“PLTMH Bastem: Proyek Energi atau Proyek Tanpa Legalitas?”

News1,125 views

Oleh : Syafruddin Jalal

 

SUATU proyek infrastruktur biasanya dibanggakan sebagai simbol kemajuan. Tapi apa jadinya jika proyek itu justru menginjak aturan, mencederai prosedur hukum, dan menyishakan bau uang di balik pembungkus investasi?

Di Bastem, wilayah pegunungan Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, aktivitas konstruksi sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) milik PT Tiara Tirta Energi (TTE) terus berjalan. Padahal sejak 24 Februari 2025, seorang aktivis yang tergabung dalam Pembela Arus Bawah, Rahmat K. Foxchy, telah secara resmi meminta Bupati Luwu menghentikan proyek tersebut. Alasannya jelas: indikasi kuat proyek ini berjalan tanpa dokumen Amdal dan perizinan legal sebagaimana diatur undang-undang.

Surat resmi itu bukan surat biasa. Selain Bupati Luwu, tembusannya sampai ke Presiden RI, para pimpinan lembaga tinggi negara, PLN, hingga aparat penegak hukum. Namun hingga kini, tidak ada tindakan nyata yang tampak di lapangan.

Bantahan Menampar Logika Publik

KETIKA suara rakyat tak digubris oleh negara, muncullah pernyataan bernada intimidasi lewat pesan WhatsApp dari Direktur PT TTE kepada Foxchy:

“Kalau proyek kita ilegal, masa kami berani sebar uang bermilyar termasuk keluarga Abang yang sudah terima lebih dari 1 M. Tolong tahan diri sedikit ya Bang.”

Ucapan itu ibarat menampar logika publik: apakah aliran uang miliaran justru menjadi justifikasi legalitas sebuah proyek? Apakah ini pengakuan bahwa uang digunakan sebagai pelumas kebijakan?

Menariknya, Direktur PT TTE tidak menjawab saat ditanya balik mengenai pemenuhan perizinan. Dan lebih jauh, pembayaran kompensasi lahan pun disebut-sebut mengandung manipulasi. Surat keterangan tanah di Desa Bolu, salah satu lokasi proyek, diduga kuat palsu. Bukankah ini membuka potensi tindak pidana baru?

Ketika Pemerintah Abai

SAMPAI hari ini, Rahmat K. Foxchy, atau akrab disapa Bang Ories, tak gentar. Ia bahkan berencana kembali menyurati Bupati Luwu untuk menuntut penghentian proyek hingga seluruh legalitas dipenuhi. “Kami tidak menolak investasi, tapi kami juga tidak bisa diam saat investasi dilakukan dengan cara-cara melawan hukum,” tegasnya.

Ia mengaku telah mengonfirmasi ke berbagai instansi teknis. Jawabannya seragam: proyek ini belum memiliki izin lengkap. Bahkan izin lokasi yang dikeluarkan Bupati Luwu pada 11 Mei 2021 diduga sudah kedaluwarsa.

Pertanyaannya kini: “Mengapa proyek yang disinyalir ilegal tetap berjalan? Siapa yang membekingi? Apakah negara benar-benar hadir melindungi rakyat atau justru diam dalam transaksi gelap kekuasaan dan modal?

Narasi ini bukan untuk mengadili. Tapi ini adalah panggilan untuk menyelidiki. Karena jika hukum hanya berlaku pada yang lemah, maka negara ini tak lebih dari proyek tambang raksasa—yang digerakkan oleh uang, dan ditopang oleh pembiaran.

Salam :

*) Penulis adalah Pemerhati Hak Sipil dan Advokat Berdomisili di Kota Palopo.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *