Kegiatan “Konstruksi PT Masmindo” Sangat Diduga Kuat Bertentangan dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan?!

News1,373 views

Ferry : Kita Desak Pemkab Luwu Bubarkan Satgas Percepatan Investasi, Dan Juga Mendesak Pihak BPN Luwu Tidak Terbitkan SKPT Tanah Dimohon PT Masmindo

 

Tabloid SAR – Dengan dimulainya proyek konstruksi tambang emas PT Masmindo Dwi Area yang berlokasi di Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, sebagaimana yang dilansir media online Bisnis.com pada bulan lalu, Senin, 22 Juli 2024 tersebut.

Hal ini, berkaitan atas adanya statement Presiden Direktur Indika Energy, Arsjad Rasjid yang dirilis media online itu, megenai langkah pertimbangkan diversifikasi bisnis INDY ke tambang mineral yang memiliki nilai tambah sesuai dengan strategi jangka menengah dan panjang. Salah satunya proyek Awak Mas PT Masmindo di Luwu tersebut.

Sehingga sejumlah kalangan aktivis pergerakan di Jakarta, maka sangat tegas pula mempersoalkan kegiatan konstruksi PT Masmindo yang disebut-sebut sedang berlangsung pelaksanaannya sekarang ini. Dengan alasan, bahwa kegiatan kontruksi tersebut, sangat diduga kuat bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun diantara kalangan aktivis dimaksud bernama Ferry Sarira Pasande. Selama ini dikenal telah malang melintang sebagai aktivis pergerakan pada sejumlah Organisasi Masyarakat (Ormas) di Jakarta ini, dan merupakan salah satunya anggota rumpun keluarga masyarakat Ranteballa-Boneposi yang menjadi tokoh elit pergerakan pada Ormas Forum Betawi Rempug (FBR) tersebut.

Ferry Pasande yang pernah menjadi Sekretaris Dedengkot/Panglima Ormas FBR-Jakarta tersebut, kepada media ini, Jumat (02/08-2024) mengemukakan, bahwa kegiatan kontruksi PT Masmindo itu sangat diduga kuat bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 UU Minerba.

Kata dia, bahwa mestinya kan kegiatan konstruksi itu baru dapat dilakukan setelah pelaksanaan pembebasan lahan clear and clean dari kasus sengketa tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 UU Minerba tersebut.

“Kan sudah sangat tegas dalam Pasal 137 UU Minerba ini yang berbunyi  : Pemegang IUP atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 dan Pasal 136 yang telah menyelesaikan terhadap bidang-bidang tanah dapat diberikan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tandas mantan Sekretaris Dedengkot/Panglima Ormas FBR di Jakarta ini.

Lanjut Ferry Pasande yang saat ini menjadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Front Betawi Bersatu (FBB) di Jakarta, jadi mestinya pembebasan lahannya clear and clean terlebih dahulu, sebelum perusahaan tambang emas ini memperoleh izin konstruksi. “Logika regulasinya kan sudah harus seperti itu,” tukasnya.

Bagaimana bisa dapat keluar izin konstruksi, kata dia lagi, jika sama sekali belum clear and clean pembebasan lahannya. Apalagi lokasi tanah tersebut, merupakan hak-hak ulayat masyarakat hukum adat Ranteballa-Boneposi secara turun temurun jauh sebelum pemerintah kolonialisme Belanda datang menjajah di Bumi Nusantara ini.

Lanjut ia mengatakan, kami segenap Rumpun Keluarga Besar Masyarakat Adat Ranteballa-Boneposi, belum pernah sama sekali melepaskan satu bidang lokasi tanah pun untuk kegiatan konstruksi PT Masmindo.

“Apalagi secara kelembagaan adat Ranteballa-Boneposi, bahkan juga tidak pernah menyerahkan lokasi tanah sebidang pun kepada PT Masmindo. Tapi ujug-ujug pihak perusahaan tambang emas ini rupanya justru sudah mulai lakukan kegiatan konstruksi,” tuturnya.

Menurut salah satu pewaris langsung Pemangku Adat/Parengnge Lemo-Ranteballa ini, kalau pihak PT Masmindo mengklaim telah melakukan pembayaran harga kompensasi lahan. Lalu dengan pihak-pihak siapa saja melakukan transaksi pembayaran harga kompensasi lahan tersebut. Kemudian menggunakan alas hak tanah dalam bentuk jenis apa saja, bagi mereka yang telah menerima harga pembayaran kompensasi lahan dimaksud.

Salah satu tokoh elit masyarakat Ranteballa-Boneposi di Jakarta ini justru mensinyalir bahwa surat-surat dokumen kepemilikan tanah yang dijadikan sebagai dasar pembayaran harga kompensasi lahan itu adalah semuanya sangat diduga kuat palsu.

Alasannya, sebab status tanah ulayat tidak dapat dijadikan hak milik apalagi diperjualbelikan dengan cara bentuk apapun. Terlebih lagi pihak PT Masmindo dalam melakukan pelaksanaan pembebasan lahan sangat bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 dan Pasal 136 UU Minerba tersebut.      .  ,

Lanjut Ferry Pasande mengatakan, bahwa alas hak atau surat-surat dokumen kepemilikan tanah warga yang sudah terbit sebelum pelaksanaan eksplorasi yang mestinya dibayarkan kompensasi lahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 UU Minerba.

Ia lalu menjelaskan, apalagi kami selaku Rumpun Keluarga Besar Masyarakat Adat Ranteballa-Boneposi telah memiliki data dan dokumen tanah yang sudah terbit pada tahun 1995/1996. Namun justru sama sekali tidak dijadikan sebagai acuan pendataan bidang-bidang tanah pada pelaksanaan pembebasan lahan oleh pihak PT Masmindo. “Bahkan data dan dokumen kepemilikan tanah adat kami ini justru sudah dibuat sebelum terbitnya kontrak karya PT Masmindo,” imbuhnya.

Dia lanjut menjelaskan, apabila mengacu pada ketentuan perundang-undangan, bahwa sudah merupakan suatu bentuk perbuatan melawan hukum apabila masih saja terdapat pihak-pihak yang menerbitkan alas hak atas tanah atau surat keterangan tanah dan sejenisnya pada lokasi tanah yang telah dibebani izin peruntukan.

Ia pun lalu mencontohkan, seperti pada lokasi tanah yang sudah menjadi wilayah IUP atau IUPK dan izin pertambangan lain semacamnya. Maka sangat jelas alas hak atas tanah atau surat keterangan tanah dan sejenisnya yang terbit pada lokasi tanah yang sudah dibebani dengan izin pertambangan secara legal, maka penerbitan surat-surat dokumen kepemilikan tanah dimaksud sangat jelas sudah diduga kuat palsu.

Akan tetapi konyolnya lagi, kata Ferry Pasande lagi, pihak PT Masmindo namun justru membayarkan harga kompensasi lahan pada bidang-bidang tanah yang surat-surat dokumen kepemilikan tanahnya sangat diduga kuat palsu tersebut. Jadi pihak PT Masmindo dalam melakukan kegiatan pembebasan lahan sudah sangat diduga kuat telah melanggar ketentuan Pasal 135 dan Pasal 136 UU Minerba.

Tuturnya lagi, selain juga melanggar perlindungan terhadap hak-hak ulayat sebagaimana ketentuan dimaksud dalam No 5 Tahun 1960 atau UU Pokok Agraria (UUPA). Sehingga patut dikatakan, bahwa pihak PT Masmindo sudah sangat diduga kuat telah sewenang-wenang melakukan perampasan secara terstuktur, sistimatis dan masif terhadap hak-hak ulayat masyarakat hukum adat Ranteballa-Boneposi tersebut.

Yah, kami punya bukti-bukti banyak situs warisan peninggalan leluhur, bahwa wilayah IUPK PT Masmindo yang akan dijadikan lokasi kegiatan operasi tambang emas itu, merupakan hak-hak ulayat masyarakat hukum adat Ranteballa-Boneposi warisan nenek moyang dari semenjak era peradaban kuno.

Ferry Pasande pun lalu merinci bukti-bukti situs dimaksud, seperti kuburan-kuburan kuno dan kuburan-kuburan tua. Beserta warisan tradisional leluhur lainnya, misalnya mata kali, balabatu, bekas irigasi, bekas persawahan, bekas perladangan dan lokasi peternakan kerbau. Bahkan masih ada juga tanaman peninggalan nenek moyang kami di dalam lokasi tersebut.

“Apa iyah bukti-bukti itu semuanya sangat tidak cukup untuk dijadikan sebagai bukti konkrit atas adanya tanah ulayat di Ranteballa dan Boneposi sekitarnya,” ucapnya dengan nada geram.

Pada kesempatan ini pula Ferry Pasande kembali mendesak pihak Pemkab (Pemerintah Kabupaten) Luwu dan DPRD Luwu agar segera membubarkan Satgas Percepatan Investasi Pemkab Luwu, karena sepertinya hanya dijadikan sebagai alat kekuasaan, untuk diduga kuat merampas secara sewenang-wenang warisan hak-hak agraris rumpun keluarga besar kami yang berlokasi di Ranteballa-Boneposi dan sekitarnya.

Terlebih lagi kembali ia mendesak pihak Kantor BPN Luwu, agar segera pula menghentikan kegiatan pemetaan terhadap wilayah tambang PT Masmindo, untuk tujuan memenuhi kepentingan konyol program pendaftaran tanah yang dimohon pihak perusahaan pertambangan emas ini.

Menurutnya, itu sangat konyol namanya, sebab kegiatan pembebasan lahan PT Masmindo sama sekali belum claer and clean sebagaimana dimaksud pada ketentuan Pasal 137 UU Minerba.

“Apalagi sedang bermasalah dan sangat merugikan pihak kami, selaku Rumpun Keluarga Besar masyarakat Adat Ranteballa-Boneposi. Akibat budang-bidang tanah yang dibayarkan kompensasinya itu, mempergunakan surat-surat dokumen tanah yang semuanya sangat diduga kuat palsu,” terangnya.

Lanjut ia menekankan kepada BPN Luwu agar tidak menerbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah yang dimohon pihak PT Masmindo, sebagai bentuk pemberian hak atas tanah untuk kegiatan eksplotasi pertambangan emas.

Ferry Pasande pun mengemukakan bahwa apabila memang sudah diperlukan, dirinya selaku aktivis pergerakan sejumlah Ormas di Jakarta ini, tidak akan main-main untuk menggerakkan massa unjuk rasa baik di Kantor Menteri ATR/BPN RI maupun di Kantor PT Indika Energy dan PT Masmindo di Jakarta.

“Boleh saja tanyakan siapa sebenarnya Ferry Pasande ini, Sang Putra Ranteballa adalah satu-satunya aktivis pergerakan pada sejumlah Ormas besar di Jakarta ini. Selama ini dikenal senantiasa memobilisasi massa unjuk rasa demi melawan tindakan ketidakadilan yang bersifat tiranis,” tandasnya.

Ia kemudian menyampaikan, bahwa mengingat rumpun keluarga kita dari keturunan Puang Laik Pamimmi-Kasenda berkoordinasi dengan para tokoh elit masyarakat Ranteballa-Boneposi, untuk membahas langkah perlawanan terhadap kasus dugaan praktik-praktik mafia tanah pada perusahaan pertambangan emas PT Masmindo itu. Terutama untuk mengatur jadwal agenda pertemuan dengan Menteri ATR/Kepala BPN RI, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

“Jadi saya sangat berharap kepada segenap rumpun keluarga di kampung, pada umumnya yang berdomisili di Luwu agar juga mulai merapatkan barisan. Untuk bersama-sama berjuang melawan ketidakadilan yang diduga kuat diakibatkan oleh pihak perusahaan pertambangan emas tersebut,” himbau Ferry Sarira Pasande mengakhiri komentarnya.

Sedangkan Pj Bupati Luwu, Ketua DPRD Luwu, Sekda Luwu, Kapala BPN Kabupaten Luwu dan External Relations Manager PT Masmindo Dwi Area telah pula dikonfirmasi melalui nomor whatsapp-nya masing-masing, untuk dimintai tanggapannya terkait dengan kasus pembebasan lahan PT Masmindo yang lagi disoal sejumlah tokoh elit masyarakat Ranteballa-Boneposi di Jakarta dan sekitarnya. Hingga berita ini dirilis, namun mereka belum juga memberikan komentar sama sekali. (Bang Ories/Zottok/Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *