Tabloid SAR – Kasus pembebasan lahan PT Masmindo Dwi Area nampaknya terus menuai sorotan tajam dari ruang publik. Lantaran diduga kuat masih saja sewenang-wenang untuk tetap saja pertahankan status quo indikasi pembenaran perampasan terhadap hak-hak agraris masyarakat adat Ranteballa-Boneposi yang berlokasi di Desa Ranteballa dan Desa Boneposi, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Apalagi Proyek Awak Mas salah satu anak usaha PT Indika Energy Tbk (INDY Group) ini telah mulai pula melakukan kegiatan konstruksi. Sementara pembebasan lahannya lagi sedang menui penolakan keras dari pihak masyarakat adat selaku pemegang hak atas tanah yang sebenarnya.
Terlebih lagi perusahaan tambang emas terbesar di Sulsel ini, sepertinya juga mulai untuk menunjukkan dugaan kesewenang-wenangannya merusak kuburan tua. Padahal kuburan tua tersebut, merupakan salah satu situs warisan nilai-nilai kearifan lokal peninggalan leluhur yang sangat tak ternilai sebagai bentuk kekayaan budaya dan adat istiadat bagi komunitas masyarakat adat Ranteballa-Boneposi secara turun-temurun tersebut.
Seperti terjadinya kasus pengrusakan pada sejumlah situs koburan tua di wilayah adat Kaparengngesan Kandeapi-Ranteballa tersebut, akibat diduga kuat oleh faktor kegiatan konstruksi perusahaan tambang emas ini. Sedangkan Izin Konstruksinya masih sangat perlu dipertanyakan keabsahan proses prosedur penerbitannya, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hal tersebut, sehingga membuat sejumlah tokoh pemuda masyarakat adat Ranteballa mulai angkat bicara, untuk mempersoalkan keberadaan PT Masmindo ini, terkait dengan pelaksanaan pembebasan lahannya dan kegiatan konstruksinya tersebut.
Kecam Kasus Pengrusakan Kuburan
Sejumlah tokoh pemuda masyarakat adat Ranteballa yang telah mulai angkat bicara ini, antara lain Dayan Pasande. Kepada media ini, Dayan menyampaikan kecamannya terhadap dugaan kesewenang-wenangan perampasan hak-hak agraris leluhur kami yang berlokasi di Ranteballa tersebut.
Lanjutnya, terlebih lagi perusahaan pertambangan emas ini diduga pula telah melakukan kesewenang-wenangan pengrusakan terhadap kuburan tua di wilayah adat Kandeapi. “Ya, kita sangat mengecam tindakan kesewenang-wenangan pengrusakan terhadap situs kuburan tua seperti itu,” tutur salah satu ahli waris dari pihak rumpun keluarga besar Puang Pasande pada hari ini, Rabu (14/08-2024).
Sebab situs tersebut, kata dia, merupakan warisan nilai-nilai kearifan lokal peninggalan leluhur yang sangat tak ternilai terhadap kekayaan budaya dan adat istiadat kami, selaku komunitas masyarakat adat Ranteballa-Boneposi dari semenjak era paradaban kuno secara turun-temurun.
“Karena kasus pengrusakan kuburan itu juga telah dilaporkan ke Polres Luwu oleh pihak keluarga dari rumpun mayarakat adat Kandeapi. Jadi sangat diharapan pada pihak Polres Luwu agar menindak tegas para pelaku yang diduga kuat telah melakukan pengrusakan pada situs-situs kuburan tua tersebut,” tandas Dayan.
Soalnya, kata dia lagi, bahwa di dalam wilayah Desa Ranteballa ini, terdapat banyak situs-situs warisan peninggalan leluhur kami dari sejak era peradaban kuno, akan juga menyusul untuk menjadi sasaran pengrusakan. Apabila para pelaku pengrusakan kuburan di wilayah adat Kandeapi yang telah dilaporkan ke Polres Luwu itu, tidak segera ditindak tegas secara hukum.
Tegaskan kepada Pihak PT Masmindo untuk Hentikan Kegiatannya
Hal itulah, maka Dayan pun menegaskan kepada pihak PT Masmindo agar menghentikan kegiatan konstruksinya dan segala kegiatan dalam bentuk apapun di dalam wilayah tambangnya, karena itu merupakan wilayah adat dari warisan nenek moyang kami tersebut.
Sebab kehadiran perusahaan tambang emas ini justru diduga kuat hanya timbulkan persoalan rasa ketidakadilan, akibat faktor dugaan permainan mafia tanah yang begitu masif pada pelaksanaan pembebasan lahannya itu. Terlebih lagi diduga sudah mulai pula melakukan tindakan anarksime terhadap situs-situs kuburan tua.
Pada prinsipnya, lanjut ia mengemukakan, kami sama sekali tidak menolak investasi tapi investasi yang ramah ramah sosial dan ramah lingkungan. Namun yang terpenting lagi, harus dapat menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal.
Tentunya, kata Dayan lebih lanjut, mestinya pula bisa menghormati hak-hak ulayat hukum adat dan segala bentuk kekayaan properti warisan peninggalan leluhur rumpun masyarakat adat kami di dalamnya. “Tidak menunjukan arogansi kesewenang-wenangan, seperti yang diduga kuat sedang dipertujukkan oleh pihak PT Masmindo tersebut,” tukasnya.
Ia pun lalu menandaskan, jadi selama belum ada kesepakatan solusi dengan pihak rumpun kami, terkait dengan pelaksanaan pembebasan lahan yang masih sangat bermasalah tersebut. Kami, khususnya selaku rumpun keluarga besar Puang Pasande, kembali menegaskan agar PT Masmindo menghentikan kegiatan konstruksinya dan segala kegiatan dalam bentuk apapun di dalam wilayah adat kami tersebut.
Dayan lanjut menyampaikan, bahwa dirinya juga sudah meminta Bang Foxchy (Rahmat K Foxchy –red) selaku LSM Arus Bawah agar dapat pula menjadi LSM Pendamping, untuk mengadvokasi tanah ulayat rumpun keluarga besar Puang Pasande yang berlokasi di Desa Ranteballa tersebut.
Alasannya, sebab Bang Foxchy ini merupakan aktivis LSM yang sudah punya nama. Selain paham mengenai ketentuan hukum adat dan ketentuan hukum pertambangan. Bang Foxchy, sebagai aktivis LSM juga dikenal berintegritas dan merupakan aktivis LSM yang sangat dikenal berani menghadapi resiko dan tantangan. Terlebih sudah memiki jaringan yang luas pada tingkat Pemerintah Pusat. Apalagi Bang Foxchy itu adalah keluarga dekat juga.
Saya juga sangat bersyukur, sambungnya, karena keluarga kita dari rumpun Puang Lai’ Pamimmi-Kasenda sudah mulai pula menggandeng Bang Foxchy sebagai LSM Pendampingnya. “Intinya, saya sangat tidak ragu dengan kemampuan dan integritas Bang Foxchy, sebagai seorang aktivis LSM yang sudah dikenal luas sepak terjangnya selama ini,” terang Dayan Pasande.
Apresiasi Langkah Insiatif Rumpun Puang Lai’ Pamimmi-Kasenda
Hal senada juga dikemukakan oleh Darmawan Pasande. Lajut ia mengemukakan, bahwa dengan turun gunungnya keluarga kita dari rumpun Puang Lai’ Pamimmi-Kasenda tersebut. Sehingga segenap keluarga rumpun masyarakat adat Ranteballa-Boneposi, agar juga mulai kompak menguatkan semangat persatuan. Untuk bersama-sama mengatur strategi langkah perlawanan terhadap kasus dugaan praktik-praktik mafia tanah, terkait dengan pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo tersebut.
Menurutnya, karena hanya melalui kekompakan semangat persatuan dari segenap rumpun keluarga masyarakat adat Ranteballa-Boneposi itu. Maka perjuangan langkah perlawanan kita, akan dapat memberikan optimisme rasa keadilan.
Kata Darmawan lebih lanjut, pokoknya hanya dengan kekompakan semangat kebersamaan dan persatuan perjuangan kita dari segenap keluarga rumpun masyarakat adat itulah, merupakan satu-satunya kunci untuk dapat memberikan optimisme rasa keadilan bersama.
“Jadi sudah tidak ada alasan untuk tidak lagi kompak untuk bersatu dalam menjalin semangat kebersamaan perlawanan terhadap kasus perampasan terhadap lokasi tanah ulayat kita oleh pihak-pihak yang diduga kuat sebagai para mafia tanah tersebut,” tandasnya dan juga merupakan salah satu ahli waris dari pihak rumpun keluarga besar Puang Pasande ini.
Darmawan lanjut mengucapkan, apalagi sudah beredar pula rekaman suara seseorang melalui platfrorm media sosial, salah satunya sangat viral melalui nomor whatsapp, mengklaim wilayah kontrak karya PT Masmindo sebagai tanah milik adatnya.Terlebih juga mengklaim wilayah adat Ranteballa-Boneposi tersebut sebagai warisan leluhurnya dari sejak ratusan tahun yang lampau. “Klain seperti inikan sudah namanya orang gila,” imbuhnya.
Ia pun sangat mengapresaisi atas sudah adanya langkah inisiatif keluarga dari pihak rumpun Puang Lai’ Pamimmi-Kasenda. Karena juga sudah akan segera mengundang pihak-pihak keluarga, khususnya pada tokoh elit masyarakat Ranteballa-Boneposi di Jakarta dan sekitarnya.
Tentunya, kata Darmawan lagi, jadi dengan turun gunungnya para tokoh elit keluarga kita di Jakarta dan sekitarnya itu. Sehingga kiranya dapat memberikan spirit dan motivasi, untuk lebih menguatkan langkah perlawanan terhadap kasus dugaan praktik-praktik mafia tanah, terkait dengan pelaksanaan pembebasan lahan pada perusahaan pertambangan emas ini.
Ia pun lalu menambahkan, kami selaku tokoh pemuda masyarakat adat Ranteballa di kampung (daerah Luwu – red) ini, tentunya akan siap pula untuk mengkonsolidasikan segenap rumpun keluarga di Luwu ini. Apabila nantinya sewaktu-waktu akan diperlukan aksi unjuk rasa pada lokasi site tambang PT Masmindo di Ranteballa tersebut.
“Yah, marilah kita segenap rumpun keluarga agar bersama-sama bulatkan tekat perlawanan terhadap para mafia tanah, terkait dengan pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmido yang sangat bermasalah tersebut,” ajak Darmawan Pasande mengakhiri komentarnya.
“Surat Sakti” dari Bareskrim Polri?!
Sedangkan Fitri Nasir pada kesempatan ini menyampaikan, jika Bang Foxchy yang diminta untuk menjadi LSM Pandamping oleh pihak keluarga sudah sangat tepat. Sebab saya sendiri sudah menyaksikan langsung caranya mempersentasikan kasus pembebasan lahan PT Masmindo ini di hadapan para pejabat pusat di Jakarta, baik di Kemenko Polhukam dan Mabes Polri maupun di Kemenhumkam RI.
Kata Fitri, sejumlah pengacara kelas doktor di Jakarta saja mengaku salut sama Bang Foxchy itu. Jadi dengan adanya surat yang keluar dari Bareskrim Polri, terkait dengan laporannya mengenai kasus pembebasan lahan PT Masmindo ini. Sehingga membuat beberapa pengacara kelas doktor di Jakarta sampai angkat topi.
Ia lanjut mengemukakan, bahkan ada di antara para pengacara kelas doktor tersebut sampai bertanya, Bang Foxchy bayar berapa milar sampai surat ini bisa keluar dari Bareskrim. Tapi Bang Foxchy jawab tidak ada sama sekali dibayar.
“Para pengacara itupun lalu berkata, tidak gampang loh surat semacam ini bisa keluar dari Bareskrim. Surat ini sih sudah namanya surat sakti, untuk dijadikan sebagai legal standing melawan kasus dugaan mafia tanah pada pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo,” begitu Firti menirukan ungkapan beberapa pengacara tersebut.
Terus terang saja, lanjut Fitri menyampaikan, jadi surat dari Bareskrim itulah yang digunakan oleh pengacara saya di Jakarta. Seandainya tidak ada surat dari Bareskrim tersebut kepada Bang Foxchy, tentunya saya sangat sulit untuk dapat mengurus kasus tanah saya itu.
“Jadi surat itulah pulah yang dijadikan oleh salah satu pejabat pusat (off the record). Sehingga Alhmdulillah kasus tanah saya, sudah mulai pula dibahas melalui beberapa kali rapat dengan pihak PT Indika Energy,” bebernya.
Fitri juga menyampaikan, bahwa begitu-begitu loh penampilannya Bang Foxchy, tapi juga sangat ditakuti jenderal di Kemenko Polhukam. Hal tersebut, pernah disampaikan oleh salah seorang jenderal di Kemenko Polhukam kepada saya, karena yang ditakuti itu adalah surat-surat LSMnya Bang Foxchy yang di kirim ke mana-mana.
Apalagi, kata Fitri dan juga merupakan salah satu keturunan dari rumpun keluarga besar Puang Pasande dari Ranteballa ini, soalny Bang Foxchy pernah marah di hadapan seorang jenderal di Kemenko Polhukam. Akibat penyidik Satgasnya yang orang Papua itu dianggap sangat bodoh oleh Bang Foxchy saat menangani kasus tanah saya waktu itu.
Hal itulah, sambungnya, sehingga menjadi penyebab keluarnya surat dari Kemenko Polhukam kepada Kepala Bareskrim. Pada gilirannya laporan kasus pembebasan lahan PT Masmindo ini, ditangani lebih lanjut oleh pihak Satgas Anti Mafia Tanah Mabes Polri.
“Jadi dengan berdasarkan hasil penyelidikan Satgas Anti Mafia Tanah Mabes Polri tersebut, maka keluar lagi surat dari Bareskrim kepada Bang Foxchy yang dianggap para pengacara kelas doktor di Jakarta sebagai surat sakti,” beber fitri.
Hal itulah, tuturnya lagi, maka saya tidak mau lepas Bang Foxchy itu sebagi LSM Pendamping saya. Jadi hanya karena faktor kendala dana saja kasian yang menyebabkan Bang Foxchy tidak terlalu banyak berbuat.
Ia pun lalu menambahkan, kalau pihak keluarga dapat memberikan dukungan dana opersional. Saya kira Bang Foxchy sudah tidak akan terlalu sulit tangani kasus tanah keluarga. “Karena saya sendiri sudah saksikan langsung sepak terjang Bang Foxchy di Jakarta,” pungkas Fitri Nasir. (Zottok/Redaksi)