Tabloid SAR – Sejumlah Tokoh Rumpun Keluarga Masyarakat Adat Pawele, mengusulkan agar diagendakan rencana kegiatan untuk merestorasi tatanan nilai-nilai kearifan lokal warisan adat leluhurnya.
Adapun Pawele merupakan satu-satunya wilayah peradaban kapuangan di wilayah Adat “A’pak Borongnya Langi’ Na Puganna Lima Andulan……..” di Desa Lange’, Kecamatan Bastem, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Hal itulah, maka pemangku adatnya disebut “Puang To Tumbang Ri Pawele”, jika diartikan adalah “Penguasa adat yang bersemayam di Pawele” atau “Pemangku adat yang berkedudukan/berkediaman di Pawele”.
Menurut tradisinya, bahwa yang berkedudukan sebagai Puang To Tumbang Ri Pawele tersebut adalah selalu perempuan. Sedangkan Puang Lai’ Gollen yang juga digelar Puang Bulawenna, terakhir yang berkedudukan sebagai Puang To Tumbang Ri Pawele, akibat terjadi pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pimpinan Abdul Kahar Musakkar.
Apa lagi Puang Lai’ Gollen ini memiliki dua orang anak tapi laki-laki semua. Sedangkan syarat mutlak untuk menjadi Puang To Tumbang Ri Pawele adalah perempuan. Terlebih kala itu situasi keamanan dalam kondisi sangat kacau, menyebabkan terjadi eksodus penduduk.
Hal itulah, sehingga sejumlah tokoh dari Rumpun Keluarga Puang To Tumbang Ri Pawele ini, mengusulkan untuk merestorasi tatanan nilai-nilai kearifan lokal warisan adat leluhurnya tersebut.
Adapun usulan dimaksud, seperti akan mengagendakan untuk kembali membangun Rumah Adat/Tongkonan di Pawele. Termasuk untuk me-recovery (memulihkan –red) warisan kekayaan properti warisan leluhurnya, antara lain berupa hak-hak agrarisnya yang sudah menjadi warisan mereka secara turun-temurun.
Namun usulan yang lebih urgent lagi, akan merencanakan pula untuk mengagendakan kegiatan rembuk rumpun, siapa yang disepakati menduduki simbol kedaulatan kepemimpinan adat sebagai Puang To Tumbang Ri Pawele.
Hal tersebut, dikemukakan oleh Ilham K Rumpak, selaku Ketua Panitia Pembangunan Rumah Adat/Tongkonan Puang To Tumbang Ri Pawele pada hari ini, Selasa (15/07-2025).
“Kita di kampung ini, sudah membentuk panitia pembangunan Rumah Adat/Tongkonan di Pawele. Saat ini, kita lagi sementara mempersiapkan material kayu ramuan bangunannya,” tuturnya.
Ia mengaku, bahwa sebelumnya dirinya sudah mengkomunikasikan hal ini dengan pihak Rumpun Pawele lainnya di Jakarta, seperti Opa Menanan Tangyong dan Tante Rina Kadang. Termasuk dengan Ibu Apriana Christine Tangyong beserta suaminya, Bapak Irjen Pol (Purn) Drs Frederik Kalalembang.
Kita sangat bersyukur, kata Ilham, sebab semua rumpun keluarga di Jakarta sangat mendukung atas rencana pembangunan Rumah Adat/Tongkonan di Pawele.
Lanjutnya, kita pun juga membahas kasus tanah warisan yang berlokasi di Bone Kapa’, Bone Sura’, Bone Lambe’ dan Pa’kamboan, akibat pelaksanaan pembebasan lahan Proyek PLTMH yang salah bayar kepada pihak-pihak lain.
Jadi mengenai kasus sengketa tanah warisan kita itu, lanjut ia menyampaikan, maka langkah-langkah penanganannya itu, akan dibahas lebih lanjut oleh kakak kandungnya, Ayahnya Putry alias Bang Foxchy (Rahmat K Foxchy –red) dengan pihak Rumpun Pawele di Jakarta.
Keluarga di kampung, kata Ilham lebih lanjut, sudah mendelegasikan hal ini sama kakak kandung saya, Ayahnya Putry, untuk membahas lebih lanjut dengan pihak Rumpun Pawele di Jakarta, mengenai penanganan kasus warisan tanah kita yang menjadi lokasi Proyek PLTMH yang sangat bermasalah pembayaran pembebasan lahannya tersebut.
Begitupun halnya, sambungnya, mengenai adanya usulan keluarga untuk merencanakan agenda kegiatan rembuk rumpun, bahwa siapa yang disepakati untuk nantinya menduduki simbol kedaulatan kepemimpinan adat sebagai Puang To Tumbang Ri Pawele.
“Jadi hal ini sudah didelegasikan kepada kakak kandung saya, atau lebih akrab disapa Bang Foxchy, untuk membahasnya lebih lanjut dengan pihak Rumpun Pawele di Jakarta,” ungkap salah satu putra Bastem asal Pawele yang lebih akrab disapa Ayahnya Randy ini.
Dia pun mengemukakan, bahwa dirinya sudah menghubungi Tante Rina Kadang melalui nomor handpone-nya, agar menghubungi Bang Foxchy untuk membahas lebih lanjut hal-hal mengenai warisan nilai-nilai kearifan lokal rumpun keluarga di Pawele tersebut.
Sedangkan Ibu Rina Kadang pun mengaku telah dihubungi Ayahnya Randy. Hal ini, sehingga sudah pula mengkomunikasikannya by phone dengan Ibu Apriana Christine Tangyong, mengenai rencana pertemuan Rumpun Pawele di Jakarta ini.
Disebutkan, bahwa yang menjadi materi pertemuan tersebut, selain kita membahas lebih lanjut mengenai warisan nilai-nilai kearifan lokal leluhur kita di Pawele. Maka kita juga membahas langkah penanganan kasus tanah warisan kita yang menjadi lokasi Proyek PLTMH, akibat bermasalah pembayaran pembebasan lahannya.
Ia pun menambahkan, kalau tidak ada perubahan jadwal, maka akan diagendakan pertemuan rumpun kami dari Pawele pada hari Minggu mendatang, 20 Juli 2025. “Namun mengenai waktu dan tempat lokasi pertemuanya itu, akan dikondisikan lebih lanjut menjelang sehari sebelum pertemuan,” pungkas Ibu Pendeta, begitu dirinya kerap disapa tersebut. (*)