PALOPO, Tabloid SAR- Jika kelompok Aktivis Pembela Arus Bawah mempertanyakan mengenai kabar penanganan kasus dugaan pungatan liar (Pungli) terhadap siswa-siswi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2018/2019 di Polres Palopo.
Tentu itu hal yang sangat wajar, karena kelompok aktivis tersebut merupakan sebuah wadah LSM yang bergerak pada bidang hukum, dengan senantiasa mendedikasikan eksistensinya sebagai pemerhati kebijakan publik dan anti korupsi.
Begitupun halnya, apabila kelompok aktivis ini terus mempersoalkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan untuk membiayai pembenahan infrastruktur pendidkan pada sejumlah sekolah yang menjadi kewenangan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Palopo.
Pada gilirannya LSM ini, rupanya akan kembali menyurati Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Palopo, lantaran ingin menagih janji pejabat eselon tersebut.
Alasan paling mendasar sampai harus mempertanyakan kabar penanganan kasus dugaan Pungli siswa-siswi PPDB di Polres Palopo itu, karena kasus tersebut sudah menjadi perhatian publik, yang begitu tajam disorot melalui pemberitaan berbagai media massa, baik online maupun cetak bahkan juga menjadi topik pemberitaan televisi nasional.
Tentunya sangat ironis apabila kasus ini, sampai tidak diproses lanjut melalui sistem penegakan supremasi hukum, sebab kuatnya delik hukum tentang dugaan tindak pidana Pungli di balik PPDB pada sejumlah sekolah di Kota Palopo pada saat itu.
Jika dikatakan bahwa kasus ini, telah dianggap selesai di DPRD Kota Palopo, melalui rapat dengar pendapat (RDP) dengan stakeholder yang berkepentingan dengan sistem kebijakan pendidikan di kota ini.
Maka itu, tentunya merupakan sebuah bentuk rumusan dalam mengambil sistem kebijakan publik, agar siswa-siswi pendaftar baru tersebut, tidak menjadi terlantar pendidikannya atau tidak menjadi putus sekolah.
Mengingat hal tersebut, sudah mutlak dijamin oleh negara menurut konstitusi dan undang-undang, serta regulasi yang mengatur tentang sistem pendidikan nasional, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa (anak-anak negeri- red).
Akan tetapi kebijakan sekolah yang bersifat delik hukum akibat diduga kuat sarat bermuatan Pungli terhadap siswa-siswi PPDB. Tentunya sangat jelas tidak memiliki korelasi atau tidak memiliki hubungan sama sekali dengan langkah kebijakan Pemerintah Kota Palopo, saat masih di bawah kepemimpinan Penjabat Walikota Andi Arwien Azis.
Sebab maksud kebijakan tersebut, tak lain untuk mencari solusi agar siswa-siswi yang mendaftar melalui jalur non PPDB Online menjadi tidak terlantar.
Karena itu sudah menjadi tanggungjawab pemerintah di daerah ini, dalam mengambil sistem kebijakan publik terhadap pelayanan masyarakat pada bidang pendidikan gratis.
Jadi penegakan supremasi hukum, tentunya pula mesti konsisten menurut ranah kewenangannya. Sehingga tidak ada alasan bagi pihak Polres Palopo, untuk tidak mengusut lebih lanjut atas kasus-kasus dugaan Pungli terhadap siswa-siswi PPDB yang disebut-sebut terjadi pada hampir semua tingkatan sekolah, mulai dari tingkat SD hingga tingkat SMA/SMK di Kota Palopo.
Pasalnya, larangan Pungli di sekolah dengan tegas diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
Jadi regulasi ini, sudah semestinya dijadikan sebagai rujukan oleh pihak penyidik, dalam memproses secara hukum kasus dugaan Pungli terhadap siswa-siswi PPDB yang terjadi pada sekolah-sekolah di Kota Palopo tersebut.
Maka sudah seharusnya pula Tim Saber Pungli Kota Palopo, dituntut untuk mengawal proses hukum kasus ini pada tingkat penyidik. Karena tujuan pemerintah membentuk Tim Saber Pungli, tak lain untuk bertindak melakukan sapuh bersih terhadap praktik-praktik Pungli dalam bentuk apapun dalam ranah sistem pelayanan publik, tanpa terkecuali terhadap pelayanan pendidikan gratis.
Olehnya itu, sehingga menjadi sebuah harapan agar pihak Polres Palopo dapat memproses lanjut kasus dugaan Pungli terhadap siswa-siswi PPDB itu, menurut ketentuan tindak pidana yang berlaku demi tegaknya supremasi hukum.
Sedangkan adapun maksud kelompok Aktivis Pembela Arus Bawah, untuk kembali menyurati Kadisdik Kota Palopo. Alasannya, sebab Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bidang Pendidikan pada Dikdas Kota Palopo, Muhammad Amin belum juga memenuhi janjinya untuk memberikan data sekolah yang memperoleh DAK Bidang Pendidikan pada tahun 2018 ini.
Padahal Muhammad Amin sendiri yang menjanjikan langsung kepada Direktur Eksekutif Aktivis Pembela Arus Bawah, Rahmat K Foxchy saat keduanya bertemu di Sweetnes 45 Café House, Jalan Andi Kambo (eks Jalan Merdeka) Palopo, pada tanggal 21 September 2018 lalu.
Saat itu, Muhammad Amin menyampaikan bahwa dua tiga hari kedepan, data sekolah penerima DAK Bidang Pendidikan akan saya serahkan. Namun faktanya, sudah sebulan lebih data tersebut, tidak juga diserahkan.
Apakah hal ini, harus dikasuskan melalui ranah hukum dengan pendekatan class action, menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ?
Jika demikian halnya, berarti LSM ini harus segera dapat bersikap, sebab DAK Bidang Pendidikan merupakan alokasi anggaran untuk kepentingan publik.
Maka tentunya pula mesti dibuka, supaya dapat menganut prinsip-prinsip transparansi anggaran, demi mencegah potensi terjadinya dugaan korupsi pada pengelolaan DAK Bidang Pendidikan di setiap sekolah penerima manfaat.
Jika tidak, maka pengelolaan DAK Bidang Pendidikan 2018 yang dikucurkan di sejumlah sekolah di Palopo tersebut, juga akan menjadi pertimbangan kelompok Aktivis Pembela Arus Bawah, untuk dilaporkan melalui ranah hukum, pada pihak aparat yang berwenang supaya ditangani melalui ranah tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam waktu dekat ini.
Sumber : Rilis
Editor : William Marthom