonomi oligarki yang justru semakin memperlebar kesenjangan sosial.

Bang Ories lebih lanjut mengemukakan, jadi adanya kesepakatan yang sangat bersifat progresif melalui RDP di DPRD Sulsel itu, sangat patut diapresiasi sebagai bentuk rasa kepedulian yang tinggi terhadap upaya pemberdayaan kehidupan ekonomi masyarakat adat di Rampi yang masih sangat terisolir tersebut.

Tentunya itu merupakan suatu harapan, sambungnya, sekiranya IPR pertambangan emas tersebut sedapat mungkin segera direalisasikan, maka masyarakat adat Rampi kelak menjadi masyarakat yang akan berkehidupan sejahtera.

Bang Ories lanjut menyampaikan, bukan hanya kasus PETI (Pertambangan Tanpa Izin) di Rampi itu menjadi perhatian serius LSM kita. Namun sejumlah kegiatan pertambangan lainnya di Tana Luwu yang dianggap bermasah adalah juga menjadi perhatian serius LSM kita, seperti salah satunya adalah PT Masmindo Dwi Area atau Masmindo tersebut.

Hal itulah, tuturnya lagi, sehingga kita akan segera melayangkan surat kepada Direktur Utama PT Indika Energy, Direktur Utama PT Masmindo dan Direktur Utama PT Pesona Swargaloka Indonesia. Mengenai inti yang menjadi materi dalam surat LSM kami tersebut, berupa pemberitahuan atas penghentian semua bentuk transaksi terhadap pembayaran pembebasan lahan.

Bang Ories pun lanjut menuturkan, tentunya hal ini kita telah konsultasikan juga dengan sesama rekan aktivis yang tergabung dalam Koalisi LSM Tana Luwu. Karena dibentuknya Koalisi LSM Tana Luwu ini, sebagai bentuk semangat kebersamaan dalam menyikapi setiap pemasalahan kebijakan yang bersifat kontroversial di Luwu Raya ini.

“Hal itulah yang menjadi dasar pertimbangan dibentuknya Koalisi LSM Tana Luwu ini, tak lain untuk memberikan advokasi pendampigan terhadap masyarakat yang diduga kuat dizalimi rasa keadilannya, baik yang ditimbulkan oleh faktor kebijakan pemerintah maupun diakibatkan oleh tindakan management perusahaan serta akibat faktor diskriminatifnya penegakan hukum,”  tandasnya.

Jadi mengenai langkah advokasi terhadap kasus pembebasan lahan PT Masmindo itu, tambahnya, itu lebih lanjut dijelaskan oleh Juru Bicara Koalsi LSM Tana Luwu. “Pak Jurimin nanti yang menjelaskannya lebih lanjut,” terang Direktur Eksekutif LSM Pembela Arus Bawah tersebut.

Juru Bicara Koalisi LSM Tana Luwu, Jurimin Djufri  mengaku sangat salut dengan aksi perjuangan Aliansi Mahasiswa dan Rakyat (AMARA) Rampi tersebut, sebab mampu membawa tuntutan aspirasinya melalui RDP Komisi D DPRD Sulsel. Sehingga menghasilkan kesepakatan berupa peugusulan pencabutan terhadap IUP Operasi Produksi PT Kalla Arebamma dan Kontrak Karya PT Citra Palu Mineral  di wilayah Rampi Kabupaten Lutra tersebut.

Harapan kita juga, lanjutnya, agar PT. Masmindo dicabut saja perizinannya, jika masih juga tidak menghomati hak-hak waris tanah masyarakat adat dalam melakukan pelaksanaan pemebebasan lahan.

“Soalnya ada beberapa persil SHM (sertifikat hak milik), SKT (Surat Keterangan Tanah) dan data data tentang daftar kepemilikan tanah tahun 1995/1996 yang dibuat pihak pemerintah, tapi justru tidak diakomodir untuk dijadikan acuan pembebasan lahan oleh PT Masmindo tersebut,” beber aktivis LSM yang lebih akrab disaoa Bang Jur ini.

Lanjut ia menyampaikan, padahal alas hak dan data kepemilikan tanah itu sudah ada sebelum terbitnya kontrak karya PT Masmindo pertanggal 19 Januari 1998 tersebut.

“Inikan namanya sudah sangat menzalimi hak-hak waris tanah masyarakat adat. Tapi yang malah dijadikan sebagai bentuk pembenaran untuk dibayarkan pembebasan lahannya adalah justru dokumen tanah yang baru terbit pada tahun 2022 dan 2023 ini,” ucapnya.

Menurutnya, bahwa hal ini sudah dikonsultasikan dengan Bang Ories (Aktivis Pembela Arus Bawah) dan rekan-rekan sesama aktivis Koalisi LSM Tana Luwu lainnya. “Jadi kasus pembebasan lahan PT Masmindo tersebut akan kita agendakan untuk dihearing juga di DPRD Sulsel, karena sudah beberapa kali dihearing di DPRD Luwu tapi tidak ada sama sekali solusinya,” kata Bang Jur.

Lebih lanjut ia menyampaikan, untuk apa juga ada perusahaan pertambangan emas PT Masmindo di Latimojong itu, jika kehadirannya hanya bisa menzalimi hak-hak ulayat masyarakat adat.  Hal itulah, sehingga kita dari Koalisi LSM Tana Luwu akan mengagendakan kasus pembebasan lahan perusahaan ini untuk dihearing di DPRD Sulsel

Yang kita akan tuntut, ucap Bang Jur, tentunya bagaimana izin pertambangan PT Masmindo itu agar dicabut saja. Sekaligus lahan konsesi kontrak karyanya supaya dijadikan saja wilayah pertambangan rakyat. “Itu jauh lebih memberikan manfaat untuk mensejahterahkan kehidupakan masyarakat adat latimojong, jika nantinya sudah ada izin pertambangan rakyat pada bekas konsesi kontrak karya PT Masmindo tersebut,” harapnya.

Dikemukakannya lebih lanjut, jadi mengenai agenda hearing di DPRD Sulsel tersebut, maka kita akan konsolidasikan juga dengan adik-adik mahasiswa Luwu yang kuliah di Makassar. Ada banyak mahasiswa Luwu di Makassar, kita bisa ajak untuk menggelar aksi unjuk rasa di Kantor DPRD Sulsel.

“Mahasiswa Rampi saja yang hanya kuliah di Palopo tapi mampu membuat terobosan luar bisa di DPRD Sulsel, sehingga mampu melahirkan kesepakatan berupa pengusulan pencabutan terhadap IUP-OP PT Kalla Arebamma dan Kontrak Karya PT CPM tersebut. Masa iyah adik-adik mahasiswa Luwu di Makassar tidak berempati terhadap masyarakat di daerahnya yang juga diduga kuat sudah sangat dizalimi hak-hak ulayatnya oleh pihak perusahaan pertambangan,” pungkasnya.

Lebih lanjut aktivis LSM  Baladhika Adhyaksa Nusantara tersebut, jadi mengenai jadwal unjuk rasa di DPRD Susel tersebut, itu akan kita bahas dulu dengan Bang Ories bersama rekan-rekan aktivis Koalisi LSM Tana Luwu lainnya.

Terus terang saja, tambahnya, dengan digantinya Direktur Utama PT Masmindo sangat diharapkan untuk bisa membawa berubahan baru terhadap pelaksanaan pembebasan lahan. “Tapi Direktur Utama PT Masmindo yang baru tersebut sepertinya justru lebih parah daripada direktur utama sebelumnya,” tutup aktivis LSM Baladhika Adhyaksa Nusantara tersebut,

(Siran Pers Koalisi LSM Tana Luwu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *