Ferry Pasande : Tentu Akan Kita Agendakan Aksi Unjuk Rasa di Kantor BPN RI Beserta Kantor PT Indika Energy dan PT Masmindo di Jakarta
Tabloid SAR – Para tokoh elit masyarakat Ranteballa-Boneposi di Jakarta dan sekitarnya, sepertinya semakin menggalang kekuatan untuk terus melakukan perlawanan terhadap keberadaan perusahaan pertambangan PT Masmindo Dwi Area di Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Pasalnya, proyek tambang Awak Mas anak perusahaan PT Indika Energy Tbk (INDY) ini dalam melakukan kegiatan pembebasan lahan, sepertinya sangat diduga kuat menganut pola-pola pendekatan praktek-praktek mafia tanah. Untuk sewenang-sewenang merampas warisan hak-hak agraris masyarakat adat Ranteballa-Boneposi secara turun-temurun.
Hal tersebut, sehingga membuat Ferry Sarira Pasande, salah satu tokoh pergerakan masyarakat Ranteballa di Jakarta, akhirnya pula mulai angkat bicara. Kepada media ini, Rabu (31/07-2024) dengan sangat tegas mempersoalkan pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo, akibat diduga kuat merampas lokasi tanah warisan hak-hak ulayat masyarakat hukum adat rumpun keluarga besarnya tersebut.
Alasannya, sebab bidang-bidang tanah yang dibayarkan harga kompensasi lahannya tersebut sangat terindikasi kuat semuanya merupakan surat-surat tanah palsu. “Jadi tindakan seperti ini, hanya bisa dilakukan oleh perusahaan mafia pertambangan,” tukas salah satu tokoh Bastem di Jakarta yang lebih kerap disapa Ferry Pasande ini.
Ferry, selaku salah satu pewaris langsung Pemangku Adat/Parengnge Lemo-Ranteballa ini, sangat mengecam keras perusahaan pertambangan emas PT Masmindo ini, sebab rupanya hanya datang untuk merampas hak-hak ulayat masyarakat hukum adat warisan leluhar rumpun keluarga besarnya di Ranteballa-Boneposi tesebut.
“Saat masih kecil, saya selalu ke Ranteballa dan Boneposi, karena bapak saya pernah jadi guru SD di Boneposi. Bapak saya, senantiasa menunjukkan bahwa semua lokasi tanah di Ranteballa-Boneposi itu merupakan tanah adat yang tidak dapat diperjualbelikan,” tuturnya, sembari menirukan pesan almarhum bapaknya itu.
Yah, kata dia, itu semua lokasi tanah adat atau hak ulayat warisan leluhur rumpun keluarga besar kami, justru sudah ada jauh sebelum masuknya pemerintah kolonialisme Belanda menjajah di Nusantara ini, dan sama sekali bukan tanah negara bebas.
Lanjut Ferry, apalagi hak-hak ulayat masyarakat hukum adat itu, keberadaannya sangat dilindungi oleh konstitusi dan perundang-undangan. Hak ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya. “Terlebih lagi ditegaskan dalam UU No 5 Tahun 1960 atau UU Pokok Agraria (UUPA) yang sangat jelas mengakui adanya hak ulayat,” ucapnya.
Status tanah ulayat, dia pun lanjut menyampaikan, tidak dapat dialihkan menjadi tanah hak milik apabila tanah ulayat tesebut menurut kenyataannya masih ada, misalnya dibuktikan dengan adanya masyarakat hukum adat bersangkutan atau kepala adat bersangkutan.
Pada kenyataannya, sambungnya, rumpun masyarakat hukum adat kami dan kepala adatnya (pemangku adat/parengnge –red) masih lengkap di Ranteballa-Boneposi sampai sekarang ini, untuk terus mempertahakan kehidupan budaya dan adat istiadat tradisional warisan leluhur secara turun-temurun.
Lanjut ia mengemukakan, namun sepertinya tatanan kehidupan masyarakat adat di Ranteballa-Boneposi itu, beserta tanah adat dan situs-situs warisan leluhur kami dari semenjak peradaban kuno akan segera punah. Akibat terancam untuk sewenang-wenang digusur oleh pihak perusahaan pertambangan emas ini.
Salah satu tokoh pergerakan berkiprah pada sejumlah Organisasi Masyarakat (Ormas) di Jakarta ini, mengaku sangat mendukung atas sudah adanya langkah inisiatif pihak Rumpun Keluarga Puang Laik Pamimmi-Kasenda. Sebab sudah akan mengundang sejumlah tokoh elit masyarakat Ranteballa-Boneposi, untuk membahas langkah perlawanan terhadap kasus dugaan praktik-praktik mafia tanah pada perusahaan pertambangan emas ini.
“Rumpun keluarga masyarakat adat Ranteballa-Boneposi sekarang sudah saatnya bersatu. Untuk bersama-sama melakukan perlawanan terhadap tindakan kesewanang-wenangan perampasan hak-hak ulayat kita tersebut. Tentunya tak lain, untuk mempertahankan harga diri dan identitas nilai-nilai kearifan lokal warisan leluhur kita yang sangat tak ternilai itu,” tandas salah satu tokoh elit Forum Betawi Rempung (FBR) ini.
Dirinya tak terlepas pula mengecam Pemkab (Pemerintah Kabupaten) Luwu dan Kantor BPN (Badan Pertanahan Nasional) Luwu tersebut. Soalnya, sebab sama sekali tidak memiliki rasa ketidakpeduliannya terhadap tuntutan aspirasi masyarakat adat Ranteballa-Boneposi selama ini. Akibat sudah sangat dizaliminya warisan hak-hak agrarisnya secara turun-temurun, dengan dalih pembenaran percepatan investasi yang sangat konyol itu.
Menurutnya, bahwa sangat konyol sekali pihak Pemkab Luwu dan Kantor BPN Luwu itu, jika masih saja terus mendukung dan melindungi perusahaan pertambangan emas ini. “Padahal perusahaan pertambangan emas ini, sudah sangat nyata-nyata diduga kuat mempraktikkan mafia pertambangan, dengan pola pendekatan praktik-praktik mafia tanah dalam melaksanakan kegiatan pembebasan lahan,” ucap Ferry dengan nada berang.
Ia pun mendesak Pj Bupati Luwu dan DPRD Luwu agar segera membubarkan Satgas Percepatan Investasi Pemkab Luwu ini, karena sepertinya hanya dijadikan sebagai alat kekuasaan, untuk diduga kuat merampas secara sewenang-wenang warisan hak-hak agraris rumpun keluarga kami yang berlokasi di Ranteballa-Boneposi dan sekitarnya.
Kita juga sangat mendesak pihak Kantor BPN Luwu, sambungnya, agar segera pula menghentikan kegiatan pemetaan terhadap wilayah tambang PT Masmindo, untuk tujuan memenuhi kepentingan konyol program pendaftaran tanah yang dimohon pihak perusahaan pertambangan emas ini.
Ya, sudah sangat konyol namanya itu , kata Ferry, sebab kegiatan pembebasan lahan PT Masmindo sama sekali belum claer and clean sebagaimana dimaksud pada ketentuan Pasal 137 UU Minerba. Apalagi sedang bermasalah dan sangat merugikan pihak kami, selaku rumpun keluarga besar masyarakat adat Ranteballa-Boneposi. Akibat budang-bidang tanah yang dibayarkan kompensasinya itu, mempergunakan surat-surat dokumen tanah yang semuanya sangat diduga kuat palsu.
Lanjut ia mengatakan, apa iyah pihak Kantor BPN sama sekali tidak paham atau memang pura-pura tidak paham mengenai ketentuan perundang-undangan, bahwa sudah tidak dibenarkan lagi untuk menerbitkan alas hak atau surat dokumen tanah dalam bentuk apapun di dalam wilayah tambang yang sudah ada IUP-nya.
Sudah semestinya kan, tutur Ferry lagi, pihak Kantor BPN Luwu terlebih dahulu mengkaji dan menganalisa, apakah lahan tersebut sudah clear and clear dari kasus sengketa lahan, sebalum melakukan kegiatan pemetaan bidang-bidang tanah di dalam wilayah tambang untuk kepentingan program pendaftaran tanah.
“Jadi kami selaku para ahli waris atas lahan yang dibebaskan pihak PT Masmindo itu, sangat menekankan kepada pihak Kantor BPN Luwu agar tidak mengeluarkan Surat Pendaftaran Keterangan Tanah, untuk kepentingan kegiatan usaha pertambangan emas perusahaan ini,” tandasnya.
Ferry mengaku baru kali ini bisa mengambil sikap, sebab baru paham akar permasalahan yang sebenarnya terhadap kasus pembebasan lahan PT Masmindo itu. Soalnya, ia baru pertama kali ketemu Bang Foxchy, selaku Aktivis Pembala Arus Bawah yang selama ini mendampingi pihak keluarga untuk mencari rasa keadilan, terkait atas dugaan kesewenang-wenangan perampasan hak-hak agraris warisan leluhur di Ranteballa-Boneposi tersebut.
Ia lalu menyampaikan akan sangat siap untuk memobilisasi pergerakan massa unjuk rasa di Kantor Menteri ATR/Kepala BPN RI di Jalan Sisingamangaraja Jakarta Selatan, jika pihak Kantor BPN Luwu tidak menghentikan program pendaftaran tanah yang dimohon PT Masmindo. “Yah, massa unjuk rasa itu akan digerakkan, apabila memang sudah sangat diperlukan,” terangnya.
Dirinya pun mengingatkan kepada pihak PT Masmindo agar menghentikan segala bentuk kegiatannya di dalam lokasi tersebut, sebelum ada kesepakatan dengan pihak kami segenap Rumpun Keluarga Besar Masyarakat Adat Ranteballa-Boneposi.
Ferry lanjut menyerukan, pokoknya tidak ada pilihan lain, pihak PT Masmindo harus menghentikan semua bentuk kegiatannya di Desa Ranteballa dan Desa Boneposi, sebelum ada kesepakatan dengan pihak kami segenap Rumpun Keluarga Besar Masyarakat Adat selaku ahli waris tanah adat yang berlokasi pada kedua wilayah desa ini.
“Lebih baik pihak PT Masmindo segera angkat kaki keluar dari wilayah adat kami tersebut, jika tidak mengindahkan peringatan ini. Sebab kami sangat mengharamkan lokasi tanah warisan adat kami ditambang oleh perusahaan tambang yang sangat terindikasi kuat bergaya mafia seperti itu,” jelasnya.
Dia pun juga akan mengagendakan untuk memobilisasi massa aksi unjuk rasa di Kantor PT Indika Energy dan Kantor Pusat PT Masmindo pada Jalan Gatot Subroto Jakarta, apabila seruan kita ini sama sekali diabaikan. “Sudah saatnya juga saya harus tunjukkan diri sebagai pengurus sejumlah Ormas di Jakarta. Apalagi kasus ini sangat menyentuh rasa ketidakadilan terhadap warisan peradaban nenek moyang kami di kampung halaman leluhur,” pungkas Ferry.
Sedangkan Ibu Ina Simballu, selaku perwakilan Rumpun Keluarga Puang Laik Pamimmi-Kasenda, menambahkan bahwa pihaknya juga sedang mempersiapkan rencana kegiatan pertemuan dengan sejumlah tokoh elit masyarakat Ranteballa-Boneposi di Jakarta dan sekitarnya.
Adapun rencana pertemuan dimaksud, kata dia, untuk membahas langkah perlawanan terhadap kasus dugaan praktik-praktik mafia tanah pada perusahaan pertambangan emas PT Masmindo. Terutama untuk mengatur jadwal agenda pertemuan dengan Menteri ATR/Kepala BPN RI, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
“Kita saat ini juga lagi sedang mempersiapkan dokumen, untuk dibahas terlebih dahulu bersama sejumlah tokoh elit masyarakat Ranteballa-Boneposi di Jakarta dan sekitarnya ini. Kita juga sudah mulai menginventaris nama-nama dari rumpun keluarga yang akan di undang tersebut,” ungkap Ibu Ina Simballu mengakhiri komentarnya. (Made/Redaksi)