Pihak DLHK Sulsel Mestinya Rekomensikan “Kasus Proyek PLTMH” di Bastem untuk Dipidanakan

News86 views

Aktivis Pembela Arus Bawah, Kembali Desak Bupati Luwu Hentikan Proyek PLTMH tersebut, Sekaligus Mendesak Pihak APH Untuk Lakukan Pengusutan              

Tabloid SAR – Aktivis Pembela Arus Bawah, Rahmat K Foxchy sejak dari awal sudah mempermasalahkan dokumen studi kelayakan AMDAL dan perizinan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Kecamatan Bastem, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Hal itulah, maka aktivis asal putra Bastem ini, sebelumnya telah melayangkan surat untuk mendesak Bupati Luwu, agar segera menghentikan kegiatan konstruksi Proyek PLTMH ini, sebab diduga kuat ilegal. Ia melayangkan surat itu kepada Bupati Luwu, dengan Nomor : 001-DE/Arus Bawah/Adv.Dampingan/LW-2025 per-tanggal 24 Februri 2025.

Pasalnya, proyek milik PT Tiara Tirta Energi (TTE) ini, sangat disinyalir kuat tidak memiliki sama sekali perizinan. Selain Izin Lingkungan Nomor: 010/SIL-DPMPTSL/X/2017 per-tanggal 10 Oktober 2017 yang ditandatangani secara analog oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Luwu.

Kendati Izin Lokasinya yang ditandatangani secara digital oleh Bupati Luwu per-tanggal 11 Mei 2021. Namun itupun sudah kaladuwarsa atau masa berlakunya juga sudah habis. Karena Izin Lokasinya hanya berlaku selama tiga tahun. Apalagi lokasinya salah alamat, sebab dalam izin lokasinya tertera Desa Kanna tapi pada kenyataannya kegiatan proyeknya justru berlokasi di Desa Bolu.

Sementera menurut hasil pemeriksaan pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Sulsel, rupanya hanya menemukan dokumen lingkungan yang dimiliki PT TTE, berupa dokumen UKL-UPL tahun 2017 yang dikeluarkan melalui surat Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Luwu, Nomor: 015/Rek-DLH/IX/2017 tertanggal 29 September 2017.

Berdasarkan hasil pemeriksaannya tersebut, maka pihak DLHK Sulsel merekomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Luwu sebagai pihak yang berwenang untuk menjatuhkan Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah kepada pihak PT TTE tersebut.

Sebagaimana yang dikutip dari berita online Eksposindo.com, terdapat lima point cakupan sanksi yang direkomendasikan pihak DLHK Sulsel berikut :

  • Membangun sistem terasering pada saluran waterwayuntuk mencegah longsor.
  • Memindahkan material sisa pemotongan/pengupasan gunung ke area yang tidak berdampak langsung terhadap penyempitan Sungai Noling.
  • Membangun kantong tanah dan melakukan pencegahan pengaliran sedimen.
  • Melakukan pemantauan kualitas air Sungai Noling melalui laboratorium teregistrasi dan terakreditasi.
  • Melakukan pengambilan material pasir hanya dengan pihak yang memiliki izin resmi.

Hal tersebut, sehingga disikapi aktivis yang lebih kerap disapa Bang Foxchy ini. Melalui rilisnya pada hari ini, Senin (14/07-2025), mengemukakan bahwa pihak DLHK Sulsel mestinya rekomensikan Proyek PLTMH di Bastem itu untuk dipidanakan, karena sangat disinyalir kuat ilegal. Alasannya, sebab diduga kuat tidak memiliki perzinanan sebagaimana yang sudah menjadi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kata dia, kalau kita mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan, PLTMH di Bastem itu sudah seharusnya dalam mengelola lingkungan berdasarkan pada standar ketentuan AMDAL, bukan jenis UKL-UPL. “Karena PLTMH ini disebut-sebut berkapasitas 10 MW, maka wajib melakukan studi kelayakan AMDAL,” ucapnya.

Kendati demikian, lanjutnya, namun dalam beberapa kasus, PLTMH dengan kapasitas di bawah 10 MW mungkin juga memerlukan AMDAL, jika dampak lingkungannya dianggap signifikan. Jadi hanya PLTMH yang berskala mini atau kecil yang diwajibkan menyusun UKL-UPL.

Bang Foxchy mengemukakan, tidak ada alasan Proyek PLTMH itu untuk tidak melakukan penyusunan kajian dokumen AMDAL, sebab itu sudah menjadi ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Jadi dokumen AMDAL itu yang terdiri dari KA-ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL, sehingga harus pula bersifat terbuka untuk umum dan dapat diakses oleh masyarakat,” ujarnya.

Menurutnya, bahwa mengenai lima point sanksi dimaksud dalam rekomendasi pihak DLHK Sulsel tersebut, sangat tidak relevan dengan permasalahan lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan Proyek PLTM tersebut. Apalagi tidak didukung dengan dokumen AMDAL dan juga tidak didukung dengan kelengkapan perizinan yang legal.

“Pihak DLHK Sulsel mestinya pula merekomendasikan ke pihak APH (Aparat Penegak Hukum), untuk mempidanakan kasus pengelolaan lingkungan Proyek PLTM yang sangat amburadul seperti itu,” tandasnya.

Alasannya, sebab sudah ada petunjuk terjadi dugaan peristiwa tindak pidana lingkungan hidup. Terlebih Proyek PLTMH ini disinyalir kuat tidak memiliki dokumen AMDAL dan kelengkapan perizinan terkait.

Hal itulah, sehingga pegiat civil society (masyarakat sipil) yang juga akrab disapa Bang Ories ini, kembali mendesak Bupati Luwu agar segera menghentikan kegiatan Proyek PLTMH di Bastem tersebut. Terlebih lagi Izin Lingkungannya dokumen UKL-UPL-nya, maka harus pula dicabut, sebab skala PLTMH ini wajib mendasari pada ketentuan dokumen AMDAL.

Ia pun meminta pada Bupati Luwu, untuk tidak menerbitkan perizinan dalam bentuk apapun, sebelum Proyek PLTMH ini memiliki dokumen studi kalayakan AMDAL yang sudah diuji secara transparan melalui kopetensi ilmiah maupun uji kompetensi publik yang telah direkomendir oleh pihak instansi pemerintah berkewenangan.

Lanjutnya, karena Izin Lokasi PLTMH ini sudah sudah kaladuwarsa, agar tidak diterbitkan lagi. Termasuk tidak penerbitan perizinanan lainnya yang telah menjadi kewenangan pada tingkat kabupaten, sebelum memiliki dokumen studi kalayakan AMDALyang telah direkomendir oleh pihak instansi pemerintah berkewenangan.

“Ya, kecuali perizinan yang memang dibutuhkan untuk pelaksanaan kajian penyusunan studi kelayakan AMDAL,” imbuhnya.

Bang Ories pun juga mendesak pihak APH, khususnya pihak Kejaksaan agar melakukan pengusutan terhadap kegiatan Proyek PLTMH yang diduga kuat ilegal. Apalagi sangat ditengarai pula telah melakukan tindak pidana lingkungan hidup.

Lanjut ia mengemukakan, terlebih lagi tindak pidana lingkungan hidup itu, maka juga merupakan domain penanganan pidak Kejaksaan, sebab masuk dalam kategori extraordinary crime atau kejahatan luar biasa.

Kita sama sekali tidak menolak investasi, kata dia lebih lanjut, namun jika tidak taat terhadap kaidah-kaidah regulasi hukum. Apalagi investasi seperti PLTMH di Bastem itu, selain kegiatannya diduga kuat ilegal, maka juga sangat disinyalir telah melakukan perusakan lingkungan hidup. Jadi sudah seharusnya ditindak secara tegas.

Untuk itu, sehingga Bang Ories pun menekankan, maka sangat tidak ada alasan bagi pihak Pemkab Luwu untuk tidak menghentikan kegiatan Proyek PLTMH tersebut. Halnya pihak APH, tidak ada juga alasan untuk tidak melakukan langkah penanganan hukum secara tegas. “Jadi sangat diharapkan pada pihak Kejaksaan agar segara pula melakukan pengusutan terhadap kasus PLTMH ini,” tandasnya.

Hal itu, maka dirinya akan menemui salah satu Anggota DPR-RI, untuk membahas lebih lanjut kasus PLTMH ini, mengenai langkah-langkah penanganannya secara hukum, sebelum melakukan pengaduan ke pihak APH.

Soalnya, lanjut ia menambahkan, jika memperhatian potensi kerusakan lingkungan akibat kegiatan Proyek PLTMH tersebut. Apalagi diduga kuat sama sekali tidak memiliki dokumen AMDAL dan perizinan bersifat legal.

“Kita pikir, langkah pengaduannya kepada pihak Kejaksaan, sebab sudah berpengalaman menangani kasus-kasus lingkungan hidup,” pungkasnya. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *