Mengapresiasi Pihak Polres Luwu dan Kejari Luwu Atas P21-nya Perkara Kades Ranteballa Nonaktif
Tabloid SAR – Mengalir dukungan dari sejumlah Tokoh Masyarakat Luwu, Sulawesi Selatan atas langkah yang akan diambil Anggota DPR-RI, Irjen Pol (Purn) Drs Frederik Kalalembang, untuk segera membawa sejumlah dugaan kasus pada perusahaan tambang emas PT Masmindo Dwi Area ke sidang Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPR-RI.
Mereka mengemukakan dukungan dan apresiasinya kepada mantan Pati Polri berpangkat dua bintang yang juga kerap disapa JFK tersebut. Karena mereka mengaku telah membaca adanya statement Anggota Fraksi Partai Demokrat yang satu ini, sebagaimana telah viral sebelumnya melalui pemberitaan sejumlah media online.
Melalui pemberitaan sejumlah media online sebelumnya itu, JFK mengungkap akan membawa ke sidang RDPU di DPR-RI, atas sejumlah dugaan kasus yang diduga kuat timbul pada salah satu anak usaha PT Indika Energy Tbk (INDY) ini. Seperti kasus sengketa lahan, soal isu-isu lingkungan dan gugatan terhadap sejumlah warga di Pengadilan Negeri Luwu.
Adapun sejumlah Tokoh Masyarakat Luwu yang menyampaikan dukungan dan apresiasinya tersebut, salah satunya Tabi Pasengngong. “Kita sebagai masyarakat Luwu sudah semestinya mendukung dan mengapresasi langkah Pak JFK, karena akan membawa ke sidang RDPU di DPR-RI, atas sejumlah kasus yang diduga kuat timbul pada perusahaan tambang emas tersebut,” tuturnya pada media ini, Selasa (10/06-2025).
Kata dia, seperti kasus dugaan mafia tanah pada pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo yang sangat merugikan pihak masyarakat adat Ranteballa-Boneposi.
“Kalau kasus ini dapat dibawa ke DPR-RI, maka akan lebih dapat memberikan optimisme penanganan solusi terhadap rasa keadilan masyarakat adat yang diduga kuat telah dirampas secara masif warisan hak-hak agrarisnya tersebut,” ucap salah satu Tokoh Masyarakat Adat Luwu yang lebih familiar disapa Tabi ini.
Lanjutnya, bahkan kasus dugaan mafia tanah itu, justru sangat bisa didorong proses penanganan hukumnya. Karena DPR-RI memiliki kewenangan untuk dapat mendesak pihak APH (Aparat Penegak Hukum) agar mengusut lebih lanjut kasus ini.
“Jadi tidak hanya berhenti pada proses penanganan kasus dugaan Pungli SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak) yang telah menjerat Kades Ranteballa Nonaktif,” ucapnya.
Menurutnya, apalagi kasus dugaan mafia tanah ini, terkait dengan perusahaan tambang berskala korporasi. Terlebih lagi disinyalir merugikan pihak masyarakat adat diperkirakan hingga mencapai ratusan milair. Maka itu sudah merupakan ranah penanganan APH pada tingkat pusat, seperti KPK, Kejaksaan Agung dan Mabes Polri, atau paling tidak ditangani pihak APH pada tingkat provinsi dalam hal ini Kejaksaan Tinggi dan Polda.
Tabi mengemukakan, bahwa kasus dugaan mafia tanah yang merugikan pihak masyarakat adat itu, pada dasarnya tidak terlalu sulit untuk diusut proses penanganan hukumnya. Permasalahannya disini, pihak APH mau tidak mengusutnya lebih lanjut.
“Jadi sudah sangat tepat apabila Pak JFK dapat mengangkat penanganan kasus dugaan mafia tanah ini, untuk dibawa ke sidang RDPU di DPR-RI, agar kasus dugaan mafia tanah tersebut dapat terdorong proses penanganan hukumnya lebih lanjut,” ujarnya.
Kendati demikian, sehingga Tabi sangat berharap kepada segenap rumpun Masyarakat Adat Ranteballa-Boneposi, agar bersatu untuk bersama-sama dengan Anggota DPR-RI dari Dapil III Sulawesi Selatan ini. Tentunya demi memperkokoh semangat kebersamaan, untuk melawan kasus dugaan mafia tanah yang sangat disinyalir kuat timbul pada pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo tersebut.
Kuncinya disini, sambungnya, pihak masyarakat adat yang merasa sangat dirugikan dengan kasus pembebasan lahan tersebut, maka seharusnya juga memperkokoh semangat persatuannya untuk bersama-sama dengan Pak JFK melawan kasus dugaan mafia tanah tersebut. “Jadi janganlah sampai terkotak-kotak mengurus tanahnya sendiri,” imbuhnya.
Kasus yang Menjerat Kades Ranteballa Nonaktif Baru Semacam Puncak Gunung Es
Mengutip pemberitaan media online SimpulRakyat.co.id, jika tersangka Kades Ranteballa Nonaktif, Etik yang status hukumnya sudah dinyatakan P21, terkait dengan kasus korupsi disebut-sebut mangkir memenuhi panggilan kedua pihak Penyidik Polres Luwu.
Sehingga dirinya terancam untuk dimasuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Hal tersebut dikemukakan oleh Kasat Reskrim Polres Luwu, AKP Jhody pada Rabu (9/07-2025), bahwa pihaknya telah melayangkan dua kali surat panggilan terhadap tersangka untuk menjalani pemeriksaan tahap II.
Namun bersangkutan tidak hadir menjalani proses hukum penyerahkan tersangka beserta barang bukti ke pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Luwu. Sebagaimana sumber resmi media online newstabloidsar.com sebelumnya, jika tersangka diduga kuat melarikan diri dan disinyalir melarikan diri ke Jakarta.
Tokoh Masyarakat Luwu kelahiran Suli Barat ini, menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya atas kerja keras pihak Penyidik Tipikor Polres Luwu dan pihak JPU Kejari Luwu, akhirnya juga status hukum tersangka dinyatakan P21.
Ia pun mengharapkan agar tersangka segera pula dijadikan sebagai status DPO, supaya tidak memiliki peluang untuk kembali mengajukan gugatan praperadilan.
Menurutnya, bahwa kasus dugaan korupsi yang menjerat Kades Ranteballa Nonaktif tersebut, itu baru semacam puncak gunung es. Apalagi perkaranya, terkait dengan kasus dugaan pembebasan lahan sebuah perusahaan tambang berskala korporasi.
Hal itulah, sehingga Tabi sangat mempertanyakan, kenapa hanya Kades Ranteballa Nonaktif yang dijadikan sebagai tersangka tunggal. Jadi ada kesan untuk melindugi aktor intelektualnya dan pihak-pihak lain yang juga disinyalir turut terlibat pada kasus dugaan mafia tanah yang sangat merugikan pihak masyarakat adat Ranteballa-Boneposi tersebut
“Kades Ranteballa Nonaktif sampai dijadikan sebagai tersangka tunggal, sepertinya untuk menutupi dugaan keterlibatan sang aktor intelektual dan para pelaku mafia tanah lainnya. Sebab mereka sangat disinyalir memiliki otoritas yang mesti dilindungi dari jeratan kasus hukum, terkait dengan penanganan kasus ini,” ucapnya.
Apalagi, kasus yang menjerat Kades Ranteballa Nonaktif ini, sepertinya pula hanya dilokalisir pada sebatas penanganan kasus pungli, terkait dengan penerbitan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). Sementara perkara pidana pokoknya, sama sekali belum disentuh dengan proses penanganan hukum.
Adapun perkara pidana pokok dimaksud, seperti kasus dugaan pemalsuan berkas dokumen alas hak atas tanah yang diterbitkan dalam bentuk Surat Pernyataan Pengusaan Tanah (SPPT), Surat Keterangan Pernyataan Riwayat Tanah/Bangunan (SKPRT/B), SPOP dan Surat Pemberihunan Pajak Tertunggak-Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB).
Lanjut ia menyampaikan, jadi kasus dugaan pemalsuan terhadap berkas dokumen alas hak atas tanah itulah yang juga mestinya diusut tuntas. Karena merupakan sumber permasalahan serius timbulkan kejahatan pratik-praktik mafia tanah pada pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo.
Alasannya, sebab SPPT, SKPRT/B, SPOP dan SPPT-PBB yang dijadikan sebagai syarat administrasi alas hak atas tanah melalui kegiatan pembayaran kompensasi lahan, diduga kuat diterbitkan dengan cara penyalahgunaan wewenang oleh pihak-pihak pejabat pemerintah di daerah ini.
“Karena kaidah-kaidah regulasi hukum sangat jelas melarang untuk menerbitkan alas hak baru atas tanah pada lahan yang sudah dibebani dengan perizinan kegiatan usaha, seperti kegiatan usaha pertambangan dalam bentuk IUP/IUPK,” ujar Tabi.
Kita tentunya sangat berharap, sambungnya, dengan turun tangannya Pak JFK yang akan membawa kasus ini ke sidang RDPU di DPR-RI. Sehingga nantinya dapat mendesak pihak APH, untuk mengusut tuntas aktor intelektual dan pihak-pihak pejabat lainnya yang disinyalir terlibat di balik kasus dugaan mafia tanah tersebut.
Perlunya Mengevaluasi Ulang Dokumen Kajian Studi Kelayakan Amdal PT Masmindo
Selain itu, Tabi pun mengharapkan perlunya mengevaluasi ulang dokumen kajian studi kelayakan Amdal perusahaan tambang emas ini. Jadi timbulnya konflik agraria dalam bentuk sengketa lahan dengan pihak masyarakat adat, menjadi suatu indikasi kuat jika dokumen kajian studi kelayakan Amdal-nya sangat bermasalah.
Menurutnya, kalau dokumen kajian studi kelayakan Amdalnya tidak berasalah, maka tidak akan mungkin terjadi konflik sengketa lahan dengan pihak masyarakat adat.
Lanjut ia menyelaskan, sebab tujuan dilakukan kajian studi kelayakan Amdal, tidak hanya pada sebatas mengevaluasi dan menganalisa aspek potensi dampak lingkungan saja.
Namun seharusnya juga mengevaluasi dan menganalisa secara komprehensif mengenai aspek kondisi kehidupan sosial, nilai-nilai kearifan lokal tentang kekayaan properti masyarakat adat dalam hal kepemilikan hak-hak agrarisnya tersebut.
Hal itulah, sehingga sangat ditekankan dalam Pasal 135 UU Minerba, bahwa pemegang IUP/IUPK tidak dapat melakukan kegiatan eksplorasi, sebelum mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah.
Maksudnya, agar terlebih dahulu dilakukan pendataan secara konkret terhadap status kepemilikan atas tanah masyarakat. Untuk lebih lanjut dievalusi dan dinalisis secara komprehensif, melalui kegiatan pengkajian studi kelayakan Amdal. Ketika akan dilakukan tahapan kegiatan penyelesaian hak atas tanah, agar tidak terjadi potensi konflik agraria dalam bentuk kasus sengketa lahan.
Kata Tabi lebih lanjut, bahwa mestinya hasil pendataan bidang-bidang tanah, menurut persetujuan dari setiap pemegang hak atas tanah sebagaimana dimaksud Pasal 135 UU Minerba tersebut, seharusnya diverifikasi ulang untuk dijadikan sebagai acuan pelaksanaan pembebasan lahan.
Lanjut ia mengatakan, maka sejak lokasi itu telah ditetapkan sebagai wilayah konsesi peruntukan IUP/IUPK Eksplorasi, maka sudah tidak dibenarkan lagi menerbitkan alas hak baru atas tanah. Karena hal itu sudah merupakan suatu bentuk tindakan pemalsuan terhadap berkas dokumen surat-surat tanah.
Kata dia lagi, apalagi SPPT, SKPRT/B, SPOP dan SPPT-PBB yang dijadikan sebagai syarat pembayaran kompensasi lahan, namun justru diterbitkan di dalam wiayah konsesi yang sudah berstatus IUPK-Operasi Produksi. “Jadi berkas doumen seperti ini, maka sangat jelas itu diduga kuat palsu,” ungkapnya.
Dijelaskannya lebih lanjut, paling tidak ketika dilakukan pendataan bidang-bidang tanah, terkait dengan penerbitan SPPT, SKPRT/B, SPOP dan SPPT-PBB tersebut. Jadi semestinya pula melibatkan para pemangku adat/To Parengnge beserta perangkat-perangkat adatnya, para tetua adat dan pihak perwakilan ahli waris dari masing-masing rumpun masyarakat adat.
Ia pun lalu menyampaikan, andaikan mereka itu dilibatkan pada saat dilakukan pendataan bidang-bidang tanah, terkait atas penerbitan SPPT, SKPRT/B, SPOP dan SPPT-PBB, sebagaimana yang dijadikan sebagai dasar pembayaran kompensasi lahan pihak PT Masmindo. Maka tidak akan timbul konflik agraria dalam bentuk sengketa lahan seperti sekarang ini.
Hal itulah, Tabi mengaku sangat mendukung dan mengapresiasi atas adanya langkah Pak JFK yang akan mengagendakan, untuk membawa sejumlah kasus yang diduga kuat timbul Proyek Awak Mas di Luwu ini ke sidang RDPU di DPR-RI. Antara lain seperti kasus dugaan mafia tanah dan pengelolalan lingkungan pada perusahaan tambang emas tersebut.
Harapannya agar melalui sidang RDPU di DPR-RI nantinya, kiranya dapat mendorong pihak Kementerian Lingkungan Hidup untuk mengevaluasi ulang dokumen kajian studi kelayakan Amdal PT Masmindo itu.
Soalnya, tambahnya, jika memperhatikan atas timbulnya konflik agraria kasus sengketa tanah dengan pihak masyarakat adat sampai sekarang ini. Apalagi terjadinya fenomena bencana hidrometeorologi yang begitu dahsyat menimbulkan banjir bandang dan tanah longsor di Luwu selama kurun dua tahun terkahir ini.
“Hal tersebut, maka sangat perlunya mengevaluasi ulang dokumen kajian studi kelayakan Amdal PT Masmindo. Karena perlindungan terhadap lingkungan yang berbasikan pada nilai-nilai kearifan lokal sangat mutlak dilakukan, demi keberlangsungan hidup sebuah peradaban,” pungkasnya. (*)