Polres Luwu Mulai Usut Dugaan praktik-praktik Mafia Tanah pada Area Kontrak Karya PT. Masmindo Dwi Area

Aktivis LSM : Hilangkan Hak-Hak Ulayat Masyarakat Adat Merupakan Pelanggaran HAM

 

 

LUWU, Tabloid SAR – Polres Luwu mendapat apresiasi dari kalangan Masyarakat Adat Rante Balla-Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, sebab telah mulai mengusut dugaan praktik-praktik mafia tanah pada area kontrak karya PT. Masmindo Dwi Area.

Hal tersebut ditandai atas dimintainya keterangan pihak pelapor, Sudarso Palesang dihadapan penyidik Sat Reskrim Polres Luwu pada Kamis, 7 Maret 2022 lalu. Sudarso Palesang melaporkan dugaan praktik-praktik mafia tanah dalam lokasi hak-hak ulayat Masyarakat Adat Rante Balla-Latimojong yang rencananya akan dibebaskan oleh Perusahaan Awak Mas PT. Masmindo Dwi Area tersebut.

Sudarso Palesang selaku Tokoh Masyarakat Adat Rante Balla-Latimojong sehingga mengadukan dugaan praktik-praktik mafia tanah tersebut, sebab lahan hak-hak ulayat rumpunnya di dalam area kontrak karya sudah diklaim oleh berbagai pihak dengan cara menerbitkan alas hak tanah baik dalam bentuk sertifikat dan Surat Keterangan Tanah (SKT) maupun dalam bentuk alas hak jenis lainnya.

Sesuai pantauan media ini, bahwa pihak Penyidik Sat Reskrim Polres Luwu rupanya bergerak cepat, karena telah pula memeriksa Land Manager PT. Masmindo Dwi Area, Handra pada Selasa lalu, 15 Maret 2022. Hanya saja materi pemeriksaan terhadap salah satu personil dalam jajaran PT. Masmindo Dwi Area tersebut, merupakan rahasia penyidik.

Direktur Eksekutif Aktivis Pembela Arus Bawah, Rahmat K Foxchy, selaku LSM Pendamping Masyarakat Adat Rante Balla-Latimojong, menyampaikan jika pihaknya sangat mendukung penambangan emas PT. Masmindo Dwi Area. “Namun yang dilaporkan pada pihak Polri adalah dugaan praktik-praktik mafia tanah pada lahan hak-hak ulayat masyarakat adat yang masuk dalam area kontrak karya PT. Masmindo Dwi Area tersebut,” ucapnya.

“Jadi bukan perusahaan PT. Masmindo Dwi Area yang dilaporkan tapi pihak-pihak yang diduga terlibat dalam praktik-praktik mafia tanah yang sangat diharapkan agar diusut tuntas oleh pihak Polri,” terang aktivis LSM yang akrab disapa Bang Ories ini.

Menurutnya, bahwa sebenarnya tidak susah bagi PT. Masmindo Dwi Area dalam melakukan kegiatan pembebasan lahan, selama menghargai hak-hak ulayat masyarakat adat. Sebab namanya hak ulayat itu sangat diakuai keabsahannya dalam sistem hukum nasional sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak agraris masyarakat adat.

Sangat perlu dipahami, kata Bang Ories, jika leluhur generasi masyarakat adat Rante Balla-Latimojong sudah ada dari sejak ribuan tahun yang lampau. Sedangkan PT. Masmindo Dwi Area baru memiliki dokumen perjanjian kontrak karya sejak 19 Januari1998. “Kontrak karya itupun masih produk rezim pemerintahan orde baru dengan menyisahkan segala kontroversi yang ditimbulkannya,” imbuhnya.

“Jadi tidak ada alasan bagi pihak management pembebasan lahan PT. Masmindo Dwi Area untuk tidak menghormati hak-hak ulayat masyarakat adat yang berlokasi di dalam area kontrak karya tersebut,” tandas aktivis LSM yang selam ini dikenal vokal tersebut.

Kata Bang Ories lagi, bahwa tidak ada status tanah perwatasan dalam area kontrak karya, namun yang ada adalah lahan hak-hak ulayat masyarakat adat.  Jadi area kontrak karya PT. Masmindo Dwi Area itu berada di dalam lokasi lahan hak-hak ulayat masyarakat adat Rante Balla-Latimojong yang sudah ada jauh sebelum masuknya era kolonialisme Belanda.

“Jika pihak management pembebasan lahan PT. Masmindo Dwi Area sampai menghilangkan hak-hak ulayat masyarakat adat Rante Balla-Latimojong, maka itu merupakan penggaran HAM terhadap hak-hak agraris masyarakat adat setempat. Sebab hak-hak ulayat sangat dijamin perlindungannya dalam sistem hukum nasional,” bebernya.

Hal itulah, kata Bang Ories lebih lanjut, sehingga menjadi alasan dilaporkannya pada pihak Polri, agar dugaan praktik-praktik mafia tanah pada lokasi lahan hak-hak ulayat Masyarakat Adat Rante Balla-Latimojong diusut tuntas secara hukum, supaya tidak menghambat progres pembebasan lahan yang dilakukan oleh PT. Masmindo Dwi Area.

Lebih lanjut aktivis yang satu ini mengemukakan, LSM kita akan terus mendampingi masyarakat adat Rante Balla-Latimojong baik melalui jalur hukum maupun melalui jalur musyawarah dengan pihak PT. Masmindo Dwi Area, supaya lahan hak-hak ulayat masyarakat adat manjadi pokok penanganan pembebasan lahan.

“Jika itu tetap diabaikan, maka LSM kita akan juga mengadukannya pada Komnas HAM, supaya mengawal penanganan hukumnya di Polres Luwu, demi melindungi lahan hak-hak ulayat masyarakat adat dalam area kontrak karya tersebut.”

Soalnya, tutur Bang Ories lagi, sebab kita sangat kuatir nantinya akan berpotensi memicu konflik agraria yang bisa saja berujung pada aksi kekerasan masyarakat adat terhadap pihak perusahaan, jika penanganan pembebasan lahan sampai tidak kredibel. “Jadi hal seperti ini yang sangat kita hindari agar masyarakat adat nantinya tidak sampai berhadap-hadapan dengan pihak aparat,” imbuhnya.

“Karena mengingat area kontrak karya adalah berada di dalam hak-hak ulayat masyarakat adat, sudah seharusnya PT. Masmindo Dwi Area melibatkan para To Parengnge dan tetua adat, sebab merekalah yang lebih mengetahui lokasi lahan  hak-hak ulayat masyarakat adatnya masing-masing.”

“Jadi mestinya pula PT. Masmindo Dwi Area dalam melakukan pembebasan lahan adalah mengacu pada basis data kepemilikan masyarakat adat tahun 1995/1996 yang sudah pernah diajukan sebelumnya pada rezim perusahaan tambang mas era PT. Masmindo Eka Sakti,” tutur aktivis LSM asal putra Latimojong tersebut.

Lanjut Bang Ories menjelaskan jika mengacu pada perspektif hukum bahwa sangat tidak dibenarkan untuk menerbitkan alas hak tanah baik berupa sertifikat dan SKT dan alas hak dalam bentuk jenis apapun dalam area kontrak karya, sebab kontrak karya itu sama derajatnya dengan undang-undang,” paparnya.

Akan tetapi, lanjut ia menjelaskan, pihak perusahaan mestinya duduk bersama dengan para pemangku adat dalam memvalidasi setiap bukti alas hak kepemilikan atas tanah yang akan dibebaskan untuk area usaha pertambangan. “Namun jelasnya, bahwa praktik-praktik mafia tanah mesti pula diusut tuntas secara hukum sesuai dengan instruksi Bapak Presiden Jokowidodo,” terang Bang Oriers.

Hal senada juga disampaikan Panrengnge Kande Api, Edy Lembangan. Lanjut ia menyampaikan harapanya agar data kepemilikan masyarakat adat tahun 1995/1996 yang dijadikan PT. Masmindo Dwi Area sebagai basis data pembebasan lahan.

Jadi mengenai adanya laporan pada pihak Polri, kata  Edy Lembangan, itu sangat kita dukung dan kita juga sangat berterima kasih pada pihak Aktivis Pembela Arus Bawah yang telah memberikan Pendampingan LSM dalam menangani lahan hak-hak ulayat masyarakat adat yang akan dibebaskan pihak perusahaan.

Tentunya kita sangat berharap ,  lanjut ia menyampaikan, agar Polres Luwu segera mengungkap dan menjerat para pelaku yang duga terlibat sebagai mafia tanah, menurut ketentuan hukum.  “Soalnya ada banyak sertifakat dan SKT serta sejumlah jenis alas hak lainnya yeng telah diterbitkan pihak-pihak tertentu dalam area kontrak karya,” kunci Parengnge Kande Api tersebut. (Redaksi)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *