Tabloid SAR – Para pelaku mafia tanah diduga kuat masih ingin terus menangkangi atau hendak menguasai sendiri lahan yang belum dibebaskan oleh pihak PT Masmindo Dwi Area (Masmindo) baik yang berlokasi di Desa Boneposi maupun yang berlokasi di Desa Ranteballa, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Padahal kasus mafia tanah yang diduga kuat terjadi pada pelaksanaan pembebasan lahan PT Masmindo, sedang ditangani pihak Kemenko Polhukam. Bahkan Kemenko yang dinahkodai Mahfud MD ini, sudah pula akan mengagendakan untuk menurunkan Tim Penyidik Satgas Saber Pungli Pusat ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) pada lokasi lahan yang sangat disinyalir dimanipulasi dan direkayasa penerbitan Surat Pernyataan Pengusaan Tanah (SPPT)-nya tersebut.
Menurut sumber resmi media ini pada Kantor Kemenko Polhukam, hanya karena faktor sedang terjadi tahapan penyelenggaraan Pemilu dan Pilpres tahun 2024 ini, sehingga dilakukan penundaan sementara waktu, untuk menurunkan Tim Penyidik Satgas Saber Pungli Pusat ke TKP pada lokasi lahan yang sangat diduga kuat bermasalah penerbitan SPPT-nya itu.
Sementara sesuai sumber-sumber media ini pula, menyampaikan bahwa para pelaku mafia baik di Desa Boneposi maupun di Desa Ranteballa, rupanya masih ingin menguasai sendiri lahan yang belum dibebaskan pihak PT Masmindo. Seperti antara lain adalah kelompok Sampe Rante di Desa Boneposi dan kelompok Palatan bersama Faisal di Desa Ranteballa.
Namun menurut sejumlah warga Desa Boneposi tidak ingin disebut identitasnya, bahwa pihak kelompok Sampe Rante sudah sangat banyak lahan yang telah dijual kepada pihak PT Masmindo. Akan tetapi masih saja ingin menguasai lahan yang belum dibebaskan pihak perusahaan, sebab lahan itu disebutnya sebagai tanah global.
Warga Desa Boneposi menyampaikan, bahwa kelompok Sampe Rante menyebut lahan yang belum dibebaskan tersebut sebagai tanah global. “Pihak kelompok Sampe Rante rupanya masih belum juga puas dangan harga pembebasan lahan yang sudah sangat banyak diterima secara ilegal dari pihak PT Masmindo, sehingga masih ingin lagi mengangkangi lahan yang belum dibebaskan oleh pihak perusahaan tersebut,” tutur sejumlah warga desa ini, Senin (22/01-2024). Sekali lagi meminta agar idenditasnya tidak dimediakan.
Berbeda dengan Robby Tanduk Langi, salah satu tokoh adat Desa Boneposi yang berdomisili di Desa Kadundung, Kecamatan Latimojong. Akan tetapi justru blak-blakan mengungkap nama-nama kelompok mafia tanah di Desa Boneposi tersebut. Ia menyampaikan mengenai lokasi tanah warisan adat leluhurnya di Ranteropi telah habis dijual oleh para mafia tanah.
Ia pun juga mengaku telah mengultimatum pihak PT Masmindo melalui salah satu karyawannya, supaya tidak mencoba-coba memasuki untuk melakukakan kegiatan pertambangan dalam bentuk apapun pada lokasi Ranteropi, sebelum permasalahan mafia tanah tersebut diselesaikan.
“Pertumpahan darah akan terjadi apabila PT Masmindo memasuki lokasi di Ranteropi, sebelum dilakukan penyelesaian pembayaran lahan kepada kami selaku ahli waris yang sebenarnya,” tandasnya.
Demikian halnya lokasi tanah di Pong Nipa dan sekitarnya, lanjut Robby Tanduk Langi menyampaikan agar Sampe Rante bersama kelompoknya, jangan lagi mencoba-coba mengangkangi lokasi tanah di Boneposi yang belum dibebasan pihak perusahaan pertambangan emas tersebut.
“Sampe Rante ini rakus sekali sama tanah, padahal dirinya bersama Asis Sangga, Hamka dan lain-lainnya sudah banyak sekali tanah yang telah dijual. Masak masih mau lagi kuasai lokasi tanah yang belum dibebaskan PT Masmindo,” ucapnya.
Robby Tanduk Langi mengaku sangat mendukung langkah yang dilakukan oleh Samsu Ali bersama rumpun keluarga lainnya, untuk menuntut tanah warisan Puang Diduni yang berlokasi di Pong Nipa dan sekitarnya itu, termasuk yang belum dibebaskan PT Masmindo.
“Saya bersama istri saya kan juga adalah keturunan Puang Diduni, tapi yang saya tuntut itu adalah hanya lokasi tanah di Ranteropi karena warisan dari pihak bapak saya. Untuk lokasi tanah di Pong Nipa biarlah Samsu Ali bersama rumpun keluarga lainnya yang mengurusnya,” terangnya.
Saat dikonfirmasi melalui nomor whatsapp-nya, namun Sampe Rante sama sekali tidak merespons mengenai adanya tudingan beberapa anggota masyarakat adat Boneposi terhadap dirinya, terkait dugaan mafia tanah bersama dengan anggota kelompoknya itu, untuk masih saja ingin terus menguasai sendiri lokasi tanah di Pong Nipa yang belum dibebaskan PT Masmindo tersebut.
Sedangkan sejumlah Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa sangat mengecam keras para kelompok mafia tanah yang masih saja mengukur bidang-bidang tanah warisan leluhurnya yang berlokasi di Dusun Nase dan Dusun Padang tersebut. Adapun kelompok mafia tanah yang mereka maksud di Desa Ranteballa tersebut adalah bernama Palatan dan Faisal.
Keduanya pun disebut-sebut sangat ingin menguasai lahan warisan masyarakat adat pada wilayah Posi’, Panyurak, Lengke dan sekitarnya. Bahkan Faisal, menurut informasi telah mengontrak pengukur tanah dari Palopo, pada setiap hari Sabtu dan Minggu untuk melakukan pengukuran bidang-bidang tanah milik warisan masyarakat adat Kandeapi di Ranteballa tersebut.
Akan tetapi baik Palatan maupun Faisal, maka juga sama sekali tidak merespons konfiramasi dari awak media ini saat dihubungi melalui nomor whatsapp-nya masing-masing, mengenai adanya tudingan sejumlah Masyarakat Adat Kandeapi-Ranteballa seperti itu.
Jadi baik Sampe Rante maupun Palatan dan Faisal telah pula dichat untuk diminta menelepon balik nomor whatsapp awak media ini. Untuk wawancara lebih lanjut mengenai adanya tudingan (mafia tanah) yang diarahkan oleh masyarakat adat seperti ini. Hingga berita ini dirilis, tidak ada satupun di antara mereka tersebut yang menanggapi permintaan klarifikasi media ini. (Redaksi)