Tabloid SAR – Kalangan aktivis LSM kembali menyoal kasus proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Salu Noling milik PT Tiara Tirta Energi (TTE) yang berlokasi di Desa Bolu, Kecamatan Bastem, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Pasalnya, proyek PLTMH ini sangat terkesan dilindungi oleh kalangan penguasa tertentu. Padahal proyek milik PT TTE ini diduga kuat ilegal akibat sangat disinyalir tidak memiliki dokumen AMDAL dan legalitas perizinan dalam bentuk apapun sebagaimana yang dipersyaratkan oleh ketentuan regulasi pemerintah yang berlaku.
Menyikapi hal ini, sehingga Aktivis Pembela Arus Bawah, Rahmat K Foxchy pada hari ini, Kamis (16/10-2025) mengaku telah menyurat untuk mendesak Gubernur Sulawesi Selatan dan Bupati Luwu agar segera menghentikan kegiatan konstruksi proyek PLTMH Salu Noling yang diduga kuat ilegal tersebut.
Adapun desakan dimaksud, tertuang dalam surat pengaduan aktivis LSM ini, Nomor : 005-DE/NGO-Arus Bawah/2025 tanggal 08 Oktober 2025. Surat pengaduan ini, sekaligus ditembuskan kepada Presiden RI, sejumlah pimpinan lembaga negara dan Aparat Penegak Hukum (APH) serta pejabat otoritas pemerintah berkewenangan terkait.
Melalui surat pengaduannya tersebut, aktivis LSM yang lebih kerap disapa Bang Foxchy ini menyampaikan, karena proyek PLTMH Salu Noling itu adalah sifatnya berskala besar dengan kapasitas 10 MW, sehingga sangat diwajibkan untuk memiliki dokumen AMDAL.
Untuk PLTMH yang berkapasitas di bawah 10 MW saja, lanjut ia menjelaskan, apabila kondisi lingkungannya sangat tidak memungkinkan untuk direkomendasikan dengan izin lingkungan dalam bentuk UKL-UPL, maka harus pula diwajibkan untuk memiliki Dokumen AMDAL.
Hal mengenai ketentuan AMDAL tersebut, kata Bang Foxchy, sebagaimana telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang kemudian diubah oleh UU Cipta Kerja (UU No. 11 Tahun 2020).
Selain itu, lanjutnya, ada juga peraturan turunannya baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) maupun dalam bentuk Peraturan Menteri (Permen) yang merinci lebih lanjut mengenai ketentuan AMDAL, seperti PP No 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, dan PP No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Ia lalu mengemukakan mengenai ketentuan regulasi tentang jenis usaha atau daftar kegiatan usaha yang wajib AMDAL. Hal itu diatur dalam Permen LHK Nomor 5 Tahun 2012 dan Permen LHK Nomor 4 Tahun 2021.
“Tentunya mengenai ketentuan mengenai Amdal ini, maka tak terlepas pula diatur dalam Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati/Walikota, selama itu tidak bertentangan dengan perundang-undangan dan PP serta Permen,” terangnya.
Sedangkan dokmen AMDAL itu sendiri, rincinya, hal tersebut terdiri dari empat komponen dokumen utama, yakni :
- Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL);
- Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL);
- Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL); dan
- Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
Kemudian Bang Foxchy menjalaskan lebih lanjut, mengenai metode pelaksanaan terhadap kegiatan penyusunan dokumen AMDAL tersebut, menurut tahapan kegiatannya berikut :
- Diawali dengan tahapan kegiatan Penapisan (Screening), termasuk meliputi kegiatan sosialisasi pada pihak masyarakat terdampak dan menginventasisasi secara cermat bidang-bidang tanah masyarakat yang akan dijadikan rencana lokasi proyek dimaksud. Jadi dilakukannya penginventarisasian terhadap bidang-bidang tanah masyarakat dimaksud, sudah merupakan bagian dari kajian penyusunan dokumen AMDAL, tak lain untuk menghindari terjadinya konflik sengketa tanah pada saat dilakukan kegiatan pembayaran kompensasi lahan.
- Tahapan kegiatan Pengumuman dan Konsultasi Publik, dalam hal ini pihak pemrakarsa wajib mengumumkan rencana usaha dan kegiatan kepada masyarakat melalui media massa.Hal tersebut, sebagai bentuk konsultasi publik untuk menyaring aspirasi, saran, dan pendapat masyarakat yang terdampak langsung oleh kegiatan rencana proyek dimaksud.
- Tahapan kegiatan Pelingkupan (Scoping), sebagai bentuk proses identifikasi dan penentuan ruang lingkup studi, termasuk batas wilayah dan kedalaman analisis dampak penting yang akan dikaji dalam ANDAL tersebut.
- Tahapan kegiatan Penyusunan Kerangka Acuan (KA-ANDAL) untuk dijadikan sebagai dokumen yang berisi panduan dan petunjuk teknis mengenai ruang lingkup dan metodologi penyusunan AMDAL.
- Tahapan kegiatan penyusunan dokumen ANDAL, RKL, dan RPL sebagai bentuk dokumen AMDAL dari hasil studi mendalam tentang analisis dampak penting (baik positif maupun negatif) dari rencana kegiatan terhadap lingkungan.
- Tahapan kegiatan Penilaian Dokumen ANDAL, RKL, dan RPL yang telah disusun pihak pemrakarsa, kemudian diajukan kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dievaluasi. Proses ini melibatkan presentasi oleh pemrakarsa publik secara transparan, untuk evaluasi oleh tim ahli, dan pemberian masukan untuk revisi.
- Tahapan Penerbitan Persetujuan Lingkungan, dilakukan setelah dokumen AMDAL telah mendapat penilaian diri pihak Komisi Penilai AMDAL. Jika disetujui, maka akan diterbitkan Keputusan Kelayakan Lingkungan oleh pihak pejabat otoritas berwenang.
- Tahapan kegiatan Implementasi dan Pemantauan AMDAL, dengan mewajibkan pihak pemrakarsa dalam mengimplementasikan RKL-RPL untuk dilakukan pemantauan berkala dan memastikan upaya mitigasi kegiatan proyek agar berjalan sesuai rencana kelayakan lingkungan.
Bang Foxchy pun lanjut menjelaskan, jadi begitulah tahapan-tahapan terhadap kegiatan penyusunan dokumen AMDAL yang mestinya dilalui pihak investor proyek PLTMH Salu Noling tersebut. Kemudian baru dapat memperoleh legalitas perizinan yang sudah dipersyaratkan oleh ketentuan regulasi pemerintah berlaku.
Pegiat pemerhati kebijakan publik ini sangat mensinyalir proyek PLTMH tersebut ilegal, karena diduga kuat tidak memiliki dokumen AMDAL dan legalitas perizinan dalam bentuk apapun yang sudah menjadi persyaratan menurut ketentuan regulasi.
Hal itulah, maka aktivis LSM yang juga kerap disapa Bang Ories ini, sehingga mendesak Gubenur Sulawesi Selatan dan Bupati Luwu agar segera menghentikan kegiatan konstruksi proyek PLTMH Salu Noling tersebut. “Kita tegaskan pada Pak Gubernur dan Pak Bupati, supaya tidak melindungi proyek PLTMH ini,” tandasnya.
Terlebih lagi, sambungnya, sudah ada surat dari Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Prov. Sulawesi Selatan, Nomor : 660/3833/DLHK tanggal 08 Juli 2025, perihal rekomendasi hasil verifikasi pengaduan PT Tiara Tirta Energi.
Intinya, merekomendasikan kepada Pemkab Luwu sebagai pihak yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi administratif paksaan Pemerintah kepada pihak PT TTE tersebut.
Kecewa Kepada Pihak Pemkab Luwu
Bang Ories, mengaku sangat kecewa kepada pihak Pemkab Luwu, sebab sangat cenderung mengabaikan surat rekomendasi Kepala DLHK Sulawesi Selatan tersebut. Bahkan seolah justru sangat terkesan melindungi kegiatan konstruksi proyek PLTMH yang diduga kuat ilegal ini.
Menurutnya, bahwa maksud surat rekomendasi Kepala DLHK Sulawesi Selatan itu, supaya Pemkab Luwu menjatuhkan sanksi administratif paksaan Pemerintah kepada pihak PT TTE tersebut, tentunya tak lain untuk memberhentikan secara paksa kegiatan konstruksi proyek PLTMH yang diduga kuat ilegal tersebut.
“Jika perlu, Pemkab Luwu merekomendasikannya lebih lanjut kepada pihak APH (Aparat Penegak Hukum), supaya diproses menurut ketentuan tindak pidana lingkungan hidup,” terang Bang Ories.
Soalnya, tambahnya, kegiatan konstruksi proyek PLTMH Salu Noling ini, sudah sangat terindikasi kuat melakukan kejahatan serius terhadap lingkungan, sehingga sudah semestinya ditindak menurut ketentuan tindak pidana lingkungan hidup.
“Kita sama sekali tidak menolak investasi proyek PLTMH tersebut, namun jika kegiatan konstruksinya itu justru diduga kuat ilegal, maka sangat tidak ada alasan untuk memberhentikan kegiatan proyek ini, demi kepentingan terhadap perlindungan lingungan hidup,” pungkas putra Bastem yang satu ini. (*****)