Khawatir Penanganan Kasusnya di Polres Luwu Diintervensi Pihak-Pihak Kekuasaan Tertentu, H Palimpin Menyurat Sampai ke Kapolri

Tabloid SAR – Diduga kuat soal kasus sengketa tanah, membuat H Palimpin, salah satu Tokoh Masyarakat Adat Latimojong dikeroyok oleh sekelompok pelaku. Tokoh Masyarakat Adat yang berdomisili di Desa Boneposi, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan ini dikeroyok bersama anaknya bernama Masjaya pada 29 September 2025 lalu.

Kasus pengeroyokan tersebut tertuang dalam Laporan Polisi Nomor : LP/B/298/IX/2025/SKPT/POLRES LUWU/POLDA SULAWESI SELATAN tanggal 29 September 2025. Sehingga pihak Polres Luwu pada saat itu juga langsung mengamankan para pelaku bernama Soran beserta kawan-kawan.

Khawatir penanganan kasusnya di Polres Luwu diintervensi pihak-pihak kekuasaan tertentu, maka H Palimpin menyurat sampai ke Kapolri. Dalam suratnya pertanggal 06 Oktober 2025 yang diterima awak media ini, tak lupa ia menyampikan apresasinya terhadap layanan penanganan perkara penaniayaan terhadap dirinya bersama anakanya di Polres Luwu, terkait dengan diprosesnya para pelaku.

Namun ia mengaku sangat khuwatir penanganan kasusnya di Polres Luwu akan mendapat intervensi dari pihak-pihak kekuasaan tertentu. Soalnya para pelaku sangat disinyalir kuat memiliki relasi kekuasaan tertentu untuk dapat mengintervensi proses penanganan hukum terhadap para pelaku tersebut.

Harapannya agar Penyidik profesional dan independen menurut semangat PRESISI POLRI dalam menangani proses hukum kasus penganiayaan yang telah dialaminya bersama anaknya ini.

Begitu harapan H Palimpin pada hari ini, Senin (06/10-2025), saat dikonfirmasi balik oleh awak media ini, terkait dengan materi suratnya yang juga ditujukan langsung kepada Kapolres Luwu dan Kapolda Sulawesi Selatan

Kata dia, bahwa dasar kekhawatirannya tersebut, sebab terjadinya kasus pengeroyokan pada dirinya bersama anaknya, disebabkan oleh adanya panggilan dari pihak kontraktor yang sedang melakukan kegiatan pekerjaan proyek jalan di TKP (Tempat Kejadian Perkara).

Menurutnya, kasus pengainayaan ini tidak akan terjadi, seadainya pihak kontraktor tersebut tidak memanggil kami ke TKP. Maka akibat pihak kontraktor itulah yang memanggil kami, menjadi penyebab kami sampai dikeroyok oleh para pelaku tersebut.

Apalagi, lanjutnya, para pelaku itu memiliki relasi yang sangat kuat dengan pihak-pihak kekuasaan tertentu di desa kami ini. “Pihak kontraktor dan pihak-pihak kekuasaan tertentu di desa kami ini, bisa saja mengintervensi proses penanganan hukum kasus kami ini di Polres Luwu tersebut,” tuturnya.

Dia pun mengemukakan, karena akibat dipanggil pihak kontraktor itu, menjadi penyebab kami sampai dikeroyok oleh sejumlah pelaku tanpa sama sekali berupaya untuk merelai kasus pengeroyokan terhadap diri kami pada saat itu. Maka mestinya pula pihak kontraktor tersebut seharusnya juga ditetapkan sebagai tersangka.

Namun H Palimpin mengaku percaya pada pihak Penyidik tidak akan terpengaruh dengan adanya potensi intervensi dari pihak-pihak kekuasaan tertentu. “Harapan kami, kiranya Penyidik senantiasa PRESISI dalam menegakkan rasa keadilan hukum untuk memproses lebih lanjut kasus penganiayaan yang telah kami alami ini,” ungkapnya.

Ia juga menyampaikan, bahwa lokasi tanah yang menjadi TKP dan juga dibuka menjadi proyek jalan yang sedang dikerjakan pihak kontraktor tersebut belum diselesaikan ganti ruginya kepada pihak keluarga kami selaku pemilik tanah yang jelas-jelas memiliki seritifikat hak milik. Tapi ganti runginya justru dibayarkan kepada pihak-pihak rumpun keluarga para pelaku pengeroyok tersebut.

Namun anehnya, tambahnya, Kepala Desa Boneposi justru diduga kuat terbitkan dua alat bukti pembayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) pada objek bidang-bidang tanah yang sama. “Jadi hal ini juga menjadi salah satu sumber terjadinya kasus pengeroyokan terhadap diri kami,” pungkas H Palimpin. (***)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *