Dampak Penambangan Emas Tanpa Izin di Rampi Kabupaten Lutra adalah Bom Waktu Terjadinya Bencana

LUTRA, Tabloid SAR – Penggunaan zat kimia seperti merkuri dan sianida di lokasi penambangan emas tanpa izin, akan berdampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan baik terhadap manusia maupun hewan ternak, serta habitat lainnya.

Demikian pula dengan aktivitas penambangan emas secara ilegal yang berada di Gunung Pehulenu’a Desa Onondoa, Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara (Lutra), Sulawesi Selatan. Penggunaan merkuri dan sianida di lokasi tersebut, akan berdampak buruk terhadap manusia dan lingkungan sekitarnya.

Dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan sebuah kejahatan pertambangan (illegal mining) bukan hanya berpotensi mengakibatkan terjadinya erosi atau tanah longsor, tapi juga mencemari lingkungan seperti sungai dari hulu hingga hilir. Apa lagi di sekitar lokasi tambang emas itu, terdapat sejumlah anak sungai Lariang yang bermuara di Mamuju, Sulawesi Barat.

Ancaman kerusakan dan pencemaran lingkungan tersebut, membuat sejumlah warga di sekitar lokasi pertambangan ilegal itu, kian kuatir akan dampak buruk yang dapat menimpa mereka dan hewan peliharaan warga setempat, yakni sapi dan kerbau.

Pasalnya sekitar tahun 2015 – 2016 lalu, puluhan sapi dan kerbau milik warga Desa Onondoa dan Desa Dodolo di Kecamatan Rampi, Kabupaten Lutra, mati karena keracunan zat kimia yang digunakan para penambang emas ilegal di Gunung Pehulenu’a Desa Onondoa.

Hal tersebut, diungkapkan Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Pelajar Mahasiswa Rampi (PB IPMR), Jebi Apsander Lempoi saat dikonfirmasi wartawan Tabloid SAR, Senin (24/05/2021).

“Karena limbah zat kimia seperti merkuri dan sianida yang digunakan para penambang ilegal, mencemari air sungai tempat sapi warga minum air. Maka pada saat itu, banyak sapi milik warga Desa Onondoa dan Desa Dodolo, mati karena keracunan saat minum air di sungai yang sudah tercemari limbah tambang emas ilegal,” ungkap Jebi.

Ia menambahkan, karena anak sungai Lariang berada tepat di bawah kaki Gunung Pehulenu’a Desa Onondoa, maka secara otomatis limbah tambang seperti mercuri dan sianida yang digunakan para penambang emas ilegal mencemari lingkungan sekitarnya, termasuk air sungai.

“Bahkan, bukan hanya sapi dan kerbau yang mati karena keracunan zat kimia berbahaya yang digunakan para penambang emas ilegal itu. Tapi juga berdampak buruk pada habitat yang hidup dalam sungai, seperti ikan, belut dan udang. Banyak habitat yang hidup dalam air menjadi cacat dan luka-luka, hingga mati akibat limbah tambang emas yang mencemari anak sungai Lariang,” kata Jebi.

Lebih lanjut, Jebi menuturkan pihaknya berharap, pemerintah dan aparat penegak hukum dapat menutup tambang emas ilegal tersebut.

“Kita tidak mau kejadian tahun 2015 hingga 2016 lalu, terulang kembali. Puluhan sapi milik warga di desa kami (Dodolo) dan Desa Onondoa, mati keracunan saat minum air sungai yang sudah tercemari dengan merkuri dan sianida para penambang ilegal. Oleh karena itu, kami sangat berharap agar pemerintah dan aparat penegak hukum dapat menghentikan aktivitas tambang ilegal itu,” harapnya.


Tampak anak Sungai Lariang yang tertimbun material (lihat tanda panah) di lokasi pertambangan emas tanpa izin di Gunung Pehulenu’a Desa Onondoa, Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan.

Hal senada juga disampaikan Ketua Umum PB IPMR, Ramon Dasinga. Pihaknya berharap agar peristiwa memilukan yang terjadi pada tahun 2015 hingga 2016 lalu di Desa Onondoa dan Desa Dodolo, tidak terulang kembali. Dimana pada saat itu, puluhan sapi milik warga, mati keracunan limba tambang emas ilegal yang mencemari air sungai di Onondoa dan Dodolo.

“Pemerintah dan aparat penegak hukum harus segera bertindak untuk menghentikan tambang ilegal yang ada di desa kami (Onondoa). Sebab jika tidak segera dihentikan, maka pembiaran itu, dapat berdampak buruk bagi warga yang berada di sekitar lokasi tambang. Dampak buruk itu, bisa berupa kerusakan dan pencemaran lingkungan yang merupakan bom waktu pemicu terjadinya bencana alam,” sebut Ramon.

Selain itu, aktivis yang akrab disapa Nanom tersebut, meminta agar para pelaku kejahatan pertambangan di gunung Pehulenu’a Desa Onondoa dapat diproses secara hukum.

“Agar ada efek jerah, maka para pelaku tambang ilegal yang menambang emas tanpa izin di desa kami (Onondoa), perlu ditindaki secara hukum. Sebab jika hanya tambangnya yang ditutup, tanpa memproses para pelakunya sesuai aturan hukum yang ada, maka tidak akan melahirkan efek jerah,” ucap Ketua Umum PB IPMR.

Nanom menegaskan bahwa negara tidak boleh kalah dari mafia tambang, karena tambang ilegal selain dapat merusak dan mencemari lingkungan, juga mengakibatkan kerugian negara.

“Tambang ilegal dapat diminilisir jika penegakan supremasi hukum dilakukan oleh aparat penegak hukum. Para pelaku illegal mining itu, dapat dijerat dengan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba. Ancaman hukuman bagi pelaku tambang ilegal adalah pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar,” tegasnya.

Sebagai informasi, lokasi penambangan emas secara ilegal di Gunung Pehulenu’a Desa Onondoa, Kecamatan Rampi, Kabupaten Lutra, berada dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT. Kalla Arebamma. Para penambang ilegal menggunakan alat berat excavator untuk menggali material RAP atau batuan yang mengandung emas.

Penulis : Tim Redaksi

Editor : William Marthom

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *