Selesai sudah penyelenggaraan event FKN XIII Tana Luwu, meski memperoleh apresiasi dari para peserta, yang terdiri dari tamu-tamu agung keraton se-Nusantara. Termasuk diapresiasi oleh sejumlah perwakilan kerajaan atau bangsawan dari mancanegara.
Akan tetapi event budaya terbesar secara nasional yang digelar Kedatuan Luwu ini. Sebagaimana yang dibuka Gubernur Sulsel, pada Senin (09/09/2019 dan ditutup Walikota Palopo, pada Jumat malam (13/09-2019) tersebut. Patut dikatakan “Sukes dalam Kesenyapan Tak Terlepas Menuai Arus Kritikan.”
Alasannya sampai dikatakan “Sukses dalam Kesenyapan” sebab tampak kurang mendapat antusiasme dari masyarakat Luwu Raya sendiri. Padahal event FKN ini diselenggarakan di daerahnya sendiri. Karena selaku penyelenggara adalah pihak Kedatuan Luwu yang bertindak selaku tuan rumah.
Hal tersebut, lantaran pihak panitia kurang melibatkan kalangan media massa, untuk mensosialisasikan kegiatan FKN ini dari awal, sehingga tidak membumi menjadi pesta budaya rakyat di Tana Luwu.
Akibat dari pada itu, jadi wajar saja apabila muncul nada-nada sumbang sampai menyebut bahwa event FKN ini, justru seolah terkesan hanya diselenggarakan untuk menunjukkan elitisme dan eksklusivisme budaya keraton.
Sehubungan dengan hal itu, maka sudah dapat dilihat atas kurangnya antusiasme masyarakat, untuk turut menyemarakkan event keraton paling akbar tersebut.
Semisal, tampak warga kurang peduli untuk memasang umbul-umbul di depan rumahnya, sebagai pertanda bahwa betapa apatisnya warga menyambut event budaya berskala nasional tersebut.
Terlebih lagi event FKN ini, tak terlepas menuai kritikan dari publik. Terkait atas adanya peserta yang merasa sangat tidak mendapat pelayanan yang wajar.
Sekaligus dapat menjadi sebuah inikator, bahwa pihak panitia dianggap tidak cukup profesional dalam mengelola kegiatan FKN XIII tersebut.
Hal itu, sehingga menjadi sorotan pemberitaan pers, sampai viral di media sosial (Medsos). Belum lagi kritikan dari kalangan netizen, melalui komen-komen statusnya, antara lain dari para netizen yang senatiasa berselancar melalui laman fecebooknya masing-masing.
Mengingat, sumber-sumber pembiayaan FKN Tana Luwu ini, baik itu dalam bentuk bantuan dana hibah dari pemerintah maupun dalam bentuk bantuan dari dari pihak ketiga, seperti BUMN/BUMD dan pihak swasta serta sumbangan dari masyarakat jika ada. Tampak pula sudah mengkristal menjadi wacana di warung-warung kopi (Warkop).
Hal tersebut, sehingga perlunya panitia merilis pertanggungjawaban keuangan dana publik, baik itu dalam bentuk dana hibah dari pemerintah maupun sifatnya dalam bentuk sumbangan dari pihak ketiga.
Bukan bermaksud ingin mengorek-ngorek, bahwa seberapa banyak sesungguhnya dana publik yang mengalir pada pihak panitia FKN Tana Luwu tersebut.
Akan tetapi, karena sudah harus menjadi kewajiban bagi pihak panitia, untuk mempertangjawabkan pengelolaan keuangan dana publik dimaksud, menurut prinsip-prinsip transparansi anggaran dalam bingkai koridor hukum.
Jika pengelolaan dana publik itu, sampai tidak menganut prinsip-prinsip pertanggungjawaban keuangan yang benar. Bukan tidak mungkin akan mengkristal menjadi sumber kritikan baru dari ruang publik.
Pada gilirannya akan dapat menggelinding menjadi bola salu, akhirnya justru membuka ruang masuknya aparat penegak hukum. Karena dana publik FKN itu, jelas nantinya juga akan diaudit oleh pihak otoritas yang berwenang, yakni BPK atau BPKP.
Olehnya itu, maka jangan pernah berpikir bahwa sumber pembiayaan FKN ini, baik yang berasal dari dana hibah pemerintah maupun itu dalam bentuk bantuan dan sumbangan dari pihak ketiga, lalu pihak panitia merasa akan akan aman-aman saja.
Untuk itu, sehingga sangat wajar apabila muncul sebuah permintaan, bahwa perlunya pihak panitia merilis pertanggungjawaban keuangan dana publik yang mengalir pada kegiatan FKN XIII tersebut.
Tentunya itu tak terlepas untuk menguji semangat profesonalisme pihak panitia secara moral, dalam mentransparansikan sumber-sumber dana publik tersebut. Apakah pengelolaan keuangannya, sudah memenuhi azas akuntabilitas publik itu sendiri.
Begitulah wacana yang berkembang dari ruang publik yang ditangkap tentang event FKN tersebut. Lalu dikemas dalam bentuk ulasan editorial Tabloid SAR melalui edisi ini. Sekaligus menjadi sebuah kebanggaan, atas berhasinya Kedatuan Luwu sebagai tuan rumah. (Salam dari Redaksi)