Aktivis LSM : Itu Harus Diapresiasi dan Perlu Dukungan Masyarakat
BELOPA, Tabloid SAR – Bencana banjir merupakan salah satu peristiwa bencana alam yang terjadi pada setiap musim hujan yang senantiasa melanda di pelbagai belahan dunia. Seperti halnya yang juga melanda Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel) pasca lebaran Idul fitri 1440 H/2019 M ini.
Apalagi bagi Kabupaten Luwu sendiri, khususnya pada sejumlah desa dan kelurahan yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan. Dimana setiap tahun selalu menjadi langganan bencana banjir, tanpa pernah ada sama sekali penanganan bersifat konkrit yang dilakukan pihak pemerintah selama ini.
Sementara sumber penyebab timbulnya banjir, tentunya diakibatkan oleh faktor tingginya curah hujan. Namun perlakuan masyarakat yang sifatnya sangat tidak ramah terhadap alam itu sendiri, menjadi sumber yang paling signifikan dalam menimbulkan bencana banjir.
Misalnya, seperti terjadinya perambahan hutan yang semakin masif di kawasan hulu. Yang disebabkan oleh pembukaan lahan perkebunan secara liar dan praktik-praktik illegal loging yang sifatnya tidak terkendali.
Hal tersebut, maka membuat kawasan hutan di pegunungan menjadi kritis. karena tidak lagi berfungsi sebagai menyerab air hujan. Akibat dari pada itu, maka berdampak pula untuk menimbulkan pendangkalan di setiap daerah aliran sungai, pada gilirannya menjadi sumber bencana banjir yang tidak jarang menimbulkan tragedy bagi kemanusiaan.
Jadi fenomena seperti inilah yang terjadi di Kabupaten Luwu, sehinga megakibatkan sejumlah desa dan kelurahan senantiasa menjadi langganan banjir pada setiap musim hujan, dengan berbagai dampak krusial yang ditimbulkannya.
Sementara pihak pemerintah selama ini, khususnya instansi terkait dengan penaganganan kehutanan, justru seolah menutup mata atau bahkan sangat terkesan melakukan pembiaran terhadap kasus-kasus perambahan hutan.
Nampaknya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Luwu di bawah kepemimpinan Bupati H Basmin Mattayang, sepertinya sudah akan melakukan penanganan secara konkrit, dengan cara menyiapkan langkah migitasi guna menanggulangi bencana banjir yang senantiasa melanda sejumlah desa dan kelurahan selama ini.
Hal tersebut dikutip Tabloid SAR atas adanya ungkapkan orang nomor satu di Luwu ini, sebagaimana yang diupload melalui akun facebook resminya. Disampaikan bahwa pihaknya akan melakukan mitigasi bencana sesegera mungkin.
“Insya Allah, dalam waktu dekat Pemerintah Kabupaten Luwu akan melakukan mitigasi bencana yang sifatnya pembangunan fisik. Akan tetapi masyarakat juga harus ikut mendukung pemerintah dengan tidak merusak lingkungan,” sebutnya, Senin (10/06/2019).
Menurutnya, banjir yang kerap melanda sejumlah kecematan juga disebabkan oleh alih fungsi lahan hutan selain faktor geografis dan mortofologi pada permukaan bumi di Luwu. (Baca juga: Banjir Rendam 1.290 Rumah Warga Enam Kecamatan di Kabupaten Luwu)
“Kecamatan di Luwu hampir tidak ada yang benar-benar aman dari banjir. Kondisi geografis dan morfologi permukaan bumi di Luwu membuat hampir semua wilayahnya rawan pergerakan tanah dan longsor. Alih fungsi lahan hutan menjadi areal pertanian dan perkebunan jadi salah satu penyebab utama beberapa kecamatan di luwu jadi langganan banjir,” ujarnya.
Bentuk penanganan lain yang akan dilakukan yakni dengan mengecek ada atau tidaknya saluran aliran air selain sungai di dataran tinggi atau pegunungan.
“Hal ini sangat penting, sebab jika tidak ada saluran aliran air, saat hujan turun di dataran tinggi akan berdampak pada bencana longsor, dan membuat aliran sungai di dataran rendah dipenuhi lumpur bercampur kayu dari pegunungan,” terang Basmin Mattayang.
“Saya menhimbau kepada masyarakat, jika memang akan membuka lahan perkebunan, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah yang ada, dan dampaknya terhadap lingkungan juga perlu diperhatikan secara saksama. Dengan demikian, potensi terjadinya bencana banjir ini dapat kita minimalisir tiap tahunnya,” tambah dia.
Dia pun menginstruksikan agar seluruh pimpinan kecamatan yang wilayahnya terkena dampak banjir untuk siaga 24 jam di kantor masing-masing. Dan membuka posko pengaduan dan posko koordinasi bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Luwu.
Adapun langkah mitigasi yang akan ditempuh Bupati Luwu, H Basmin Mattayang tersebut, nampaknya sangat mendapat apresiasi dari Direktur Eksekutif Aktivis Pembela Arus Bawah, Rahmat K Foxchy.
Aktivis LSM yang akrab disapa Bang Ories ini, mengatakan bahwa itu (mitigasi –red) merupakan sebuah langkah konkrit yang sangat harus diapresiasi dan perlu dukungan masyarakat Luwu. “Hanya saja program penanggulangan bencana banjir seperti ini sangat membutuhkan anggaran besar,” ucapnya.
Kendati demikian, tuturnya lagi, sebab tugas pemerintah sudah harus begitu, bagaimana melindungi rakyat dari setiap terjadinya potensi ancaman bencana.
“Saya pikir program mitigasi ini, perlu ditangani dengan terencana menurut kasus perkasus, melalui pelaksaanan yang sifatnya bertahap sesuai kemampuan anggaran,” usulnya.
Paling penting lagi di sini, lanjut Bang Ories, bagaimana pihak pemerintah desa yang wilayahnya berada di sekitar kawasan hulu, supaya juga dapat memposisikan diri sebagai jagawana demi mencegah terjadinya kasus-kasus perambahan hutan dan praktik-praktik illegal loging.
Soalnya, tuturnya lagi, bahwa tidak sedikit oknum kepala desa atau mantan kepala desa, justru ditengarai membuka lahan perkebunan secara liar, dengan cara mengundang masyarakat dari daerah lain, melalui sistem berbagi lahan yang telah tanamani tanaman komuditi.
“Selain itu, maka terdapat pula oknum-oknum kepala desa atau mantan kepala desa yang bekerja sama dengan oknum aparat tertentu, bahkan juga diduga kuat memperjualbelikan kasawan hutan untuk dialih pungsikan menjadi lahan perkebunan liar,” bebernya.
Lebih jauh Bang Ories mengemukakan, masyarakat itukan tidak mungkin masuk di dalam kawasan hutan untuk membuka lahan perkebunan liar, jika ada larangan dari kepala desa. “Jadi disinilah letak permasalahan yang sesungguhnya,” imbuhnya.
Menurutnya, jadi program mitigasi yang akan disiapkan Pak Bupati, itu hanya sia-sia saja, apabila kondisi seperti ini (perambahan -red) masih tetap saja berlanjut di desa-desa pada sekitar kawasan hutan.
Lalu ia menyampaikan, maka perlunya dikakukan investigasi terhadap dugaan keterlibatan oknum-oknum kepala desa atau mantan kepala desa dan oknum-oknum aparat tertentu dalam kasus-kasus perambahan hutan. Sekaligus ditindak menurut ketentuan hukum yang berlaku.
Saya pikir, lanjut Bang Ories menyampaikan, Pak Bupati sudah mesti pula membentuk tim investigasi terpadu dalam menyikapi kasus-kasus perambahan hutan yang sudah sangat kronis seperti yang terjadi sekarang ini, jika ingin program mitigasi tersebut nantinya dapat mencapai target sesuai harapan.
Bahwa yang mesti dijadikan sararan target investigasi, sambung dia, untuk tahap awal adalah desa-desa pada sekitar kawasan hutan yang dilalui sungai yang dianggap paling berdampak timbulkan bencana banjir pada wilayah hilirnya.
“Saya kira langkah seperti ini dapat pula menjadi bagian dari solusi, jika ingin program mitigasi menjadi efektif dalam upaya untuk mewujudkan penaggulangan bencana banjir di Luwu tersebut,” papar Bang Ories.
Namun tak kalah pentingnya lagi disini, tuturnya lebih lanjut, bagi kepala desa yang menerapkan program jagawana yang wilayahnya di sekitar kawasan hutan. Terlebih lagi jika melaporkan kasus-kasus perambahan hutan di wilayahnya, maka sebaiknya pula diberikan reward.
Maksudnya, untuk memberikan tanggungjawab kepada para kepala desa di wilayah tersebut, mengenai pentingnya menjaga kelestarian hutan, sebagai bagian dari solusi terhadap kasus-kasus banjir ke depan.
Intinya disini, lanjut Bang Ories menjelaskan, bahwa penegakan supremasi hukum sangat mutlak untuk dikedepankan dalam menindak pelaku-pelaku peramabah hutan dan praktik-praktik illegal loging.
“Jadi bagaimana harusnya Pak Bupati dalam mengambil kebijakan, supaya pihak pemerintah desa di sekitar kawasan hulu sungai agar menerapkan program jagawana, sebagai bentuk upaya dalam menjaga kelestarian hutan.
Jika program jagawana ini, ujar Bang Ories lagi, sampai dapat terlaksana dengan baik pada desa-desa di sekitar kawasan hulu, maka paling tidak dapat meminimilisasi timbulnya potensi ancaman bencana banjir yang setiap tahun melanda wilayah-wilayah di hilir sungai.
Hal tersebut, tambahnya, tentunya pula akan membuat sumber daya pemerintahan sudah tidak harus lagi tergerus dengan kasus-kasus bencana banjir. Sebab sudah adanya langkah-langkah konkrit yang bersifat komprenhensif yang telah dilakukan terhadap sistem penanggulangan banjir.
“Akhirnya Pemerintah Kabupaten Luwu menjadi lebih fokus dalam mengakselerasi program pembangunan berkelanjutan, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kunci Direktur Aktivis Pembela Arus Bawah tersebut.
Penulis: Echa