Rencana Kenaikan Tarif PDAM, Elektabilitas DPRD Palopo Menurun, Djalal: Jangan Pilih Lagi

PALOPO, Tabloid SAR – Elektabilitas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palopo, sangat menurun.

Hal itu dikatakan Pengamat Kebijakan Publik, Syarifuddin Djalal terkait rencana kenaikan tarif air bersih Perusahaan Air Minum Tirtha Mangkaluku (PAM-TM) Palopo. Dimana anggota DPRD Palopo, tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat.

Terkait dengan rumor yang berkembang PAM-TM rencananya akan mengganti saluran pipa sehingga menurut Djalal, akan membebankan pelanggan.

“Inikan namanya investasi, kalau mau investasi jangan membebankan pelanggan. Mungkin PAM-TM (PDAM) bisa cari cara lain. Lagi-lagi saya katakan itukan sekedar rumor,” kata Syarifuddin Djalal, kepada Tabloid SAR, Kamis (28/3/2019.

“Anggota DPRD wajib mempersoalkan itu mempertanyakan dan disitulah fungsinya, ada fungsi yang tidak dimainkan,” kata Syarifuddin Djalal, yang merupakan mantak Ketua Bawaslu Palopo itu.

Djalal mengatakan, jika rencana kenaikan tarif air bersih yang mencapai 25 persen itu. sangat berdampak bagi pelanggan.

Sehingga menurutnya, anggota DPRD Palopo gagal. “Ada kegagalan anggota DPRD yang 25 orang itu, gagal mereka mempersoalkan ini,” tambahnya.

Dirinya mengatakan jika elektabilitas anggota DPRD sangat menurun, bahkan kalau perlu jangan pilih incumbent DPRD Palopo lagi atau ganti saja. Sebab tanggung jawab tidak dijalankan secara baik, dalam hal kebijakan publik fungsi dan peranya.

Sementara itu, Aprianto Nurdin juga meminta PAM-TM Palopo agar merasionalisasi jumlah pegawai yang saat ini jumlahnya mencapai 271 pegawai.

Hal itu diungkapkan Aprianto Nurdin pada rapat dengar pendapat terkait rencana kenaikan tarif air bersih PAM-TM Palopo di Ruang Rapat Musyawarah DPRD Palopo, beberapa waktu lalu. Rapat ini digelar terkait rencana PAM-TM menaikkan tarif air bersih sebesar 25 persen.

“PDAM (PAM-TM) harus merasionalisasi jumlah pegawai dan perampingan struktur jika ingin melakukan efisiensi anggaran. Kan bingung juga kita jika PDAM dikatakan rugi Rp 2 miliar tetapi justru dilakukan penambahan pegawai dengan menambah direksi dan dewan pengawas,” katanya.

Aprianto menuturkan, berdasarkan peraturan menteri, rasio karyawan PDAM yaitu enam karyawan melayani seribu pelanggan. Sementara saat ini, rasionya sudah sembilan pegawai melayani seribu pelanggan.

Dengan kondisi seperti ini, sekitar 33,89 persen pengeluaran PDAM untuk membiayai gaji pegawai. Jumlah ini jauh diatas dana operasional yang hanya 27 persen. “Dari sini kan sudah terlihat kebijakan anggaran yang tidak sehat di mana anggaran untuk gaji pegawai lebih besar dari biaya operasional,” katanya.

Selain jumlah pegawai yang tidak sesuai kebutuhan, Aprianto juga menyoroti sistem penerimaan pegawai yang tidak transparan.

“Bayangkan saja, tahun 2014 hingga 2015 terjadi penambahan sekitar 100 pegawai dan tahun 2015 hingga 2017 terjadi penambahan pegawai 109 orang. Sementara publik tidak pernah tahu bagaimana dan kapan penerimaan pegawai di PDAM. Sehingga muncul persepsi di masyarakat bahwa pegawai di PDAM itu adalah titipan dari pihak tertentu” katanya.

Hal senada diungkapkan salah satu peserta rapat, Junaid Syah. “Dengan penambahan jumlah direksi dan dewan pengawas ini mengakibatkan belanja atau gaji pegawai dari Rp 13 miliar lebih menjadi Rp 15 miliar lebih,” katanya.

 

Penulis: Heri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *