Dipolisikan Soal Kasus Dugaan Penyerobotan Lahan untuk Lokasi Proyek PLTMH Salu Noling yang Disinyalir Kuat Ilegal, Pihak Management PT TTE Bungkam Saat Dikonfirmasi..?!  

Tabloid SAR – PT Tiara Tirta Energi (TTE) akhirnya dipolisikan pihak Rumpun Masyarakat Adat Tongkonan Banua Sura’ Ojo. Perusahaan ini dilaporkan pada pihak kepolisian, terkait dengan kasus dugaan penyerobotan lahan untuk lokasi proyek PLTMH Salu Noling yang terletak di Desa Bolu, Kecamatan Bastem, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.

Kasus ini sampai dilaporkan ke pihak kepolisian, sebab pihak PT TTE sudah melakukan kegiatan konstruksi proyek PLTMH pada lahan warisan secara turun-temurun Rumpun Masyarakat Adat Tongkonan Banua Sura’ Ojo bersama Rumpun Keluarga Kapuangan To Tumbang Ri Pawele, tanpa sama sekali menerima sepersen pun harga pembayaran atas lahan warisannya tersebut.

Namun pihak perusahaan ini ditengarai kuat justru melakukan pembayaran kompensasi lahan kepada pihak-pihak lain yang sama sekali bukan ahli waris yang sebenarnya, dengan cara mempergunakan alas hak atas tanah yang sangat disinyalir kuat dipalsukan penerbitannya dalam bentuk dokumen SPPRT tersebut.

Apalagi kegiatan konstruksi proyek PLTMH Salu Noling ini juga diduga kuat ilegal, sebab sangat disinyalir tidak memilik dokumen AMDAL dan legalitas perizinan dalam bentuk apapun sebagaimana yang telah dipersyaratkan oleh ketentuan regulasi pemerintah yang berlaku.

Hal itulah, maka kasus dugaan penyerobotan lahan untuk lokasi proyek PLTMH Salu Noling yang diduga kuat ilegal ini, sehingga diadukan oleh Ilham K Rumpak, bertindak selaku atas nama ahli waris dari Rumpun Masyarakat Adat Tongkonan Banua Sura’ Ojo.

Kasus PT TTE ini dilaporkan dalam bentuk surat Pengaduan Masyarakat (Dumas) yang ditandatangani oleh Ilham K Rumpak per-tanggal 02 Oktober 2025 ini, tidak hanya untuk ditujukan kepada Kapolres Luwu tapi juga ditujukan kepada Kapolda Sulawesi Selatan dan Kapolri.

Namun untuk surat Dumas yang khusus ditujukan kepada Kapolres Luwu telah diserahkan langsung oleh Ilham K Rumpak pada hari ini, Rabu, 15 Oktober 2025 di Kantor Polres Luwu, Jalan Merdeka Selatan No 3, Belopa, Kabupaten Luwu.

Ia bersama dengan Muhaddar Tangkedanga, salah satu Tokoh Masyarakat Adat Bolu dan juga merupakan salah satu ahli waris, menyerahkan langsung surat Dumas-nya itu di hadapan Kapolres Luwu di dalam ruang kerjanya.

Akan tetapi pihak PT TTE sepertinya bungkam, saat salah satu staf managementnya yang disebut-sebut bernama Joni Kanca, dikonfimasi melalui nomor whatsapp-nya, mengenai adanya tindakan pemolisian terkait soal kasus dugaan penyerobotan lahan untuk lokasi proyek PLTMH Salu Noling yang sangat disinyalir kuat ilegal tersebut.

Ketika materi surat Dumas dimaksud dikirimkan pada nomor whatsapp salah satu staf management PT TTE ini, untuk lebih lanjut dimintai tanggapannya tapi  sama sekali tidak direspons hingga berita ini dipublikasikan. Nomor whatsapp-nya hanya tampak tercentang dua abu-abu.

Adapun keterangan gambar mengenai foto-foto dokumentasi kegiatan konstruksi proyek PLTMH Salu Noling yang diduga kuat ilegal tersebut, berikut di bawah ini :

Tampak lokasi konstruksi bangunan proyek PLTMH Salu Noling yang terletak di Bone Kapa’ kurang lebih seluas 4 hektare diduga kuat diserobot pihak PT. (TTE, dengan cara mempergunakan alas hak atas tanah yang sangat disinyalir kuat direkayasa (dipalsukan –red) penerbitannya dalam bentuk Surat Pernyataan Penguasaan dan Riwayat Tanah (SPPRT) Nomor : 71/SPPRT/ DB/2023 atas nama Lelaki Paembonan. Adapun indikasi terjadinya pemalsuan surat terkait penerbitan SPPRT ini, sebab lokasi yang tertera di dalam dokumen surat tanah ini adalah terletak di wilayah Dusun Kira’. Padahal tidak ada namanya wilayah Dusun Kira’ di dalam wilayah Desa Bolu. Karena wilayah Dusun Kira’ adanya di dalam wilayah Desa Ledan, Kec. Bastem. Apalagi proyek PLTMH Salu Noling ini, selain diduga kuat tidak memiliki dokumen AMDAL, maka juga tidak memiliki perizinan dalam bentuk apapun yang dipersyaratkan menurut ketentuan regulasi pemerintah, seperti izin kontruksi baik dalam bentuk Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) maupun dalam bentuk legalitas perizinan lainnya. Hal itulah, sehingga PLTMH Salu Noling ini diduga kuat sangat ilegal.
Tampak bekas lokasi Tongkonan/Rumah Adat Puang Tangkedanga (Puang Balimbing Kalua Bulo) di dalam kotak merah tersebut yang didirikan pada era penjajahan Belanda. Karena pemerintahan penjajah Belanda menilai sangat jauh Tongkonan//Rumah Adat yang berlokasi di Bolu. Di mana bekas lokasi Tongkonan/Rumah Adat Puang Tangkedanga ini terletak pada punggung bukit Bone Kapa’, ketika itu juga membuka lahan persawahan di Bone Kapa’, saat memperistrikan Puang Lai’ Tiku Allo alias Puang Sae Kurin dari Pawele – Banua Sura’ Ojo. Terakhir yang mengelola lahan persawahan di lokasi ini adalah Puang Batu. Akibat terjadinya pemberontakan DI/TII ini menyebabkan masyarakat adat setempat mengungsi dalam kurun waktu hampir satu dekade lamanya.
Tampak lokasi tanah yang terletak di Bone Sura’ kurang lebih seluas 2 hektare diduga kuat diserobot pihak PT. TTE, dengan cara mempergunakan alas hak atas tanah yang sangat disinyalir kuat direkayasa (dipalsukan) penerbitannya dalam bentuk Surat Pernyataan Penguasaan dan Riwayat Tanah (SPPRT) Nomor : 70/SPPRT/ DB/2023 atas nama Lelaki Drs. Sanusi. Di mana lokasi tanah yang terletak di Bone Sura’ ini, namun justru dijadikan sebagai lokasi tambang Galian C yang disinyalir kuat ilegal untuk memenuhi kebutuhan material batu kali dan pasir pada kegiatan konstruksi proyek PLTMH Salu Noling tersebut. Tambang Galian C di dalam kotak merah tersebut, maka disebut ilegal sebab tidak memiliki IUP-OP (Izin Usaha Pertambangan-Operasi Produksi). Pada zamannya, lokasi tanah yang terletak di Bone Sura’ ini merupakan lahan persawahan Kaparengngesan Banua Sura’ Ojo secara turun-temurun. Jadi Puang So’ Lotong juga pernah menggarap sawah di Bone Sura’ ini. Kemudian Puang Batu bersama dengan Puang Paddang yang terakhir mengelola sawah di lokasi ini. Namun terjadi pemberontakan DI/TII, maka lokasi tanah di Bone Sura’ ini sudah tidak lagi dikelola menjadi lahan persawahan. Hal tersebut, akibat pemberontakan DI/TII ini menyebabkan masyarakat adat setempat mengungsi dalam kurun waktu hampir satu dekade lamanya.
Tampak lokasi tanah yang terletak di Bone Lambe’ kurang lebih seluas 2 hektare diduga kuat diserobot pihak PT. TTE, dengan cara mempergunakan alas hak atas tanah yang sangat disinyalir kuat direkayasa (dipalsukan) penerbitannya dalam bentuk Surat Pernyataan Penguasaan dan Riwayat Tanah (SPPRT) Nomor : 70/SPPRT/ DB/2023 atas nama Lelaki Drs. Sanusi. Pada zamannya, lokasi tanah yang terletak di Bone Lambe’ ini merupakan lahan persawahan Kaparengngesan Banua Sura’ Ojo secara turun-temurun. Ketika terjadi pemberontakan DI/TII, maka lokasi tanah di Bone Lambe’ ini sudah tidak lagi dikelola menjadi lahan persawahan. Hal tersebut, akibat pemberontakan DI/TII ini menyebabkan masyarakat adat setempat mengungsi dalam kurun waktu hampir satu dekade lamanya.
Tampak lokasi tanah yang terletak di Pa’kamboan kurang lebih 3 hektare diduga kuat diserobot pihak PT. TTE untuk dilalui kegiatan konstruksi saluran irigasi proyek PLTMH Salu Noling di dalam kotak merah tersebut. Pada zamannya, lokasi tanah yang terletak di Pa’kamboan ini merupakan tempat kandang kerbau Kaparengngesan Banua Sura’ Ojo secara turun-temurun. Ketika terjadi pemberontakan DI/TII, maka lokasi tanah di Pa’kamboan ini sudah tidak lagi dikelola menjadi lokasi peternakan kerbau. Hal tersebut, akibat pemberontakan DI/TII ini menyebabkan masyarakat adat setempat mengungsi dalam kurun waktu hampir satu dekade lamanya.
Tampak kegiatan konstuksi bendungan PLTMH Salu Noling (foto kiri) dan kegiatan konstruksi saluran irigasi proyek PLTMH Salu Noling (foto kanan) dalam kotak merah  sangat diduga kuat ilegal, sebab selain diduga kuat tidak memiliki dokumen AMDAL, maka juga tidak memiliki perizinan dalam bentuk apapun yang dipersyaratkan menurut ketentuan regulasi pemerintah.

Menurut Ilham K Rumpak, bahwa lokasi tanah yang terletak di Bone Kapa’, Bone Sura’, Bone Lambe’ dan Pa’kamboan dengan luas keseluruhan kurang lebih 11 hektare ini, merupakan tanah warisan adat dari Rumpun Kaparengngesan Banua Sura’ Ojo dan Rumpun Kapuangan To Tumbang Ri Pawele secara turun-menurun.

Hal itulah, kata dia, sehingga Puang So’ Lotong adalah salah satu anak dari Puang To Tumbang Ri Pawele bernama Puang Lai’ Liku Allo, pada era penjajahan Belanda pernah mengelola sawah yang berkokasi di Bone Kapa’ dan Bone Sura’ tersebut.

Ia kemudian menyebutkan, salah satu anak Puang So’ Lotong bernama Puang juga pernah mengelola sawah yang berkokasi di Bone Kapa’ dan Bone Sura’ ini. Karena Puang So’ Lotong itu juga memiliki garis keturunan langsung dari Kaparengngesan Banua Sura’ Ojo.

Kata dia, Puang So’ Lotong ini sendiri memiliki dua anak, yakni bernama Puang Batu dan Puang Lai’ Batu. Salah satu cucu Puang Lai’ Batu tersebut adalah bernama Ibu Apriana Christine Tangyong yang lebih akrab disapa Ibu Tetin.

Hal itulah, lanjutnya, karena Ibu Tetin ini merupakan keturuan Puang To Tumbang Ri Pawele yang bergaris silsilah kerurunan dari Kaparengngesan Banua Sura’ Ojo, maka disepakati oleh segenap rumpun keluarga untuk didaulat menjadi Pemangku Adat Puang To Tombang Ri Pawele.

Lalu ia menambahkan, sebab hanya keluarga Rumpun Pawele yang bersilsilah keturunan dari Kaparengngesan Banua Sura’ Ojo itulah yang bisa menjadi Pemangku Adat Puang To Tombang Ri Pawele. “Karena tidak semua juga Keluarga Rumpun Pawele itu, memiliki silsilah kerurunan dari Kaparengngesan Banua Sura’ Ojo,” pungkas Ilham K Rumpak. (*****)

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *